Riyen menghempaskan badannya ke sofa
"Papa tau ga sih kalau aku mati-matian biar tetep waras disini?" Riyen natap langit-langit putih dengan lampu efek berwarna gradasi seperti aurora di apartemennya
"Tapi pasti papa lebih berat ya disana? Karena ibu semuanya jadi gini" lanjutnya dengan helaan nafas beratnya, Riyen nyoba buat nutup matanya yang udah agak panas, mungkin demamnya naik karena motoran malam-malam
"AKU MAU PISAH!" ucap wanita yang masih berparas cantik meskipun usianya sudah menghampiri kepala tiga
"Kita udah punya anak, kenapa kamu gamau nyoba buat bertahan setidaknya demi Riyen" Suaminya masih berusaha nahan emosinya juga
"Ga! kalau kamu gamau pisah, aku bakal pergi sendiri dari sini"
"Kenapa pas papa sama mama meninggal kamu baru mau pisah? kenapa ga dari awal, Kalo kamu emang mau hancurin hidup aku, yaudah sana pergi tapi Riyen? Kamu ga mikirin anak kamu, yang kamu pikirin cuma orang lain yang bahkan ngerusak rumah tangga kita"
"Anak kita? aku ga punya anak, kalau kamu ga bisa ngurusin dia, banyak noh Panti Asuhan"
Pria itu mengepalkan tangannya, "Oke, aku bakal urus perceraian kita besok. Tapi ada satu syarat", wanita itu diam menunggu suaminya melanjutkan syarat yang dimaksud
"Hak asuh Riyen ada sama kamu, aku gamau kalau sampai dia ga dapat apa yang seharusnya dia dapat, aku bakal mantau kamu dari jauh" tatapan yang awalnya sendu itu berubah jadi tajam
"Ga masalah, anak kamu aman sama saya" Pria seumurannya tiba-tiba muncul dari arah pintu
"Gatau terima kasih emang kalian" kata Ayah Riyen lalu ninggalin dua orang yang udah mengkhianatinya
Dengan langkah yang berat, tiba-tiba ada tangan yang nyentuh kakinya didekat tangga menuju kamarnya
"Pa" panggil anak itu lirih
"Maaf ya karena aku kalian jadi ribut lagi" anak itu mendongak dengan mata yang berkaca-kaca
"Eh? ga sayang, kamu emang dengar apa tadi?" dia tau anaknya masih berumur tujuh tahun tapi anaknya itu udah ngerti masalah keluarganya karena hampir setiap hari ada keributan
"Aku beneran mau dibawa ke Panti ya Pa? tapi gapapa kok yang penting Ibu ga marah-marah lagi"
Papanya langsung meluk anaknya erat, "Engga, siapa bilang Ibu marah-marah"
"Riyen sayang ga sama Papa?" lanjutnya, Riyen cuma mengagguk kecil masih dipelukan Papanya
"Kalau Riyen sayang Papa, nanti Riyen harus ikut sama Ibu terus harus nurut ya. Ini tuh misi dari Papa, kalau Riyen berhasil nurut sama Ibu nanti Papa kasi hadiah"
"Ikut terus nurut sama Ibu? Tapi Riyen takut sama Ibu" anaknya nunduk lagi-lagi mau nangis
"Takut kenapa? Papa kan ada juga, nanti kamu tinggal bilang ke Papa kalau ada apa-apa", masih berusaha membuat anaknya yakin, dengan sedikit ragu anaknya ngangguk lalu natap dia khawatir
"Papa janji, ga bakal jauh-jauh dari Riyen, biar hadiahnya juga nanti gampang Papa kasi kalau Riyen udah selesaiin misinya"
"Promise?"
Riyen menautkan kelingking kecilnya dengan kelingking Papanya
Riyen membuka matanya yang entah sejak kapan berair
"Cih lemah banget gitu doang nangis" Riyen ngatain dirinya sendiri
>>><<<
tbc