#3 : Tunas

76 10 5
                                    

Dia selalu menyembunyikan kegugupannya dibalik komik.

Tidak ada yang dilakukan perempuan itu selain duduk di tempatnya sambil mengerahkan seluruh fokus pada rubik dikedua tangannya. Hun melihat tulang hidung miliknya menjulang sempurna dari sisi kiri wajah perempuan itu. Hampir tiga tahun, hidungnya masih saja terlihat memesona.

“Aku frustrasi!” perempuan itu berdecak kesal.

Hun masih larut memerhatikannya.

“Yoon Bomi?!” gadis yang berdiri di ambang pintu berteriak, dia sempat melirik ke arah Hun yang langsung buru-buru membaca komiknya lagi.

“Kamu butuh waktu istirahat nggak sih?” Jennie menyemprot Bomi begitu gadis ini mendekatinya.

Bomi tidak berekspresi macam-macam menanggapi omelan dari Jennie, seolah-olah sudah terbiasa.

Mereka melintasi terowongan pendek yang dipenuhi murid-murid berkelakuan aneh. Bomi mendadak kesal dengan lingkungan sekitarnya, bisa dibilang perasaannya berubah sentimentil. Mungkin ini ada hubungannya dengan kegagalannya sendiri memainkan rubik yang warnanya tak pernah berhasil selaras.

Dan, di saat seperti ini, Jennie malah bicara yang semakin membuat Bomi menganggap orang-orang di sekitarnya memang benar aneh.

“Bomi-yaa, menurutku Hun itu menyukaimu deh.” Jennie meletakkan ujung telunjuknya didagu, seakan dia seorang detektif yang sedang berusaha memecahkan teka-teki.

“Begitu ya?” Bomi acuh tak acuh, dia sempat berhenti, dan berjongkok guna membetulkan ikatan tali sepatunya. Lalu lanjut berjalan lagi tanpa mengajak Jennie.

Tapi, Jennie sudah muncul lagi di samping kanannya.

“Tadi aku nggak sengaja melihat dia.”

“Lalu?”

“Hun memandangimu tanpa berkedip.”

“Coba lihat wajahku, Jen!” Bomi menghentikan langkah mereka, itu membuat Jennie kaget.

“Mungkin penampilanku ada yang aneh, hm?”

Jennie menuruti apa kata Bomi walaupun dia merasa tak ada gunanya.

“Nggak ada yang salah.” Alisnya bertaut, perlahan-lahan Jennie mendorong tubuh Bomi dan mengajak mereka kembali berjalan.

“Simpan omong kosongmu tentang Hun yang menyukaiku. Kita semua tahu bahwa perhatiannya hanya untuk kucing.”

“Setidaknya kamu harus sadar bahwa Hun itu seorang lelaki normal yang pasti akan mencintai lawan jenis. Bukan seekor kucing!”

“Hun akan menemukan kucing betina yang cantik tentu saja, tapi bukan aku.”

“Mungkin saja dimatanya kamu terlihat sebagai primadona kucing betina.”

“Lucu sekali.” Bomi tertawa renyah. “Hun menyukai primadona kucing betina seperti Son Naeun yang mencintai tempat semacam perpustakaan.”

“Aku berani bertaruh Hun memang menyukaimu!” Jennie kembali meninggikan opininya.

“Ya silakan saja kamu bertaruh dengan dirimu sendiri.” Bomi mengkangkat satu tangannya ke udara, melambai ke arah Jennie sekaligus meninggalkannya.

.

.

.

Bomi mematut diri di depan cermin raksasa toilet sekolah. Ukuran cermin ini benar-benar besar, bahkan bayangan dirinya kelihatan sanggup ditelan. Bomi menyisir rambutnya dengan jemari tangan kanan, tak dipungkiri bibirnya berkomat-kamit tidak jelas. Bomi hanya menggerutu soal Jennie yang dianggapnya aneh.

One || N.Flying x Yoon Bomi's FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang