Janji yg sukar untuk ditepati

263 70 29
                                    

Waktu telah beranjak ke tengah hari, sang surya secara perlahan tapi pasti merayap ke tengah cakrawala, angin disertai pasir tak henti-hentinya berhembus keras membuat
setiap orang enggan untuk keluar beraktifitas.

Seorang wanita dengan menenteng keranjang makanan di tangan kirinya bersiap memakai cadarnya hendak keluar rumah.

Walaupun ia memakai cadar, dari matanya yang cekung dan sembab semua orang tau bahwa dahulu ia mempunyai mata indah mempesona, badan kurusnya tidak bisa memudarkan aura anggunnya.

"Faikah, mau ke mana lagi kamu? Mau ke stasiun kereta itu lagi?"

"Iya Ummi, faikah harus ke sana"

"Mau sampai kapan kamu menunggunya? Kamu telah menghabiskan waktumu 3
tahun untuk menunggu di stasiun kereta itu, tapi ia tidak datang-datang juga!"

"Tapi Faikah sudah janji Ummi, bagaimana jika Faikah tidak datang ternyata ia telah kembali dan tidak menemukan Faikah di sana? Berarti Faikah tidak menepati janji!"

"Sudahlah, tidak usah kamu fikirkan janji kosong kalian berdua, sudah 3 tahun kamu menunggu di stasiun itu, tapi apa balasan dia? Pernahkah sekali saja dia kembali sejak hari
itu? Adakah kamu berfikir mungkin saja ia telah mati di sana?"

Faikah tertunduk lesu, air matanya mengalir tanpa terasa di pipinya, mungkinkah itu terjadi? Bagaimana dengan janji yang telah kami buat? Apa artinya aku menunggu
selama ini?"

***

Angin sepoi berhembus dari arah barat, berjalan pelan di atas sungai menimbulkan riak kecil di atasnya, ranting-ranting pohon meliuk-liuk menjatuhkan dedaunan dengan
ritme yang sama mengikuti irama sang alam, saat itu peralihan musim gugur ke musim panas. Seperti keadaan politik di negeri itu, dari perang politik secara dingin berubah
dengan usaha pengambilan kursi presiden dengan kudeta paksa, sudah kesekian kalinya pemerintahan negeri mengalami kejadian seperti ini.

Tapi sepertinya berbeda dengan pasangan yang satu ini.
Pascanya, mereka baru saja
memasuki era musim semi mereka sebagai pengantin baru.

"Oh honey, kamu itu memang bidadari-ku yang turun dari surga"

"Ah suamiku, sampai kapan kamu akan mengulang kata-kata itu? Carilah rayuan lain yang bisa membuat hati berbunga-bunga."

"Tapi pada kenyataannya, setiap aku mengucapkan kata-kata itu pipimu selalu memerah menahan senyum." Zarfaras terus menggoda istri tercintanya.

"Aduh...kamu...udah aku bilang jangan memperhatikan wajahku kalau aku sedang
malu." Faikah menyerang suaminya dengan cubitan-cubitan gemas.

"Aw, aw, iya, iya..., sekarang mana coklat hangatnya? Aku sudah tidak sabar coklat cinta buatanmu."

"Huu...dasar tukang gombal." gerutu Faikah dengan bibir manyun dan pipi masih memerah seraya menjauh ke arah dapur untuk membuat coklat hangat.

Zarfaras hanya tersenyum melihat istrinya sok ngambek seperti itu.

Selagi Faikah masih sibuk dengan coklat hangat di dapurnya, terdengar suara salam dan ketukan pintu yang agak keras dari ruang depan. Zarfaras beranjak dari kamarnya
dengan langkah setengah di paksa membuka pintu depan.

"Wa'alaikum salam, ada yang bisa saya bantu tuan-tuan?"

"Apakah ini kediaman Tuan Zarfaras?"

"Iya, saya sendiri."

"Anda kami tahan atas perintah Jendral Hasyim dengan tuduhan sebagai salah satu antek yang berperan dalam kudeta pada tanggal 28 Agustus 2016." Ucap polisi kumis tebal berbadan kekar itu sambil menunjukkan surat penangkapan.

"Oh, sepertinya tuan telah salah orang, saya tidak pernah terlibat apapun dalam dunia politik." Zarfaras mundur beberapa langkah ke belakang.

"Plakk"

Tiba- tiba tamparan keras mendarat di wajah Zarfaras, dua orang polisi lainnya maju, satu menedang kaki dan mengunci kedua tangan Zarfaras, yang satunya lagi dengan sigap
memborgol tangannya.

Mendengar ribut-ribut di ruang depan, Faikah berlari kesana apalagi setelah mendengar suara pukulan dan teriakan suaminya.

Masih dengan jilbab yang berantakan karena memakainya dengan terburu-buru, Faikah sampai di ruang tamu.

"Pak polisi, ada apa ini? Kenapa suami saya di borgol?!"

"Maaf nyonya, suami anda kami tahan, silahkan baca sendiri di surat penangkapan ini." Polisi tersebut memberikan surat itu kepada faikah.

"Ini fitnah istriku!, ini fitnah!"

"Pak polisi, suami saya tidak pernah terlibat apapun dalam politik!"

"Maaf nyonya, kami tidak pernah keliru dalam menjalankan tugas."

"Tidak tuan! Jangan tangkap suami saya!" Faikah berusaha mendekati suaminya tapi tertahan oleh polisi-polisi itu, apalah daya seorang Faikah di hadapan polisi-polisi bertubuh kekar itu, Ia jatuh terjerembab ke belakang.

Melihat istrinya terjatuh, Zarfaras berusah berontak dari pegangan polisi, tapi kekuatan Zarfaras tak sebanding dengan 2 polisi itu,
kedua polisi itu membuat Zarfaras bertekuk lutut di lantai.

"baiklah jika kalian memang harus menangkapku, tolong biarkan aku berbicara sebentar dengan istriku." kata Zarfaras sedikit memohon. Polisi berkumis tebal itu terlihat sedikit berfikir.

"Oke, 2 menit tidak boleh lebih!" kata polisi kumis tebal setelah beberapa saat, Zarfaras mendekati Faikah yang terjatuh di lantai.

"Jangan pergi! Aku tidak mau kehilangan dirimu" kata Faikah setelah memeluk Zarfaras
yang masih terborgol.

"Sabar istriku, akupun tidak mau kehilangan dirimu, mungkin ini ujian bagi kita, aku pasti akan kembali, aku berjanji.

"Iya suamiku, berjanjilah akan kembali, aku tetap akan menunggumu"

Belum sempat Zarfaras menjawab, polisi kumis tebal menariknya lepas dari pelukan Faikah.

"sudah lebih 2 menit, toleransi habis!" Zarfaras diseret dengan paksa keluar rumah.

"Iya aku berjanji!" jawab Zarfaras setengah teriak.

Polisi-polisi tersebut membawa Zarfaras masuk ke dalam mobil.

Faikah terduduk lemas di lantai, hanya bisa menangis tidak tega melihat apa yang menimpa kekasihnya, begitu cepat kebahagiaannya hilang,
padahal baru saja ia bercanda tawa, sekarang yang tersisa tinggal pilu di hati.

Tak kuat hatinya membayangkan kekasihnya di penjara di tempat yang pengap dan dingin, dan entah apa yang akan terjadi di sana.

***

Rubik dan RumusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang