1

33 0 0
                                    

1 November 2016, ini adalah hujan pertama setelah kemarau panjang. Mungkin hujan telah turun sejak pukul dua dini hari tadi karena dia sempat terbangun sebentar tatkala mendengar suara petir di tengah tidurnya.

Pagi ini tidak ada yang berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya selama tiga tahun terakhir. Setelah mandi, Rania melempar handuknya sembarang ke arah kasur. Menyisir sebentar rambutnya, tanpa bedak dan tanpa polesan lipstick ataupun lip balm di bibir, ia biarkan wajahnya pucat begitu saja.

Kalau berpikir kamar gadis kelas dua SMA itu tertata rapi dan nyaman untuk dipandang, kalian salah besar. Sangat salah. Semua jauh dari apa yang kalian imajinasikan.

Bungkus ciki dan kaleng-kaleng minuman tercecer di lantai, buku-buku menumpuk tidak hanya di atas meja belajar ada juga yang di atas kasur. Berantakan.

Baju-baju tidak semua berada di lemari, sebagian lagi baju kotor menggunung di gantungan berhari-hari, tak sedikit pula yang menumpuk di tempat tidur. Ada sepaket alat makan di atas nakas, itu bekas untuk makan tadi malam belum sempat dicuci atau memang tidak akan sempat dicuci atau bahkan akan dicuci dua tiga hari ke depan sekalian bersama tumpukan-tumpukan piring berikutnya.

Tidak ada sarapan sudah biasa bagi Rania, apalagi bi Ningsih izin pulang kampung sejak sepekan lalu. Nanti Rania akan beli di kantin sekolah, untuk makan malam Rania biasanya pesan lewat ojek online saja.

Walaupun sudah tidak sederas tadi, tapi tetap saja masih gerimis, memaksa Rania tetap menggunakan payungnya. Setelah pamit pada pak Joko satpam rumah, Rania berjalan menuju depan kompleks perumahan untuk naik bus menuju sekolah.

*****

Sepuluh menit lagi bel berbunyi, jadi keadaan kelas sudah ramai. Ada yang sedang nge-game, usil dengan temannya, ada yang sedang bernyanyi dengan suara sumbang, ada juga yang malah pacarana di dalam kelas.

Berbeda dengan Rania, seperti biasa. Duduk di belakang, pojok kelas, menyandarkan kepalanya ke meja. Walaupun masih pagi tapi Rania sudah tidak punya gairah untuk beraktivitas.

Sambil entah melamunkan apa, Rania juga mencuri dengar sepasang kekasih yang sedang mengobrol mesra di bengku depan tak jauh dari dirinya berada.

"Sayang, nanti kita jadi pergi kan ?"

"Nggak bisa, kamu kan tahu hari Selasa jadwal rapat sama anak-anak OSIS" si cowok mencoba memberi pengertian, sambil menyelipkan rambut kekasihnya ke belakang telinga. Mungkin tadi helaian rambut itu sedikit menghalangi penglihatan si cowok dari wajah cantik pacarnya.

Rania tersenyum kecut mendengar obrolan itu. Cowok itu, dia adalah Garin. Sahabatnya. Dulu. Ya, dulu sebelum ada sebuah peristiwa yang mengubah segalanya.

Sekarang Rania dan Garin bagaikan dua orang yang tak pernah saling mengenal, dunia mereka sudah berbeda. Walaupun berada di kelas yang sama setiap harinya, tapi keduanya tidak tahu bagaimana keadaan masing-masing, selain tahu bahwa fisik mereka baik-baik saja. Tanpa disadari masing-masing telah sama-sama saling menyakiti hati satu sama lain.

*****

Rania dengan tenang menikmati makannya di kantin. Masih sama, sendiri.

Bukan karena tidak ada yang mau berteman dengan dirinya, tapi Rania memang sengaja menarik diri dari orang-orang di sekitarnya. Rania sangat tertutup mengenai kehidupannya.

Tindakan Rania ini membuat teman-temannya sungkan untuk berteman bahkan tidak sedikit yang berspekulasi bahwa Rania adalah gadis yang sombong. Jadi tak heran jika sampai sekarang pun teman-temannya memilih tidak mengajak Rania bergabung, selain jika ada tugas dari guru saja.

Keadaan kantin yang tadinya biasa-biasa saja, kini mulai terlihat lebih ramai. Bisikan-bisikan para gadis entah adik kelas, seangkatan, dan bahkan kakak kelas mulai terdengar. Tanpa menengok untuk melihat apa yang sedang terjadi pun Rania sudah tahu ada apa.

Siapa lagi jika bukan grombolan 5 cowok populer sekolah yang selalu bersama, kini sedang memasuki kantin. Mereka adalah Kelvin, Rio, Juan, Daniel, dan juga Garin. Kelvin dan Rio adalah anak kelas 12 sedangkan Juan, Daniel, dan Garin kelas 11. Mereka berlima satu almamater dan satu tongkrongan ketika SMP dulu, maka tak heran jika di SMA pun mereka masih terlihat selalu bersama, mereka berlima sudah seperti boy band saja yang kemana-mana bersama tidak lupa dikelilingi para penggemar.

Rania masih menikmati suapan terakhirnya, sampai dia mendongak ketika ada sumber suara yang mengintrupsi.

"Mohon perhatian buat temen-temen semuanya," semua orang yang ada di kantin sudah focus pada Yasinta si wakil ketua OSIS yang akan memberikan pengumuman, "di sini gue mau ngasih pengumuman tentang open recruitment kepanitiaan acara konser amal sekolah, yang mau daftar silahkan mendaftarkan diri ke ketua kelas masing-masing, pendaftaran dibuka hari ini sampai tanggal sepuluh, siapapun boleh mendaftar,"

"diutamakan anak-anak yang nggak pernah berkontribusi apa-apa sama SMA Nusantara" Sahut Garin sinis memotong pengumuman dari Yasinta. Sambil berkata seperti itu, Garin selaku ketua osis melirik sekilas ke arah Rania.

Rania, yang tahu perkataan Garin berupa sindiran itu ditunjukan padanya langsung menundukan kepala. Rania memang selama SMA belum pernah turut serta dalam acara sekolah, jangankan jadi panitia, untuk hadir saja dia tidak pernah. Sifatnya yang dianggap tidak menghargai acara yang diadakan sekolah ini menambah lagi daftar yang tidak menyukai dirinya.

Perkataan Garin itu cukup membuat Rania dongkol hingga mengepalkan tangannya di bawah meja. "Dasar Garin sialann, gue benci sama lo!!" gerutu Rania dalam hati.

*****

Terimakasih sudah mau membaca cerita yang garing ini :D

Kritik dan saran sangat dibutuhkan :)

25 Desember 2019

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang