[hangul]

8.6K 993 197
                                    

Hari ini Po tidak datang ke sekolah, ia harus menemui ayahnya yang baru saja mendapatkan sebuah telepon dari sekolah jika putra semata wayangnya tersebut sedang berada dalam masalah. Angka bolos pada absensi setiap guru yang mencatatkan namanya itu sudah tidak sanggup ditolerir lagi. Della yang berada di dalam ruangan yang samapun tidak membantu sama sekali. Dia justru mengompori ayahnya untuk memberikan wejangan yang lebih dan lebih agar si putra jera dan tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Po bukanlah anak kurang ajar yang mau menyakiti hati orangtuanya hanya untuk menyelamatkan dirinya. Ia duduk tenang dan mendengar setiap kata yang ayahnya ucapkan di hadapannya. "Kamu sebentar lagi sudah ujian nasional Panji, berapa kali ayah katakan untuk bertahan dan tidak membuat onar?" Ayahnya benar-benar murka saat ini.

"Sudahlah ayah, dia sedang pusing karena pacarnya didekati oleh orang lain," ujar Della yang mulai merekam Po yang diomeli habis-habisan oleh ayahnya.

"Apa! Jadi ini semua hanya karena seorang perempuan?"

"Ayah, jangan dengarkan wanita ular itu karena dia memang hanya seorang Medusa yang sedang menyamar. Dia bukan kakakku," ujar Po penuh kebencian.

Sementara Della yang dicerca oleh adiknya hanya terkikik pelan sambil terus merekam dengan ponselnya. Ayah Po sendiri duduk di kursi kebanggaannya sambil memijat pelipisnya pelan. Kedua anaknya itu memang tidak ada yang beres.

"Kak Della! Berhenti merekamku! Aku tahu kau pasti ingin mempermalukanku dengan rekaman itu kan? Jangan perlihatkan pada dia, ya?"

Ayah Po menaikkan alis kirinya ketika mendengar apa yang Po baru saja katakan. Ada kata yang menarik perhatiannya. "Sejak kapan kau memanggil Della sesopan itu?"

"Semenjak dia jatuh cinta, Ayah." Della kemudian menghentikan rekamannya, ia tersenyum teduh kepada adiknya. "Beberapa hari yang lalu, Della datang ke sekolahannya sekaligus memintakannya izin karena Della mengirim dia dan kekasihnya itu untuk berlibur sebentar. Benar adanya jika dia sering sekali membolos tapi setelah Della perhatikan, angka bolosnya sebenarnya tidak sekencang semester sebelumnya. Jika sebelumnya dia bisa bolos sampai empat hari dalam seminggu, mungkin sekarang dia hanya bolos sehari atau paling banter ya dua hari dalam dua minggu. Sebenarnya dia tidak seburuk apa yang gurunya katakan kepada Ayah."

"Benarkah itu Panji?"

"Aku sebenarnya tidak sadar, tapi sepertinya memang akhir-akhir ini aku lebih sering datang ke sekolah," ujar Po sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal dan mencoba menerawang jauh. Jika ingin diingat-ingat kembali, bolos terakhirnya hanya ketika dia terlambat bangun tempo hari. Ia tidak ingin dimarahi oleh Kanna hanya karena masalah sepele seperti hobi bolosnya saja.

"Tiba-tiba Ayah ingin seklai bertemu dengan orang yang sudah mampu mengubahmu ini."

Della berdiri dari posisi duduknya. "Mungkin belum saatnya Ayah tahu. By the way, kau bawa kendaraan sendiri kan, Panji?" Pertanyaan Della dihadiahi anggukan oleh Po. "Ya sudah kalau begitu, aku mau keluar dan menikmati liburanku di sini. Bye, Ayah. Bye, adikku."

"Apa maksud dari kakakmu yang mengatakan belum waktunya?" tanya ayah Po kepada dirinya.

Po hanya tersenyum dan ikut-ikutan berdiri dari posisinya. "Sudah waktunya pulang sekolah, ada seseorang yang harus kujemput. Terima kasih karena sudah memenuhi telingaku dengan doa dari tadi pagi dan sampai jumpa, Ayah."

Ayah Po hanya menggelengkan kepalanya tanda ia tidak mengerti. "Apakah dia memang harus menunjukkan kebudakannya terhadap cintanya itu?" gumamnya kepada dirinya sendiri.

Begitu keluar dari ruangan kerja ayahnya, Po segera menelepon Kanna. Jam akhir sekolah sudah selesai lima menit yang lalu. Telinganya sudah sangat panas karena dibisikkan kata-kata cinta oleh ayahnya semenjak tadi pagi. Pada dering ketiga akhirnya Kanna mengangkat teleponnya. "Halo," sapa suara lembut itu seolah-olah menyejukkan telinga Po yang terbakar.

Freak OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang