Sana tiba-tiba terduduk dengan tegap, terbangun dari mimpinya yang sangat menegangkan. Jantungnya berdegup sangat kencang, napasnya tak beraturan, keringat bercucuran dari pelipisnya.
"Udah bangun lo? Sebentar lagi kita nyampe—" Momo menoleh ke arah Sana yang ada di sebelah kanannya, "—eh, lo gapapa?" tiba-tiba Momo panik setelah melihat wajah Sana penuh dengan keringat.
Jeongyeon yang berada di belakang kemudi otomatis mengangkat kepala untuk melihat Sana dari kaca spion dalam. Nayeon yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya juga langsung menoleh ke arah belakang.
Di kursi tengah, Sana yang tengah memegangi dadanya, mencoba menetralkan napas. "Gapapa, gapapa, cuma mimpi buruk aja."
Momo meraih tisu di antara kursi Jeongyeon dan Nayeon, memberikannya ke Sana sekaligus membantu Sana untuk menyeka keringat di wajah dan lehernya. "Dahyun tolong ambilin air minum yang ada di pintu mobil sebelah lo, dong," pinta Momo pada Dahyun yang duduk di sebelah kirinya.
Dahyun sejenak melepaskan pandangan khawatirnya kepada Sana dan mengulurkan tangan untuk mengambil botol air minum di sebelahnya. "Sebentar," Dahyun membukakan tutup botol minum itu sebelum memberikannya kepada Sana melewati Momo. "Nih, Kak Sana."
"Makasih, Dahyun," Sana meminum air dari botol itu seperti orang yang sangat kehausan. Momo, Dahyun, dan Nayeon masih memperhatikan Sana dengan khawatir.
"Lo yakin gapapa, San?" tanya Jeongyeon yang masih curi-curi pandang ke arah kaca spion.
"Gapapa, lo nyetir aja yang bener." Sana mengibaskan telapak tangan kirinya ke arah Jeongyeon. Jeongyeon kembali memfokuskan perhatiannya ke jalanan di depannya.
"Nanti setelah warung di depan belok kiri, ya," tak lama kemudian Momo mengarahkan. Ia kali ini menjadi penunjuk jalan karena mereka sekarang sedang berada di kampung halaman Momo.
"Oke," sahut Jeongyeon.
Setelah memastikan bahwa Sana sudah baik-baik saja, mereka kembali menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
"Di sini asri banget ya lingkungannya, pohon semua di kanan-kiri," celetuk Nayeon.
"Makanya gue suka banget kalo liburan ke sini tuh, meskipun susah sinyal hp, tapi alamnya bikin tenang banget," timpal Momo. Sekarang, bahunya berganti peran menjadi tempat bersandar Sana. Ia merangkul sambil mengelus bahu kanan Sana, membentunya untuk lebih rileks.
"Itu tuh rumahnya, yang warna abu-abu terang," tunjuk Momo setelah mereka melewati sekitar lima rumah. Jeongyeon lantas mengemudikan mobilnya memasuki pekarangan rumah yang ditunjuk Momo.
Bangunan rumah itu terlihat sederhana, tetapi luas. Selain itu juga memiliki pekarangan yang tak kalah luasnya. Pekarangan dan teras rumahnya dipenuhi dengan tanaman-tanaman hias, baik di dalam pot maupun di tanah pekarangan. Pagar rumahnya pun terbuat dari tanaman semak Asoka.
Dua orang gadis tampak sudah menanti mereka berlima di depan rumah itu. Salah satu dari mereka yang berparas lembut sedang bersandar di jok motor yang terparkir di halaman rumah. Orang itu memperhatikan pergerakan mobil yang masuk ke pekarangan sembari tersenyum, seakan sangat menantikan kedatangan Momo dan kawan-kawan. Sementara itu, satu orang lainnya terlihat sedikit acuh. Ia duduk di pagar teras rumah sambil memainkan ponsel.
Mobil yang dikemudikan Jeongyeon akhirnya berhenti. Momo secepat kilat keluar dari mobil melewati Dahyun, berlari ke arah orang yang tadi bersandar di jok motor dan langsung memeluknya erat.
"Kak Minaaa!!! Lama banget gak ketemu!" gadis yang dipanggil Mina itu hanya tertawa melihat kelakuan Momo sambil membalas memeluk Momo tak kalah eratnya. Butuh tiga puluh detik penuh sampai pelukan itu akhirnya terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mythical Terrain Vagabondage
FanfictionMomo dan teman-teman berencana menghabiskan liburan dengan berpetualang dan berkemah di situs ternama di kampung halamannya. Ternyata, ada kejadian langka yang membuat mereka harus menghadapi perjalanan yang sangat diluar dugaan!