Kalau Renjun boleh memaki, ia sangat ingin memaki. Jeno benar-benar tidak main-main dengan niatnya membiarkan Jisung tidur terpisah dari mereka. Pria itu benar-benar menyiapkan salah satu kamar di rumah mewahnya untuk di jadikan kamar khusus Jisung. Renjun memandang tajam pada para pria-pria berbadan besar yang sibuk mondar-mandir di rumahnya dengan membawa segala macam alat yang Renjun malas menyebutkannya.
Tatapan tajam Renjun beralih pada Jeno yang saat ini tengah berdiri di tengah-tengah ruang keluarga mereka, menatap para pekerja sambil menggendong Jisung. Sesekali pria itu memberi arahan pada para pekerja tentang tata letak dan sebagainya. Jisung yang ada di gendongan ayahnya hanya memandang polos dengan jari-jari yang bermain dengan rambut belakang Jeno sementara pria itu akan sesekali menanggapinya dengan kecupan di pipi.
"Hyung, kau serius tentang ini semua?"
Jeno yang mendengar suara halus itu menoleh pada sang istri yang kini tengah duduk di sofa ruang tengah mereka sambil melipat tangan di depan dada. Oh, dan jangan lupakan tatapan tidak sukanya yang membuat Jeno geli. Pria bermarga Lee itu hanya tersenyum tipis dan menghampiri istrinya yang mungkin saja sedang merajuk saat ini.
"Ya, aku sudah mencoba berkompromi semalam tapi karena pengganggu kecil ini aku bahkan tidak bisa sekedar menyentuh bibirmu" Jeno berucap tanpa rasa malu.
Renjun mendelik sebal pada suaminya dan menerima Jisung di pangkuannya saat Jeno menyerahkan si kecil padanya. Renjun meletakan badan mungil Jisung diatas pangkuannya. Ia otomatis menggerakan kakinya naik turun dengan pelan membuat badan Jisung memantul kecil dipangkuannya. Renjun memberikan senyum lebar saat tangan Jisung menyentuh hidungnya.
Renjun menatap teduh wajah imut anak tirinya itu sebelum kemudian memberi kecupan-kecupan kecil di pipi gembilnya. Sejenak melupakan kekesalannya pada Jeno dan fokus menggodai Jisung yang kini tertawa karena merasa geli.
"Lihatlah, kau bahkan mengabaikanku. Harusnya kubiarkan saja Jisung bersama ibu" celetuk Jeno.
Renjun menghentikan tawanya dan menoleh cepat pada Jeno.
"Jangan asal bicara. Kau bisa menyakiti Jisung"
Ia tiba-tiba kesal sekali pada suaminya itu. Pria itu terdengar sangat brengsek dan seakan-akan tidak menginginkan kehadiran Jisung. Renjun itu seorang anak buangan, masa kecilnya ia habiskan di panti asuhan sebelum kemudian bertemu dengan keluarganya yang baru. Ia tahu bagaimana sakitnya merasa tidak diinginkan, jadi ia tidak mau anak semanis Jisung merasakan hal yang sama.
Entah karena terlalu kesal atau hanya sedang sensitif, Renjun tiba-tiba ingin menangis. Matanya sudah mengembun dan berkaca-kaca. Ia segera mengalihkan tatapannya dari Jeno yang kini menatapnya heran. Renjun bangkit dari duduknya dengan menggendong Jisung. Ia bawa anak mungil itu masuk kekamar dan meninggalkan Jeno sendirian di ruang tengah mereka.
"Aku salah bicara?"
Jeno yang bingung dengan reaksi istrinya hanya bisa mengendikan bahu acuh sebelum kemudian bangkit dari duduknya. Ia kemudian berjalan menuju kamar dimana kamar tersebut akan menjadi kamar Lee Jisung. Ia akan memperhatikan dan mengawasi dekorasi ulang itu dan memastikan bahwa anak tunggalnya bisa tidur dengan nyaman dan aman di sana.
.
.
.Malam itu Jeno dibuat kelimpungan oleh sang istri yang kini sedang mendiami dirinya tanpa sebab. Sejak siang Renjun tidak mau berbicara padanya. Bahkan pria mungil itu dengan terang-terangan menghindarinya. Dan yang paling membuat Jeno hampir meledak adalah si manis Huang itu tak mengajaknya ikut makan malam dan membiarkan dirinya sibuk di ruang kerjanya hingga kini ia harus makan sendirian.
Dengan langkah berat Jeno menghampiri Renjun yang kini tengah berada di kamar Lee Jisung untuk menidurkan bocah kecil itu. Jeno mengernyitkan alisnya kesal saat Renjun bahkan tidak menoleh padanya saat ia masuk. Pria itu masih saja sibuk mengusapi rambut Jisung yang tengah tertidur pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ♡ RJN
FanfictionDi balik sebuah keburuntungan, akan selalu ada harga yang harus dibayar. Renjun telah di selamatkan dari kemiskinan dan keterpurukan oleh keluarga angkatnya, maka ia harus merelakan kehidupan bebasnya untuk membalas budi. Tapi tidak ada yang tahu j...