Chapter 1

10.6K 1K 53
                                    

Tidak ada hubungan yang salah, yang bersalah hanya orang yang menilainya. Karena cinta itu buta, sampai dia tidak dapat melihat apapun selain rasa.

BAB 1

Allea mencoba memfokuskan kembali perhatiannya pada laptop kecil yang ada di hadapannya, namun entah untuk yang keberapa kalinya pikiran yang ada di otaknya melayang ke tempat yang berbeda. Allea bahkan melupakan kalau dia baru saja memberi garis baru pada desainnya, padahal harusnya dia membuat garis lain agar segera bisa menyelesaikan gambar keseluruhan dari pekerjaannya hari ini.

​Namun sepertinya pekerjaannya saat ini tidak akan mampu dia selesaikan dengan benar. Sejak tadi otaknya terus memuputar kembali kekejadian yang baru saja dia saksikan beberapa jam yang lalu saat kekasihnya, Drio Candra baru saja berciuman dengan teman baiknya, Fiana Anatasha. Pemandangan menjijikan itu terus bergulir di dalam otaknya bahkan tanpa sempat Allea kontrol, bagaimana saat Drio meraba-raba bahu Fiana yang ikut mengulurkan lengannya keleher Drio dengan mulut yang saling mengulum satu sama lain begitu terekam jelas di ingatannya seperti adegan film erotis yang disodorkan secara paksa padanya.

​Allea kembali menyesali dirinya yang langsung pergi begitu saja dari balik pintu ruangan kekasihnya dengan bekal makan siang yang awalnya ingin dia berikan pada Drio—si berengsek yang suka melupakan jadwal makan siangnya itu. Allea yang berniat memberi Drio kejutan dengan kedatagannya yang tiba-tiba, sayangnya dia malah balik mendapat kejutan dari pria itu, sebuah kejutan yang Allea yakin mungkin sanggup memutuskan jantungnya jika dia punya riwayat penyakit jantung. Untunglah Allea cukup sehat dan waras sehingga tidak melemparkan kotak makan siang ke wajah mereka dua orang tersebut.

​Allea sempat berpikir, untung saja dia hanya menyebut Fiana sih wanita ular itu dengan teman baik. Kalau saja dia sempat mengakui Fiana sebagai sahabat sehidup semati, bisa di pastikan Allea tidak akan bisa duduk setegar ini di balik meja kerjanya, dia bisa saja pulang dan memilih menangis di balik selimut tebal kamar tidurnya. Namun sayang, Allea bukan gadis selemah itu, dia tidak pernah di selingkuhi seumur hidupnya dan ketika kali pertama dia merasakan hal semacam ini bukan perasaan sedih dan kecewa yang Allea rasakan. Justru rasa marah dan membuatnya berharap ada benda tajam di sekitarnya yang bisa langsung dia tusukan pada tubuh dua orang menjijikan itu.

​Lima menit kemudian Allea memutuskan untuk menutup layar photoshop yang sedang dia pandangi dari beberapa jam yang lalu namun tak menghasilkan apapun. Allea bahkan hampir berniat membuat poster pembunuhan berantai yang berisikan foto Drio dan Fiana dengan latar belakang api dan benda-benda tajam di sekitarnya, namun sayangnya dia tidak bisa menemukan foto kedua orang itu di dalam laptop kerjanya.

​Allea melirik jam yang ada di sebelah kirinya, sudah pukul lima sore, beberapa karyawan di kantornya sudah bergegas untuk pulang. Seketika Allea ingat kalau sebelum kejadian laknat ini Drio berjanji akan menjemputnya hari ini dan dia belum membatalkan janji itu sama sekali.

Akhirnya Allea memutuskan ikut membereskan barang-barangnya dan mengecek notifikasi yang masuk ke dalam handphonenya. Ada nama Drio di sana dan pesan dari pria itu mengatakan kalau dia sudah berada di lobi kantor Allea untuk menunggu kepulangan gadis itu.

​"Aku akan turun sebentar lagi," balas Allea melalui pesan LINE-nya.

​Drio memberikannya sebuah sticker peluk dan rasa bahagia yang biasanya menyelimuti hati Allea kini berganti rasa jijik dan perasaan ingin muntah. Bisa-bisanya pria ini bertingkah begini romantisya padahal baru beberapa jam yang lalu dia menciumi wanita lain.

We All LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang