Siang itu Renjun tengah menemani Jisung bermain di halaman belakang rumah keluarga Huang. Berbeda dengan hari-hari biasanya, wajah Renjun kini nampak merengut sebal. Matanya terus mengikuti pergerakan Jisung yang sedang berlari-lari kecil disekitaran taman, namun ekspresinya benar-benar menakutkan.
Bukan tanpa alasan Renjun merasa kesal dan alasan tersebut adalah karena diundurnya kepulangan mereka ke Korea terkait bisnis Jeno. Awalnya memang Renjun yang begitu bersemangat untuk mengunjungi orangtuanya di China. Namun 3 hari di rumah orangtuanya, Renjun dibuat gerah oleh Jeno yang terlalu dekat dengan kakak perempuannya, Yuqi.
Renjun tidak cemburu, tentu saja tidak. Ia hanya merasa tidak nyaman saja melihat kedekatan mereka. Rasanya ia ingin membanting Jeno hingga tulang-tulangnya remuk tidak karuan. Dan sekarang mereka harus mengundur kepulangan mereka menjadi 2 hari lagi membuat Renjun ingin membunuh Jeno sekarang juga, tapi sayangnya suaminya itu sedang tidak ada dirumah.
Terlalu asik melamun, Renjun dikejutkan dengan tarikan kecil diujung lengannya. Ia menunduk dan menemukan Jisung tengah berdiri mendongak menatapnya. Anak kecil itu terlihat kotor di beberapa bagian wajah dan pakaiannya. Renjun masih terdiam beberapa saat sebelum mampu menangkap apa yang terjadi.
"Ya Tuhan Jisungie"
Dengan cepat Renjun mengangkat Jisung, membuat si Lee junior berdiri di kursi yang ia duduki. Menepuk bagian kotor di baju dan celana Jisung dengan pelan, mengusap wajah Jisung dan memeriksa bagian tubuh Jisung.
"Apa Jisungie terjatuh?" Tanya Renjun.
"Unn!" Jisung mengangguk kuat.
Mendengar jawaban Jisung, Renjun jadi panik. Ia semakin cermat menilik tubuh Jisung untuk melihat apakah ada luka disekitar tubuhnya. Renjun tidak menemukan adanya luka ditubuh Jisung, dan melihat Jisung tidak menangis mungkin memang tidak ada luka yang menyakitkan.
"Apa ada yang sakit Jisungie?" Tanya Renjun memastikan.
Tapi bukannya dijawab, anak kecil yang sedari tadi hanya diam memperhatikannya tiba-tiba mencebikan bibirnya. Hidung dan alis Jisung mulai memerah menandakan si kecil akan menangis sebentar lagi. Renjun dibuat panik seketika. Tadi terlihat biasa saja, tapi kenapa begitu ditanya anak manis itu jadi menangis?
"Oh? Ada yang sakit? Mana yang sakit?"
Alih-alih menjawab, Jisung malah menjatuhkan tubuhnya menubruk Renjun. Si kecil Na itu menangis tersedu-sedu membuat Renjun bingung. Dengan lembut diusapnya punggung Jisung dan membisikan kata-ata menenangkan.
"Mma~ sakitt" suara bergetar Jisung mencicit sangat pelan.
"Iya sayang, mana yang sakit? Biar Injun appa sembuhkan"
"Bukaaan~" Jisung semakin kencang menangis.
"Wae? Wae?" Renjun makin panik dibuatnya.
"Ammaaa~ papa bukan huks"
Renjun terdiam mendengarkan celotehan Jisung yang sebenarnya sangat pelan dan terbata-bata. Tapi Renjun memahami betul apa maksud Jisung. Ya tuhan, seberapa sering ia harus membiasakan Jisung untung memanggilnya 'Appa'? Lee Jisung sangat keras kepala ternyata. Bahkan dengan pengucapannya yang tidak jelas, khas anak kecil tersebut, sifat keras kepalanya sudah terlihat jelas.
"Baiklah, dimana yang sakit Jisungie? Biar Eomma yang obati"
Renjun rasanya ingin memotong lidahnya sendiri. Memanggil dirinya sebagai 'Eomma' membuat ia bergidik ngeri. Tapi mau bagaimana lagi, Jisung sangat keras kepala. Jika ia tetap bersikukuh meminta si kecil memanggilnya Appa maka si kecil tidak akan berhenti menangis.
Jisung mengulurkan telapak tangannya pada Renjun dan ia menatap telapak tangan tersebut sebentar. Dengan lembut Renjun membuat Jisung duduk dipangkuannya. Ia mengambil telapak tangan mungil Jisung, memeriksanya sebentar kemudian meniup-niup telapak tangan Jisung yang mulai memerah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ♡ RJN
FanfictionDi balik sebuah keburuntungan, akan selalu ada harga yang harus dibayar. Renjun telah di selamatkan dari kemiskinan dan keterpurukan oleh keluarga angkatnya, maka ia harus merelakan kehidupan bebasnya untuk membalas budi. Tapi tidak ada yang tahu j...