Part 4

12.5K 1.1K 220
                                    

Pagi ini Rahma bangun lebih dulu, ia melihat sang suami masih bertelanjang dada. Mereka ketiduran hingga tak sempat bersih-bersih setelah bercinta semalam. Rahma buru-buru mandi dan membangunkan Hamdan untuk membersihkan diri. Setelah Hamdan bangun, Rahma berniat untuk ke kamar Sekar agar bisa sholat subuh bersama-sama.

Sekar sendiri sudah bangun dan bahkan sudah memakai mukenahnya.

"Sekar?" Sekar menoleh dan tersenyum canggung. Bagaimana pun sahabatnya sekarang adalah istri pertama suaminya.

"Ya?"

"Kita sholat bersama-sama ya," ajak Rahma. Sekar menggeleng pelan.

"Rahma, sudahlah, aku sudah sangat tertolong karena kamu mau menampungku di rumah ini. Dan aku tidak berharap apa pun pada pernikahan ini, suami mu tetaplah suamimu, jangan berusaha untuk mendekatkan kami berdua, karena akhirnya hanya akan menjadi beban antar aku dan mas Hamdan."

"Sekar ...."

"Aku mohon Rahma." Rahma diam. Ia pun mendekat dan memeluk Sekar sembari menangis. Sekar mengusap punggung Rahma memintanya untuk bersikap biasa saja. bersikap selayaknya nyonya di rumah ini. Dan Sekar akan membantu pekerjaan di rumah besar ini.

Rahma pun sholat subuh berdua dengan Hamdan. Ada rasa penasaran di hati kecil Hamdan tentang Sekar yang tak mau sholat bersama. Namun ia buang jauh-jauh rasa penasaran itu.

Selesai sholat seperti biasa Hamdan akan berzikir lumayan lama hingga masuk waktu sarapan.

Rahma dan Hamdan terkejut melihat Sekar sudah menyiapkan sarapan untuk mereka. Sekar nampak tersenyum ramah dan hangat, lalu menyuruh mereka untuk duduk dan memakan sarapannya.

"Kamu yang masak ini semua?" tanya Rahma. Sekar mengangguk sembari memberikan piring untuk Rahma dan Hamdan.

Mereka pun nampak memakan sarapannya dengan lahap. Walau hanya nasi goreng tapi mereka sangat menikmatinya karena rasa masakanya yang luar biasa enak. Hamdan bahkan sampai minta tambah tidak seperti bisanya. Rahma diam-diam tersenyum melihat suaminya yang bermuka datar tapi tergiur dengan masakkan Sekar.

"Enak banget ya, Mas?" tanya Rahma iseng.

"Banget eh, biasa aja kok, Cuma karena laper aja jadi nambah." Hamdan berdehem dan meneguk air mineralnya lalu bersiap untuk berangkat kerja.

"Loh, nggak di habiskan, Mas?"

"Udah telat ini." Hamdan nampak terburu-buru dan tak mau melihat Sekar. Setelah berpamitan pada Rahma dan mengecup keningnya ia pun melesat pergi.

*****

Rahma melihat Sekar yang tengah menyapu halaman bersama dengan asisten rumah tangganya Yeti. Rahma yang melihat itu langsung menghampiri Sekar dan merebut sapu di tangannya. Sekar terkejut begitu pun Yeti.

"Kamu ngapain sih, Sekar? Aku ajak kamu ke sini itu untuk bahagia, bukan untuk bekerja."

"Aku bosan kalau hanya diam saja Rahma. Tubuhku sudah sehat, kalau hanya duduk dan tiduran saja aku bosan. Biarkan aku ikut membantu bu Yeti ya."

Nggak, aku nggak mau kamu terlihat macam itu. Kalau kamu bosan aku bisa ajak kamu jalan-jalan ke Mall atau ke mana pun kamu mau."

"Enggak, Rahma, aku nggak butuh itu aku hanya senang jika aku berguna di rumahmu ini."

"Ini juga rumahmu Sekar."

"Rahma, kamu tetap nyonya di rumah ini dan aku hanya adikmu, tidak lebih."

"Sekar ...." Sekar tersenyum dan meraih lengan Rahma.

"Ibu hamil itu nggak boleh cerewet tahu, udah sana masuk di luar panas."

"Ya kamu juga masuklah."

"Ya, aku masuk setelah ini selesai."

"Sekar ...."

"Rahma !"Rahma mendengus dan masuk ke dalam. Yeti yang melihat itu sangat heran karena bisa-bisanya istri pertama dan kedua seakur ini. Dan madu yang Yeti tahu lewat tv adalah pelakor yang merebut suami orang. Ini justru kebalikannya. Ia sangat sederhana dan mau membantunya bekerja di bawah terik matahari seperti ini.

Ia bahkan tak pernah terlihat menggoda suaminya sendiri. Pernikahan poligami macam apa ini? Yeti benar-benar di buat bingung oleh keluarga di tempatnya bekerja ini.

"Bu Yeti, jangan bengong, ayo teruskan, kalau lelah Ibu bisa istirahat dulu biar aku yang selesaikan."

"Eh, nggak usah nyonya, biar saja saya yang kerjakan semua."

"Aku itu numpang di sini, bagaimana bisa Ibu panggil aku nyonya?" Sekar terkekeh dan melanjutkan pekerjaanya.

"Tapi kan, nyonya Sekar ini istri ."

"Ya, aku memang istri, tapi hanya siri, agar tidak timbul fitnah di kemudian hari. Hanya itu saja." Yeti terdiam. Jadi begitu, kenapa Sekar ini sangat baik dan sederhana karena niat mereka menikah hanya karena takut timbul fitnah. Apakah bila hanya menikah karena takut timbul fitnah mereka tidak akan tidur bersama? hal seperti menjadi pertanyaan besar bagi Yeti.

****

Hamdan pulang sore hari, ia nampak membawa makanan kesukaan Rahma. Dengan senang hati Rahma menerima itu.

"Terima kasih sayang," ucap Rahma setelah memberikan kecupan mesra di pipi Hamdan. Sekar yang ada di tempat yang sama tersenyum melihat kemesraan mereka.

"Sini, biar aku siapkan makananya." Rahma tersentak, ia lupa jika ada Sekar di sana. Rahma nampak canggung dan malu karena tadi bersikap mesra pada sang suami. Hamdan melirik Sekar yang menuju dapur untuk menyiapkan makanan Rahma.

Sekar bawa makanan itu dengan teh hangat untuk Hamdan. Ia letakkan di meja.

"Silahkan, saya permisi ke kamar."

"Sekar." Langkah Sekar terhenti saat Rahma memanggilnya.

"Makanlah bersama, jangan seperti orang asing begitu." Rahma nampak sedih karena Sekar seakan menganggap dirinya adalah orang lain di rumah besar ini. padahal Sekar juga nyonya di rumah ini.

"Tidak, Rahma, kalian saja ya, aku lelah mau istirahat."

"Tuhkan, kamu kecapean karena kamu beres-beres rumah terus." Hamdan sedikit terkejut mendengar itu. Ia lantas melihat ke arah Sekar yang menunduk malu.

"Kamu ikut beresin rumah?" tanya Hamdan untuk pertama kalinya setelah menikah. Rahma yang menjawab dengan anggukan cepat berkali-kali.

"Kenapa? Apa kamu tidak percaya dengan asisten rumah tangga di sini? Sampai kamu harus turun tangan sendiri?" Rahma tersentak dan menyikut lengan Hamdan.

"Kamu kok bilang begitu sih?" protes Rahma. Hamdan berdiri dan berjalan ke arah kamar. Saat berpapasan dengan Sekar Hamdan berbisik.

"Saya tidak suka jika kamu ikut campur tentang rumah ini." Hamdan lantas masuk ke dalam kamar. Sekar menunduk sedih karena merasa apa pun yang akan ia kerjakan nanti selalu dianggap salah.

Hati Sang Madu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang