Hwang Hyunjin dilahirkan di dalam keluarga yang tidak harmonis. Mau bagaimana lagi? Ibunya itu seorang Miss Universe Korea, seorang model pula, yang menikah dengan ayahnya; seorang pejabat hanya karena reputasi saja.
Mereka tidak saling mencintai. Hyunjin lahir dari dua insan yang tidak saling mencintai, begitulah keadaannya. Sejak kecil, ia sadar bahwa sang ibu tidak benar-benar mencintainyaーselalu menyerahkan pekerjaan untuk merawatnya kepada babysitter.
Hyunjin tahu.
Dia sadar, ayah maupun ibunya tidak mengharapkan kehadirannya. Kelahirannya hanya sebagai sebuah bukti keseriusan hubungan keduanya di depan media, dan Hyunjin muak.
Hyunjin lelah mendengar perdebatan kedua orangtuanya, di depannya. Setiap hari, setiap malam, kapanpun kedua orang itu dipertemukanーhanya ada adu mulut dan saling mengejek.
Saat itu, usia Hyunjin tiga belas tahun. Dia tidak terkejut ketika sang eomma memandangnya dingin, sebelum akhirnya berbalik dengan koper besarnya, merangkul seorang priaーsuami barunya.
Hell.
Hyunjin benci wanita. Wanita yang seperti ibunya.
Tidak, dia juga benci ayahnya. Dia benci sosok lelaki itu.
Dia benci lahir di keluarga ini.
Rasa benci yang ada dalam dirinya membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang benar-benar rusak. Ketika dia masuk SMU, ia hanya bisa memberontak. Pergi main ke bar, merokok, apa lagi? Yang jelas, Hyunjin yang tidak mendapatkan belas kasih sayang itu menghabiskan waktunya dengan hal-hal negatif, yang baginya menyenangkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sampai hari itu tiba...
"Hyunjin, anak ini akan menjadi adikmu. Namanya Jeongin. Mulai sekarang, rukun-rukun dengannya, ya..."
Ada seorang anak kecilーtidak, usianya sudah tidak kecil lagi. Lelaki itu berusia enam belas tahun, satu tahun dibawah Hyunjin. Hanya saja, perawakannya sangat kurus dan mungil. Rambutnya hitam temaram, wajahnya kecil.
Rapuh, tidak berdaya.
"Minggu depan, ayah akan menikah. Wanita ini akan menjadi ibumu."
"Halo, Hyunjin~"
Hyunjin sebenarnya tidak peduli dengan hubungan ayahnya. Tetapi, sekali melihatnya, Hyunjin membenci senyuman wanita itu. Kelihatan lembut, tulusーtetapi, jalang.
Siapa yang tidak menginginkan harta ayahnya? Ya. Dia tahu wanita itu hanya menggoda ayahnya dengan kecantikannya.
Seketika, Hyunjin di dalam ruang makan itu meletakkan garpunyaーpergi menuju kamarnya. Dia muak. Dia muak dengan semua ini. Sang appa dan si wanita saling memandang, tersenyum canggung.
"Maaf, mungkin dia hanya terkejut..." sang ayah berkata.
"Ah, anuー"
Lelaki bernama Jeongin itu bangkit dari duduknya, menatap sang calon ayah, "J-jeongin boleh tahu dimana kamar Hyunjin-hyung? Jeongin ingin coba bicara dengannya..."
Pria itu menatap putra tirinya, yang tampaknya tidak menyerah untuk mengakrabkan diri dengan si kakak, "Ah, kamarnya di atas, Jeongin."
Kaki mungil itu lalu melangkah, perlahan menuju kamar si hyung.
.
.
.
Hyunjin tengah memainkan handphonenya di dalam selimut tebalnya. Daun telinganya bergetar, mendengar suara pintu didorong oleh seseorang. Si Hwang itu bingung, siapa yang berani mengusiknya di saat moodnya sedang berada di puncak jeleknya?
"A-anu, hyung... Permisi..."
Hyunjin membuka matanya, terkejut karena ternyata si adik tiri yang berani memasuki daerah kekuasaannya. Aish, dasar kucing pemberani.
"Apa?" Hyunjin menjawab dingin tanpa merubah posisinya. Nadanya jelas mencengkam, ingin mengusir figur si adik dari kamarnya.
"Hyung pasti terkejut soal pernikahan itu, ya? Aku juga... awalnya begitu. Selama ini aku hanya tinggal dengan eomma saja, rasanya aneh kalau tiba-tiba begini..." si lelaki berkata, agak bergumam, "Tーtetapi, asal mereka bahagia, tidak apa, 'kan? Mari kita menjadi saudara yang akhrab, hyung!"
"Hahhh~"
Hyunjin menyibak selimutnya, lalu terduduk. Matanya menatap tajam Jeongin yang berdiri tak jauh darinya, "Kau bukan adikku. Jangan panggil aku hyung, membuatku muak saja."
"Jeongin... hanya ingin bisa akhrab dengan hyung...."
Sialan. Melihat wajah berkaca-kaca dan tidak berdayanya malah membuat Hyunjin semakin muak. Yang lebih tua kemudian mengulurkan tangannya, mengibaskan ke arahnya, "Sini..."
"Ehー?"
Grep.
"K-kak sakit-!"
Hyunjin juga tidak tahu betapa gilanya tangannya saat menjambak rambut si adik. Jeongin mengerang, tangannya yang bergetar memegang pergelangan tangan si kakakーmencoba untuk menghentikan.
"K-kakak marah?" Jeongin berkaca-kaca matanya, meminta penjelasan kepada si hyung atas apa yang dilakukannya.
"Tidak... aku tidak marah, aku hanya kesal karena kau banyak bicara," Hyunjin berkata, memperkuat jambakannya dan menarik si adiknyaーmelepaskannya setelah dirasa cukup.
"....hahh...?" Jeongin menatap si kakak tidak paham, lalu bibirnya bergumam, "Maaf kalau Jeongin cerewet. Jeongin takkan melakukannya lagi..."
Hyunjin menatapnya datar. Wajah mungil yang kelihatan terluka dan kesakitan itu, membuat ia puasーsangat puas. Tidak berdaya dan berkaca-kaca. Hyunjin tersenyum kecil, bangkit dari kasurnya.
"Maaf ya, Jeongin. Barusan hyung hanya bercanda. Kau pasti benci pada hyung 'kan sekarang?" Hyunjin bertanya dengan seluas senyum lebarnya.
Senyuman dari mulut sang kakak membuat mata Jeongin berbinar, empunya lalu mengeleng, "T-tidak. Barusan agak sakit, tetapi tidak apa-apa... Jeongin tidak mungkin benci hyung!"
Sangat polos, sangat penurut, mana ada makhluk seperti ini di dunia ini kecuali Jeongin? Hah, tampaknya Hyunjin tidak akan kesepian lagi di hari-hari membosankannya~ Dia punya mainan baru, yang akan ia rusak untuk meluapkan rasa bencinya.
Adik kecilnya yang begitu polos dan penurut, Hwang Jeongin.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Brother 《Hyunjeong》
Fanfiction"Hngg... Kak, Kak Hyunjin... J-jeongin nggak kuat kak..." ーHwang Jeongin "Pelankan suaramu, jangan sampai ada yang mendengar..." ー Hwang Hyunjin