Kemarin, kau minta dijemput di depan rumahmu. Kau bilang orang tuamu bertengkar lagi.
" Ya sudahlah, tunggu ya ", ucapku.
Syahdan, dengan motor vespa tua
ku lewati angin malam untuk menjemputmu.Sesampainya di sana, tanpa sepatah kata pun, kau langsung naik ke motorku.
" Bawa aku pergi dari sini! ", teriakmu.
Kutancap gas sekencang mungkin.
Pelukanmu terasa makin erat melingkar.
kurasakan kesedihan yang kau tangisi." Mau kemana kita? ", tanyaku.
" Bawa saja aku pergi dari dunia ini! ", jawabmu.
Tanpa pikir panjang, ku berbelok ketempat dimana kita pertama kali bertemu.
Sebuah gedung tinggi di tengah gemerlap cahaya ibukota.
" Oke, kita sampai ", ucapku.
Ditemani kesedihanmu, kita berjalan ke atap gedung.
" Lihat deh langitnya, kotanya, jalan rayanya, mereka semua bercahaya ".
Engkau mengangguk mengiyakan.
" Lalu kenapa malaikat disampingku tak bercahaya seperti biasanya? ", rayuku.
engkau melepas senyum kecil,
seraya berkata," Aku tak tahu bagaimana, jika 2 tahun lalu kita tak bertemu disini. Mungkin aku sudah tewas lompat dari atas sini ".
Kudekap tubuh hangatmu.
" Tenanglah, aku selalu disampingmu ", ucapku.
Malam itu, kita menatap langit.
Seraya menghapus segala gelisahmu.Tiba-tiba kau tatap mataku.
" Kenapa? ada apa deng— ".
Belum selesai ku berbicara,
Bibirmu telah mendarat di bibirku.
Kau peluk diriku penuh erat." Ternyata seperti ini rasanya ", gumamku.
Syahdan, kau tatap lagi mataku.
Kau lepas bibirmu sesaat.
Seraya berkata," Terimakasih, selalu ada untukku ".
Tak lama, kita berciuman lagi.
Kunikmati setiap ciuman itu.
kali ini pelukmu makin erat kurasa.Perlahan, sedihmu mulai pudar.
Setelah habis kita berciuman semalaman.
Kuantar kau pulang ke rumahmu
malam itu.Senyum memancar dari wajahmu saat sampai didepan rumah.
" Istirahatlah, jangan sedih lagi ya! ", ucapku.
Engkaupun mengangguk seraya masuk kedalam rumah.
---R
Satu hal yang lupa kuucapkan malam itu.
" Maaf, aku tak bisa menganggapmu lebih dari teman ".