Terduduk di kursi koridor sekolah. Mengamati lapangan yang tengah gegap gempita oleh suara sorakan. Sorakan itu terdengar berulangkali, semakin nyaring ketika salah seorang memasukkan bola ke ring. Fania hanya melihat dari kejauhan tak ingin merasakan sesak, entah sesak yang seperti apa. Sesak mana yang akan dia rasakan. Sesak karena harus menerobos kerumunan orang atau sesak karena yang lalu tak lagi seperti dulu.
Fania bangkit berjalan menuju kelasnya, tak menyukai cuaca siang hari ini. Waktu istirahat ini harus dia manfaatkan sebaik mungkin, tak boleh terlewatkan begitu saja. Fania memasuki kelas yang hanya terdapat tiga teman kelasnya, satu diantara mereka adalah lelaki.
"Fania lo mau masuk ekstrakuler apa di sekolah?" Lala bertanya sembari menghapus papa tulis.
Awalnya mereka berbicara menggunakan aku-kamu. Sekarang? Setelah kenal beberapa jam mereka mulai berubah menjadi tidak formal. Memang begitu, kedekatan memang dapat merubah apapun.Fania duduk bersandar pada kursi yang berada tepat di belakang Lala, yang tadinya digunakan Lala untuk menjangkau bagian papan tulis yang tidak tercapai oleh tubuhnya yang pendek.
"Disini ada apa aja Eskulnya?"
"Lumayan banyak sih, ada taekwondo, silat, kara--"
"Gue nggak suka olahraga dan bela diri," potong Fania cepat.
Lala mengangguk-anggukan kepala. "Ada club MIPA, club seni, paskibra, pokoknya banyak deh!" Sambung Lala.
Fania tertawa melihat mimik wajah Lala yang terlihat lelah berfikir."Lo belum nyebutin semuanya La, ya gue jadi bingung mau milih yang mana."
Lala menghela nafas, lalu duduk di lantai berhadapan dengan Fania. Lala mengeluarkan brosur ekstrakuluer sekolah mereka dari sakunya, lalu menyodorkannya kehadapan Fania.
Alis Fania terangkat satu. "Kenapa nggak dari tadi La?" Fania tersenyum jahil.
"Biar ada obrolan aja tadi, abisnya takut garing," Lala meringis kecil.
Sambil menggelengkan kepala, Fania mengamati brosurnya. Lala mengetuk-ngetuk lantai berulangkali, membiarkan Fania sibuk mengamati brosurnya. Sampai akhirnya Fania mengembalikan brosur padanya.
"Gue mo ikut club mading aja!" Nada penuh semangat terdengar dari Fania.
"Yakin?" Tanya Lala lagi.
Kepala Fania terangguk dua kali. Lala mengacungkan jempol miliknya.
"Hati-hati disana ada cogan galak," ujar Lala memperingati.
"Ya bagus dong kalo cogan, siapa tau bisa jadi gebetan!" Balas Fania menaik turunkan kedua alisnya.
Lala memutar kedua bola mata. "Serah yu!"
Fania bersyukur karena bertemu dengan Lala.Walaupun belum bisa sepenuhnya percaya pada Lala. Sungguh Fania sangat senang bisa bertemu Lala yang terlihat sangat Friendly. Tampang Lala yang terlihat manis menambah aura positif untuk gadis itu.
Fania harap Lala bisa menjadi orang yang dia percaya. Fania butuh Lala dan ia yakin Lala pasti dapat membantunya. Fania seberusaha mungkin untuk menjaga hubungannya dengan Lala. Sebab hanya gadis itu yang Fania percaya di lingkungan sekolah barunya."Ayo temenin gue!" Fania menarik lengan Lala.
Lala dengan pasrah mengikuti langkah kaki Fania. Langkah mereka terhenti didepan kelas.
"La ketua club mading siapa?" Fania menoleh pada Lala."Si Kakak judes!" Jawab Lala singkat.
Fania menatap lamat-lamat wajah Lala.
"Namanya Lala, bukan julukannya!""Namanya kak judi, kelas dua belas!" Lala menunjukkan raut wajah kesal.
Fania mendelik."Hah judi? Yang bener La!" Tanyanya. Heran dengan nama yang Lala sebutkan tadi.
Kini Lala yang menarik lengan Fania secara tiba-tiba. Membawa Fania menaiki tangga, menuju barisan kelas 12 berada. Fania mengamati sekitar, banyak orang yang menatap heran ke arah mereka berdua. Fania fikir mungkin mereka heran kenapa anak kelas 11 berani-beraninya naik ke kawasan kelas 12.
"Kak Judi i'm here!" Teriak Lala membuat banyak orang memandang kesal ke arah mereka. Suara teriakan Lala memang berlebihan.Orang yang merasa terpanggil oleh Lala mendekat ke arah mereka berdua. Sosok lelaki tinggi, bahu tegap, berambut hitam legam, putih, dan jangan lupakan tatapan matanya yang tajam. Fania mengamati dengan teliti penampilan sosok lelaki bernama Judi itu.
"Apa si lu, nggak sopan!" Suara lantang itu terdengar sekoridor kelas 12.
"Judi judi judi!" Balas Lala menantang.
Dalam hati Fania memaki Lala, berani sekali temannya ini berurusan dengan kakak kelas seperti Judi, yang terlihat garang, Benar kata Lala bahwa si ketua mading terlihat sangat judes. Melihat wajahnya Fania dapat langsung menebaknya.
Fania sengaja memukul pundak Lala, ingin menghentikan aksi Lala yang sangat berani. Namun sia-sia.
Saat ini Judi sudah berada dihadapan mereka. Lala beradu tatapan dengan Judi. Fania merasa harus ada peleraian, langsung mengalihkan perhatian mereka berdua. "Eh kak Judi, saya mau daftar club mading," ujar Fania takut-takut.
Judi menatap Fania dengan wajah heran, seolah baru menyadari kehadirannya.Fania menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung harus memberikan reaksi apa.Judi mengangguk sekali, "Nama lo siapa?" Tatapan lelaki itu menjadi lebih datar dari sebelumnya.
Lala diam menyimak masih dengan wajah kesalnya. "Namanya Fania, sekelas sama gue." Lala menyahut menanggapi.
Fania mengganguk, membenarkan ucapan Lala.
"Kalo lo sendiri punya mulut, ngapain ngandelin orang lain?" Tanya Judi tiba-tiba sarkastik.
"Emang salah kalo orang mau membantu?" Fania merasa emosinya mulai tersentil. Judi berkata dengan nada meremehkan. Fania tak suka sikap seperti itu. Merendahkan rang lain tak akan membuat kita semakin tinggi bukan?
Judi mengangkat satu alisnya, "berarti lo lemah, karena selalu ngandelin orang lain!"
"Bukannya manusia itu adalah makhluk sosial?" Nada berbicara Fania kini menunjukkan ketidaksukaannya pada sikap Judi.
Judi terdiam, Lala mengutuk Judi dalam hati. Merasa Judi telah kalah telak oleh Fania. Kini Fania yang mengangkat satu alisnya.
"Nanti saya ke kelas Kakak buat pendaftarannya, saya permisi!" Fania berjalan santai menninggalkan Lala dan Judi.
Judi merenung, mengutuk dirinya sendiri mengapa tak bisa membalas ucapan Fania. Baru kali ini ia merasa ada yang berbeda, entah apa. Tak pernah ada seorang perempuan pun yang mengalahkan perdebatan dengan dirinya. Fania merubah sejarah itu sekarang, dan mungkin untuk seterusnya.
Lala tertawa melihat ekspresi Judi. "Judi ohh judi. Mangkanya jangan main kartu terus!" Ledekan Lala membuat emosi Judi kembali mendidih.
Judi menarik rambut Lala. "Lo adalah asal mula dari semua ini!" Tuduh Judi.
Lala memukul lengan Judi dengan keras, namun pukulan itu tak berarti apa-apa bagi Judi. Entah sampai kapan perkelahian mereka akan berakhir, yang melihatnya pun mungkin akan merasa bosan.
______________________
selamat membaca, jangan lupa tinggalkan comment dan vote nya ya. Udah?!
Terus temani kami ya , support kami supaya bisa membuat kalian senang dengan karya kami.
"Terimakasih---"
10 November 2019❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Alura
Teen FictionDont copy this storie❌ Jika ada yang menyuruhmu untuk memilih, apapun jawabannya merupakan hakmu. Jangan bertanya padaku, karena aku takkan bisa menentangmu. Semua yang kau lakukan akan meninggalkan bekas, entah apapun itu. Percaya atau tidaknya i...