Han membawa Elena dan Galen ke rumahnya dengan dibantu oleh sahabatnya Gavin yang sengaja ia telepon untuk membantunya.
Ia tak pernah mengira kelimpungannya malam ini justru membuatnya bertemu dengan dua manusia aneh yang tiba-tiba pingsan di jalan. Benar-benar sangat merepotkan menjadi orang yang baik.
Han memandangi gadis yang kini sedang terpejam di kamar milik adiknya. Entah kenapa ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia merasakan suatu ikatan dengan gadis bersurai ungu itu saat melihatnya berjalan di jalanan sampai akhirnya gadis itu pingsan dan Han tanpa sadar berlari ke arahnya, dengan perasaan yang berkecamuk. Seolah pernah bertemu sebelumnya.
"Han Satya Aibek, apa dia pacarmu?" tanya Gavin penasaran. "Freya bagaimana?" tanyanya lagi, seraya memperlihatkan layar ponsel miliknya di mana Freya terus-terusan menghubunginya untuk mengetahui kabar Han.
Han menepis ponsel milik Gavin, tak tertarik sama sekali. "Bukan. Aku hanya menolongnya," jawab Han datar.
"Aku tak sengaja melihatnya tadi saat berjalan-jalan. Mereka hanya orang asing," gumamnya. Pemuda itu benar-benar terlihat tak antusias, seolah isi kepalanya penuh dengan berbagai macam pertanyaan yang tak pernah mendapatkan jawabannya.
"Han, berhentilah jadi orang baik. Kenapa kamu masih sempat membantu orang asing? Bagaimana jika sebenarnya mereka jahat?" tanya Gavin.
"Apakah kamu berpikir begitu? Mereka berdua kesakitan tadi. Tidak ada orang yang menolongnya, lalu apakah aku harus diam saja melewatinya seperti orang lain?" tanya Han sedikit emosi.
Gavin langsung menepuk pundak sahabatnya dan tersenyum kecil. "Bukan begitu maksudku. Hanya saja, kamu lihat sendiri. Mereka berdua terlihat aneh. Suhu tubuh mereka sangat rendah dibandingkan dengan kita," ujar Gavin.
"Bagaimana jika mereka sebenarnya makhluk tak kasat mata? Jadi, tak ada yang membantunya," Gavin terkekeh.
Han mendelik sebal. "Lebih baik aku menolong orang tak kasat mata daripada bertemu orang aneh sepertimu. Lebih baik kamu pergi jika terus berisik seperti ini," tukas Han kesal.
"Han! Come on! Kamu jangan seperti itu kepadaku. Aku ini sahabatmu. Aku ha-"
"AKU INGIN BERTEMU KAKAKKU"
Han dan Gavin langsung tersentak kaget saat mendengar suara teriakan dari luar. Terdengar kacau. Mereka berdua pun memutuskan untuk langsung keluar dari kamar Aruna dan menghampiri sumber suara.
"Kubilang aku ingin bertemu kakakku!" pekik seorang anak laki-laki bersurai kemerahan.
Aruna yang menghadapi anak laki-laki itu terlihat kesal dan mendorongnya begitu saja. "Sudah kubilang di sini tidak ada gadis perempuan yang lebih tua dariku! Jangan meracau!" tukas Aruna kesal.
"Aruna, ada apa?" tanya Han.
Anak laki-laki bersurai merah itu langsung melemparkan tatapan sinis pada Han dan menarik kerah bajunya. "Kamu bawa kemana kakak-kakakku?" tanya anak laki-laki itu dengan intonasi tinggi.
"Woy! Lepaskan kakakku! Sialan!" tukas Aruna yang kemudian mendorong anak laki-laki itu sampai tersungkur jatuh ke lantai.
Han dan Gavin menatap Aruna heran. Entah hanya perasaan mereka saja atau memang benar adanya, Aruna yang biasanya lemah kini memiliki kekuatan seperti seorang laki-laki yang kuat.
"Aruna! Kamu ini perempuan, kenapa sangat kasar?" Han terlihat kesal melihat tingkah adiknya yang di luar kendali.
Sementara itu, pemuda bersurai kemerahan itu bangkit dan menghampiri Aruna, menatapnya dengan penuh amarah yang terlukis jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orchid Purpura
FantasyHan Satya Aibek tidak pernah percaya bahwa dunia Purpura itu nyata. Ia hanya percaya bahwa Purpura hanyalah sebuah dunia tempat semua akal sehat tak berlaku, juga bagian dari dongeng pengantar tidur yang diceritakan kakeknya saat ia masih kecil. Nam...