[literature]

8K 921 133
                                    

"Kak," panggil Kanna kepada Po yang saat ini sedang bertopang dagu di hadapannya dengan sebuah senyuman yang sangat lebar dan tatapan yang hanya tertuju kepada dirinya. "Ini apa?" lanjut Kanna ketika sosok yang ada di hadapannya itu hanya memberikan gumaman singkat sebagai jawaban atas panggilannya tadi.

"Pamflet?" Po yang setia dengan senyuman bodohnya itu membuat Kanna muak, pria itu dari tadi hanya menjawab Kanna seadanya tanpa berniat sedikitpun untuk menjelaskan sesuatu.

"Iya, aku tahu. Tapi ini pamflet apa?"

Po kaget seketika. Matanya terbelalak menyebalkan dengan bibir yang ia bulatkan, tidak lupa tangannya yang menutup mulutnya ala sosialita di telivisi ketika mereka tertawa dengan gaya wanita berkelas mereka. Sangat tidak sinkron dengan otot tubuhnya yang sudah mulai menonjol di beberapa bagian tubuhnya.

'Fix, Po sangat menyebalkan hari ini,' geram Kanna panas di dalam hatinya.

"Jangan bilang kalau kamu lupa caranya membaca, Kanna? Sini, sini, sama Kakak. Biar Kakak ajarkan cara membaca lagi ya?"

"Kak Po! Ayolah. Aku tahu ini pamflet Festival Bedah Sastra. Tapi pertanyaannya adalah untuk apa? Kamu mau aku apakan pamflet ini?"

Po terkikik pelan sebelum menjawab Kanna. "Bukankah itu sudah cukup sebagai undanganku?"

"Undangan?"

"Yep. Ayo ke festival itu bersama."

Kanna tertunduk untuk kembali membaca pamflet meriah yang Po berikan kepadanya tadi. Besok akan ada sebuah festival yang pemerintah kota selenggarakan sebagai upaya untuk memancing hobi gemar membaca di kalangan kawula muda. Akan ada banyak food stall yang menjual aneka makanan-makanan enak dan menggiurkan seperti camilan, bakso bakar, takoyaki, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, drink stand juga tersebar di berbagai penjuru taman kota, teh tarik, mocktail, green tea, dan masih banyak lagi. Dan yang jauh lebih penting adalah beberapa sastrawan dan sastrawati akan turut memeriahkan festival itu. Lapak buku pun akan banyak digelar mengingat hal ini termasuk poin primer dari Festival Bedah Sastra nanti.

'Haruskah aku pergi?' timbang Kanna di dalam hati. Ia tidak yakin apakah dirinya harus pergi ke tempat itu bersama dengan Po atau tidak. Bukannya pria itu seharusnya menghabiskan waktu bersama dengan kekasihnya jika ingin bepergian? Tapi kenapa Po justru mengajak dirinya yang notabene hanyalah seorang juniornya di sekolah? Kanna kemudian menggelengkan kepalanya guna menolak permintaan seniornya itu.

Senyuman yang Po lontarkan sedari tadi luntur seketika. Perasaannya tidak enak. Sepertinya ia bisa menebak apa yang sedang Kanna pikirkan saat ini. Jika saja ia bisa menghubungi Raya dan menyelesaikan semua masalah ini, ia bisa saja dengan percaya diri memaksa Kanna untuk ikut dengannya. "Please," mohon Po.

"Aku tidak bisa mengambil hak orang lain, Kak."

"Kamu tidak mengambil hak siapapun. Aku sendiri yang mengajakmu, I didn't ask her."

"Bukannya seharusnya yang kamu ajak itu Kak Raya? Kenapa aku?"

Po kemudian meraih kedua tangan Kanna untuk masuk ke dalam genggaman tangannya. Tangan Kanna itu kecil, tidak sama dengan tangan seorang pria peninju samsak sepertinya. Ia kemudian menghela napasnya perlahan. Untuk yang ke sekian kalinya, ia tidak mau salah bicara dan menyakiti Kanna tanpa ia sadari. "Listen. Aku berjanji akan mengakhiri hubunganku dengan Raya sesegera mungkin ketika aku bisa menghubunginya kembali. Dia sebentar lagi akan sidang skripsi, maka dari itu dia tidak bisa diganggu sama sekali."

Ia bisa merasakannya. Po bisa merasakannya. Kanna menggenggam tangan Po erat sekali. Jika Po boleh sombong, sebenarnya Kanna ingin sekali ikut ke festival itu namun dia terkendala akan statusnya. Sedikit banyak, Po sudah memperlihatkan percikan-percikan perasaannya kepada Kanna melalui puzzle yang ia berikan perkeping kepada Kanna.

Freak OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang