¶ I

436 53 0
                                    

Alunan musik pengiring tarian balet yang bersumber dari pengeras suara ponsel pintar, tak pernah luput dari pendengarannya. Nadanya lembut sekaligus enerjik, mampu membuat siapapun yang mendengar ingin menggerakkan tubuhnya; mengikuti irama yang ada, menikmatinya, meresapinya, dan merasa bahwa eksistensinya sedang berada di tempat lain.

Iya, seharusnya semua hal itu dapat Kim Dahyun lakukan demi memenuhi hasratnya menjadi seorang penari balet profesional, tetapi nyatanya, impiannya tersebut harus ia kubur dalam-dalam, membiarkan isak tangisnya melebur bersama alunan musik pengiring yang semakin lama semakin tak jelas terdengar; sebab tangisan pilunya tak mampu ia bendung lebih lama lagi. Maka dari itu, Dahyun memilih menghentikan alunan musik tersebut dan menggeser ponselnya menjauh di atas tempat tidur.

Si gadis Kim menarik napas yang terasa begitu berat; seisi dadanya bergemuruh hebat, air mata kian menyeruak, sementara denyutan di pergelangan kaki kirinya kian menjadi; hal itu terjadi karena Dahyun mengalami masalah saat ia tengah berlatih untuk kompetisi balet di tahun keduanya, sehingga ia jatuh terjerembab, dan berakhir kakinya terkilir cukup parah.

Dokter sudah menyarankan kepada Dahyun agar ia beristirahat total selama kurang lebih tiga bulan, supaya keadaan kakinya benar-benar pulih total.

Setelah mendengar saran itu, Dahyun menangis hebat. Bayang-bayang akan dirinya yang tengah ikut berkompetisi dengan para penari balet lainnya terpaksa pupus, ditarik keluar dari dalam pikirannya, lalu digantikan oleh badai dahsyat yang berhasil memorakporandakan sekujur tubuhnya tak bersisa.

Bagi sang dokter, tiga bulan bukanlah waktu yang terlalu lama. Ia pikir, selama itu Dahyun bisa mengistirahatkan diri dari lelahnya latihan balet dalam sepekan tanpa mengenal lelah.

Namun, bagi Dahyun, waktu tiga bulan tak menari balet serupa dengan mengecap serpihan neraka di kedua kakinya.

*****

Beberapa ketukan di pintu kamar, mengalihkan perhatian Dahyun dari cermin rias di hadapannya. Dahyun lantas berjalan menggunakan kruknya ke arah pintu, memutar kuncinya lalu membukanya. Ia menemukan sang ibu tengah menatapnya hangat seraya membawakan segelas susu cokelat hangat di tangan kanan.

“Susu cokelat untuk anak Ibu yang paling cantik,” kata Ibu Kim, tersenyum lembut, pun menyodorkan gelas susu ke tangan Dahyun.

“Mm. Terima kasih, Ibu.” Dahyun balas tersenyum dan menerima susu cokelatnya.

“Kau ada kegiatan hari ini?” tanya ibunya. Sebelah tangan beranjak mengusapi puncak kepala sang putri penuh kasih sayang.

Dahyun tampak berpikir sesaat, selanjutnya, “Aku ingin membeli bunga mawar.”

“Hm? Untuk apa?”

Dahyun menunjukkan cengiran menggemaskannya. “Untuk hiasan di dalam kamarku?” katanya, lebih terdengar seperti melontarkan pertanyaan.

Tawa ringan sang ibu mengudara. Kini ia beralih menyentuh pipi Dahyun dan berkata, “Baiklah. Kalau begitu, aku akan meminta Jisoo untuk mengantarmu ke sana.”

Dahyun mengangguk riang. Ia membiarkan sang ibu memeluknya, dan Dahyun bisa membaui wangi parfum lembut yang menguar dari tubuh ibunya sebelum ia kembali ke hadapan cermin rias guna memeriksa ulang tampilannya hari ini.

*****

“Hei, Dahyun, aku sungguh-sungguh bertanya kepadamu. Apa kau tidak merasa kesakitan?” tanya Kim Jisoo di balik keseriusannya menyetir mobil. Keningnya mengerut dalam, jelas menunjukkan kekhawatirannya kepada sang adik yang tempo hari terkilir akibat salah posisi dalam latihan tarian balet.

J'ai Un Rêve | Hanbin ft. DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang