The Maple
Sekarang, Nara duduk dibawah pohon maple, semilir angin menerpa anak-anak rambutnya. Kalian boleh percaya atau tidak dulu ada kehidupan dibawah pohon ini.
Pohon maple ini menjadi saksi bisu tentang kisah kebahagiaan seorang Nara Kim.
__________
Lima tahun yang lalu, Nara mengayuh sepeda yang baru diberikan ayahnya. Dia pergi ke sebuah toko permen, sedikit info usianya sekarang sudah menginjak 19 tahun. Sebenarnya ia sudah dilarang untuk memakan permen. Tapi Nara tidak pernah menghiraunkannya.
Nara telah selesai membayar permen yang ia belli.
"Kau suka yang manis?" Tanya sesosok pria yang berdiri dihadapan Nara, membuatnya sedikit terhentak kaget. "Sepertinya kau memang menyukainnya" Lanjut si pria. Lalu, si pria menyodorkan setoples manisan buah berry kepada Nara.
Nara yang tak tahu harus menjawab apa hanya terdiam, tapi ia tetap menerima setoples manisan berry tadi.
"Jika kau ingin mengucapkan terimakasih datanglah ke pohon maple dibelakang toko ini, aku harus berjualan koran terlebih dahulu" Ucapnya si pria seraya mengangkat beberapa tumpukan koran.
Besoknya, Nara mengikuti intrupsi si pria penjual koran tersebut. Nara datang ke pohon maple yang berada tepat dibelakang toko permen. Penglihatannya tertuju pada sesosok bayang yang terduduk dibawah pohon maple, yang jelas dapat Nara pastikan sosok itu adalah pria yang sedang membaca buku. Nara menghampirinya, lalu si pria yang sedang membaca buku tadi sedikit terkejut dengan kehadiran Nara yang tiba-tiba.
"Oh! Kamu, akhirnya datang juga" Ucap si pria dengan nada antusias.
Nara menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Nara bingung harus menjawab apa. "umm.. Terimakasih untuk yang kemarin" Cicit Nara.
Pria tersebut merespon ucapan Nara dengan senyuman manisnya, membuat Nara jadi sedikit tersipu malu. Sungguh Nara akui ia tak pernah melihat senyumana semanis tadi.
"Sama-sama, bolehkah aku tahu namamu?" Tanyanya.
"Panggil saja Nara"
"Duduklah disini" Ucap si pria, tangannya menepuk nepuk ruang kosong disampingnya.
Nara mengangguk lalu duduk disamping si pria.
"Namaku Arckeley, panggil saja Ar"
Nara dan Ar terus berbincang satu sama lain. Hingga surya telah tenggelam, menampakkan kejinggannya, seolah menyuruh sepasang manusia tersebut untuk segera menyudahi percakapan mereka. Hingga akhirnya keduanya sadar hari semakin gelap, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, sebelum itu mereka sudah membuat janji untuk bertemu ditempat ini lagi.
Tiga tahun kemudian, tidak perlu diceritakan bagaimana hubungan mereka, Ar dan Nara telah menjadi teman hidup, diibaratkan Ar adalah Saraf dan Nara adalah tubuh, jika tak ada salah satunya mereka takkan bisa hidup.
Ada sekelumit perkataan Ar yang tak pernah Nara lupakan hingga saat ini. Nara pernah menyeletukkan sebuah kata.
"Suatu saat nanti aku ingin membangun rumah disini, kita akan menjadi pasangan yang bahagia lalu mempunyai anak dan hidup menua bersama lalu saling berpelukkan saat hari terakhir tiba" Canda Nara kepada Ar.
"Akan kubuatkan, rumah untukmu disini, lalu aku akan membuatkan ayunan di batang pohon ini untuk anak-anak kita nantinya, tapi berjanjilah kau jangan bersedih jika maut menjemputku lebih dulu" Ucap Ar yang langsung dihadiahi cubitan oleh Nara.
"Kenapa kau berkata seperti itu! Jangan pernah bicarakan kematian, untuk sekarang aku hanya ingin kau membuatkan rumah untukku"
"Baiklah, tuan putri apapun yang kau mau akan kuberikan bahkan jikalau nyawa sekalipun" Ucap Ar seraya tersenyum kepada Nara menampakkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapih.
Nara membalas senyuman Ar, hingga beberapa saat kemudian pandangan Nara mengabur, tubuhnya serasa dihujami ribuan pedang rasanya sakit sekali. Detik selanjutnya ia ambruk, lalu Nara hanya mendengar beberapa kali Ar meneriaki namanya.
Lima hari kemudiaan, disini ditempat yang sama dibawah pohon maple, Ar memeluk Nara. Nara menangis dipelukan Ar membentuk pulau-pulau basah pada baju Ar.
"Mengapa kau merahasiakannya?" Tanya Ar dingin, lalu melepaskan pelukan Nara.
"Maaf aku tak mau membuatmu sedih"
"Aku harus mendapatkannya dalam kurun waktu 20 hari jika tidak, maafkan aku Ar, aku tak bisa menemanimu hingga kita menua bersama" Lanjut Nara, yang masih terus terisak.
"Kalau begitu, aku meminta izin padamu untuk pergi kesuatu tempat. Kau jangan pernah menungguku, aku tidak tahu kapan aku kembali, tapi akan kupastikan kita akan bertemu lagi" Ucap Ar lembut.
Nara tidak pernah menyangka ucapan Ar dihari itu adalah ucapan sekaligus percakapan mereka untuk terakhir kalinya.
Beberapa hari kemudiaan, Nara terbangun dari ruangan serba putih. Bau antiseptik khas rumah sakit memenuhi indera penciumannya.
Nara mengingat beberapa hari yang lalu ia mendapat pendonor jantung. Nara sangat senang karena ia bisa hidup dengan tenang ia berniat ingin memberi tahu Ar, tapi Nara tiba-tiba tertunduk sedih ia baru ingat sekarang Ar belum kembali juga, setelah percakapan mereka beberapa hari yang lalu.
Setelah dirasa cukup sehat, Nara kembali ke pohon maple tempat Ar dan Nara sering menghabiskan waktu bersama. Nara duduk menunggu Ar kembali.
Satu hal yang Nara tahu, Ar adalah seorang pembohong, ini sudah tahun ke lima semenjak Ar pergi. Nara tetap menunggui Ar seperti orang bodoh, jika memang tuhan itu ada Nara berharap agar tuhan mengembalikan Ar padanya. Daun-daun maple mulai berguguran, hinggap diatas rambut Nara yang kecoklatan.
Nara semakin larut kedalam pikirannya sendiri. Ia tahu sekarang, Ar adalah seorang yang ingkar terhadap janjinya. Ia tak menepati janjinya untuk kembali dan menemui Nara, Ar juga tidak menepati janjinya untuk membuatkan Nara rumah. Sampai musim dan tahun berganti Nara tetap menunggu Ar kembali kepelukkannya.
The maple, SELESAI
-25'10'19-
KAMU SEDANG MEMBACA
the maple [Tamat]
Poetry"Setiap tahun aku selalu sendirian menyaksikan daun - daun yang berguguran. Menanti seperti orang bodoh, Kau berbohong ketika kau berjanji akan mewujudkan skenario terakhir kita. Untukmu lelaki yang memiliki senyum terindah, kulit secerah daun maple...