Seberapa banyak rasa sakitmu, sampai sempat tersenyum?
::Airi meremas roknya, tiba-tiba degupan jantungnya berpacu dengan cepat, matanya terus berkedip karena sesuatu ingin mendobrak keluar dari kelopak matanya.
Namun benar, menahan air mata dan kesakitan yang ingin tumpah ruah itu begitu tidak tertahankan, pada akhirnya Airi menangis.
Pria itu berbalik kearahnya, terkejut bukan main saat melihat Airi menangis. "Airi, kenapa kamu menangis?" tanyanya. "Bukankah tidak akan ada lagi yang menyakitimu?"
Bukankah. Tidak. Ada. Lagi. Yang. Menyakitimu.
Kata itu, hanya kata itu yang selalu diucapkan oleh orang yang tidak ingin ia lupakan seumur hidup. Airi menatapnya, kemudian bergumam.
"Arata. Kamu Arata 'kan?" tanya Airi pelan, ia tidak ingin lagi orang yang sekarang berada dihadapannya hanya delusinya.
Arata tersenyum nakal, "Ah tertebak." ucapnya, "Rupanya aku sama sekali tidak berubah ya, tapi Airi sudah berubah banyak."
Arata mengusap rambut Airi lembut. "Kamu memang tidak pernah pantas untuk berada di tempat itu dulu, karena kamu benar-benar--"
"Arata juga tidak pantas berada disana." sahut Airi cepat. Siapapun diantara mereka tidak pernah pantas untuk dapat perlakuan seperti dulu.
"Benar." Arata menganggukan, "Tapi satu-satunya jalan untuk keluar dari sana adalah memupuskan mimpi dan memusnahkan dia 'kan?"
"Apakah Arata tidak punya mimpi lagi?" tanya Airi sedih, ia tahu semejak kasus itu Arata benar-benar menghilang, dan Airi berfikir mungkin Arata ketahuan.
"Tentu ada, Airi mau tahu?" tanya Arata.
Entah kenapa Airi merasa tatapan itu sama dengan dulu, tatapan lembut tapi menakutkan. Airi berkedip, sebenarnya apakah ia mengenal Arata? tanya Airi untuk dirinya sendiri.
Tidak sama sekali, Arata terlalu abu-abu untuk Airi. Semenjak dulupun Airi tidak tahu kalau Arata berniat membebaskannya dari sana. Dulu Arata terlihat seperti orang yang tidak punya harapan, tetapi sekarang ia bisa melihat Arata dengan senyuman cerahnya.
Apakah selama ini Arata bahagia? itu yang selalu ingin Airi tanyakan.
"Jadi apa mimpinya, Arata?"
Arata membuang pandangannya, lalu tersenyum kembali. "Selamanya, apakah orang jahat berhak untuk bermimpi lagi?" tanya Arata.
Ia menundukan wajahnya, rasanya begitu menyakitkan untuk Arata. Ia memiliki mimpi namun setelah kejadian itu, jangankan bermimpi bernafas saja rasanya sangat sakit.
Seolah rasa sakit benar-benar sudah melekat di jiwanya, seperti satu jarum yang mengarungi hatinya, mencari lubang yang belum dijamahnya.
"Arata bukan orang yang jahat." ucap Airi, gadis itu menggenggam tangan Arata, "Tangan ini memang pernah berbuat salah, tapi Arata hanya mencoba melindungi Airi 'kan?" tanya Airi.
"Arata adalah orang yang paling baik yang pernah Airi kenal," ucap Airi, sorot mata Airi menatapnya dalam.
Airi senang telah menemukan kembali orang yang selama ini ia nantikan, dan pastinya ia rindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold On (On Going)
Teen FictionAiri selalu suka ketika dia mengatakan, "Tidak akan ada lagi yang menyakitimu 'kan?" Hanya dengan kata itu, Airi bisa mengatakan kalau ia jatuh hati pada Arata. Sementara itu, Arata tidak pernah mengatakan kalau ia mencintai Airi. Namun rasa ingin m...