Pagi itu, Jaein berjalan tenang menuju ke kelasnya. Hari ini ia datang lebih awal dari biasanya. Bukan tanpa alasan, ini dikarenakan ayahnya ada jadwal rapat pagi-pagi dan tetap memaksa mengantarnya ke sekolah. Saat Jaein membuka pintu kelasnya, ia melihat anak laki-laki berdiri bersandar di salah satu jendela sambil melihat ponselnya. Namanya Jeon Jungkook. Pemuda yang memiliki mata kelam dan sedikit menakutkan. Entahlah, hanya itu yang ada di pikiran Jaein setiap melihat pria bersurai bulu gagak tersebut.
Namun entah kenapa Jaein berdehem setelah ia meletakkan tas di atas mejanya, padahal bisa dikatakan Jungkook tak perlu tau bahwa ada orang datang. Jungkook lantas melihat ke arah Jaein dan tentu saja Jaein tidak suka dengan tatapan itu.
"Wah, lihat! siapa yang berangkat sepagi ini?" sarkas Jungkook.
"Bukan urusanmu, Kook-ah," Jaein membalas. "Kau sendiri kenapa datang pagi sekali?" tanya Jaein.
"Aku selalu datang pagi. Pekerjaan sebagai ketua Osis bukan hal mudah, aku selalu mengerjakan tugas sekolah di kelas ini sebelum anak-anak yang lain datang. Waktu pulang lebih baik kupakai untuk beristirahat." jawab lelaki tersebut.
Jaein hanya mengangguk mengerti kemudian memutuskan untuk mengeluarkan buku dari dalam ransel. Lebih baik ia membaca saja, daripada harus bercakap dengan Jungkook. Yang tadi, anggap saja basa-basi sebagai orang yang menempati kelas yang sama untuk belajar. Tanpa Jaein sadari, Jungkook sudah duduk di hadapanny. Ia tak pernah sedekat ini dengan ketua Osis sekolah, walaupun Jungkook sudah satu kelas dengannya sejak tingkat pertama. Entah kenapa Jaein merasa kalau Jungkook susah didekati, padahal kenyataannya hampir satu sekolah mengenalnya dan dia mempunyai beberapa teman yang selalu ada di sampingnya di sekolah maupun luar sekolah.
"Ada apa?" tanya Jaein. Ia baru menyadari bahwa yang dibilang temannya benar. Jungkook tampan. Namun Jaein bukanlah tipikal gadis yang mengikuti anak-anak populer. Jaein suka keheningan dan sendiri.
"Tidak, hanya saja baru kali ini kau bertanya sesuatu selain masalah tugas atau kegiatan sekolah," Jungkook menjawab.
Jaein menarik napasnya perlahan, sebetulnya ia ingin menghindari tatapan intimidasi Jungkook. ia kesal dengan itu. Jaein lantas menyandarkan tubuhnya di kepala kursi dan berkata "Aku tidak suka berisik," ujarnya. "Kau tau kalau kau populer, kan? aku tidak suka menjadi bahan gosip satu sekolah karena alasan bicara dengan si jenius Jeon Jungkook." jawab Jaein. Ia tidak berusaha menutupi nada sakaratis pada kata-kata terakhirnya. Memang itu yang Jaein pikirkan tentang sosok lelaki di depannya.
"Aku menganggapnya sebagai pujian," Jungkook tersenyum miring, "berarti jika aku tidak populer, kau mau berdekatan denganku?" tanya Jungkook, mendengar itu Jaein langsung tersentak. Apa maksudnya itu?
Melihat wajah Jaein yang penuh pertanyaan pun Jungkook hanya tertawa. "Sebenarnya, aku tertarik padamu, sejak kelas satu," Jungkook menjeda, ia menyangga dagunya dengan punggung tangannya yang besar, "Kau beda, tidak seperti gadis-gadis yang penuh dengan wajah memuja saat berhadapan denganku." Jungkook menyampaikan hal itu dengan wajah yang terlihat sedikit sedih.
Jeon Jungkook adalah salah satu murid yang berbakat yang sekolah miliki. Peringkat satu berturut-turut, memenangkan berbagai macam medali dari bidang olahraga, bahasa dan science, Ketua Osis, dan yang lebih hebatnya adalah dia sudah mendapatkan beasiswa untuk masuk universitas manapun yang dia inginkan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tentu saja, itu bukanlah hal yang dapat dicapai Jaein yang hanya menyukai dunia sastra dan juga gambar. Selama ini, Jaein selalu menganggap Jungkook seorang yang sempurna namun memuakan, terlebih Jaein selalu menangkap mata Jungkook yang terlihat menyeramkan. Saat melihat netra sedih itu, Jaein pikir dia sudah salah menilai anak laki-laki yang ada di depannya ini. Jungkook terlihat kesepian dan juga sedih.