¶ dream

198 40 10
                                    

“Saat itu, aku merupakan anggota sebuah band di SMA-ku, dan posisiku adalah sebagai gitaris. Band kami direncanakan akan debut menjadi band besar di sebuah agensi ternama. Hal ini tentunya menjadikan sebuah kebanggaan bagi kami. Kami bahkan sudah banyak belajar, saling memperbaiki kesalahan kami, dan terus berupaya menunjukkan penampilan terbaik kami di muka umum agar nama band kami bisa dikenal dengan mudah bahkan sebelum resmi debut dengan agensi itu,” Hanbin memulai ceritanya, ketika ia dan Dahyun mendudukkan diri di bangku koridor yang sepi, sebab semua orang sedang sibuk berlatih tari di ruangan masing-masing.

Hanbin tidak lagi menyembunyikan tangan kirinya. Ia meletakkan kedua tangan di pangkuannya, sedangkan Dahyun masih berupaya menahan diri agar tidak menangis di depan Hanbin, selagi ia mendengarkan cerita si pemuda.

“Dua hari sebelum band-ku pergi ke agensi untuk membicarakan perihal kontrak dan yang lainnya, aku mengalami kecelakaan setelah pulang dari latihan. Taksi yang kutumpangi tertabrak oleh mobil besar dari belakang. Aku sempat tak sadarkan diri selama dua bulan, sebab kepalaku mengalami benturan cukup hebat. Sampai kemudian, ketika aku terbangun dari komaku, aku mendengar kabar bahwa band-ku sudah resmi debut, dan mereka sudah mendapatkan penggantiku di posisi gitaris.

“Aku, sama sepertimu, merasa tidak lagi memiliki impian utama untuk kukejar. Impianku untuk debut menjadi gitaris band nyatanya hancur lebur ketika satu tahun sejak peristiwa itu, tanganku mulai menunjukkan adanya tremor.”

Jeda sejenak. Hanbin perlu mengambil napas dalam untuk menstabilkan emosinya yang bisa membludak kapan saja, kemudian melanjutkan, “Awalnya aku tidak mengerti apa yang terjadi pada tanganku, lalu aku pergi berkonsultasi dengan dokter bersama ayah dan ibuku, dan dokter mengatakan bahwa benturan keras di kepalaku pasca kecelakaan merupakan penyebab mengapa tremor di tanganku terjadi.”

Mendadak, Dahyun menahan napasnya. Tangisnya tidak bisa ditahan lebih jauh lagi. Sebelah tangannya dengan cepat membungkam bibirnya yang mengudarakan isak tangis. Hanbin yang duduk di sampingnya hanya tersenyum muram, lalu mengusap bahu Dahyun perlahan-lahan.

“Hei, jangan menangis,” pinta Hanbin, setengah panik.

“Tapi, Hanbin, tanganmu... oh... Ya Tuhan!” Dahyun semakin menangis terisak. “Aku... aku benar-benar merasa sedih, Hanbin....”

Sssh....” Hanbin memeluk Dahyun, membuat gadis itu mengubur wajahnya lagi di dada Hanbin. “Sudah, tidak apa-apa. Sekarang aku baik-baik saja, meski sejak awal vonis itu diberikan padaku, aku merasa terpuruk luar biasa.”

Dahyun membalas pelukan itu erat-erat. “Hanbin....”

Dahyun tidak mengerti, mengapa ia harus menangis sehebat itu. Hatinya seolah ikut terluka mendengar setiap penjelasan yang dituturkan Hanbin kepadanya. Dadanya tertekan, napasnya tersendat, perasaan sakit ini melebihi rasa sakit yang ia alami ketika ia dinyatakan harus beristirahat selama tiga bulan terkait kondisi kakinya itu.

Pelukan mereka terurai. Hanbin menatap hangat dan menyeka air mata gadis itu, seraya mengatakan, “Dahyun, kau sudah tahu tentang aku yang sedang menciptakan sebuah lagu, bukan?”

Dahyun mengangguk terpatah.

Senyuman Hanbin mengembang secara perlahan. “Agensi yang menaungi band-ku juga menawariku sebagai pencipta lagu mereka. Katanya, lagu-lagu untuk band-ku ketika aku masih bergabung cukup memuaskan. Itu adalah kabar baik untukku.”

“Benarkah...?” Secercah cahaya mulai merayap memasuki sepasang bola mata si gadis Kim. Binaran menarik di mata si gadis lambat laun menggetarkan hati Hanbin.

Sebab, Hanbin terlampau menyukainya; binaran indah di mata itu.

“Ya.” Hanbin mengangguk membenarkan. “Aku sedang membuat beberapa lagu untuk kuajukan kepada agensi, sebelum mereka benar-benar merekrutku untuk bergabung bersama mereka.”

J'ai Un Rêve | Hanbin ft. DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang