Dunia ingin kau hidup dengan cara 'bodoh' dunia, bukan dengan caramu.
Mereka memaksamu masuk ke dalam keyakinan di mana "jika kamu tidak seperti dunia, maka kamu pantas di buang"
Namaku Robbert. Aku tinggal di pinggiran kota. Aku suka lingkungan tempat tinggalku, ada perpustakaan kecil dan ada lapangan sepak bola dekat rumahku saat itu.
Sebanarnya hari itu adalah hari pertama liburan musim panas. Liburan yang aku tunggu-tunggu. Ini liburan pertamaku setelah masuk sekolah dasar. Biasanya saat musim panas seperti ini aku dan adik kecilku, Lucia akan pergi ke pantai. Aku tidak mengerti dengan kakakku, Edward dia nyaman dengan kehidupan rumahnya. Aku lupa sejak kapan tapi itu benar-benar tidak seru.
Aku meminta izin pada kedua orang tuaku untuk pergi bersama Lucia pagi itu. Butuh waktu 20 menit untuk sampai ke sana menggunakan sepeda.
Ayahku menarikku pergi ke kamar.
"Tidak ada liburan musim panas mulai sakarang."
Aku bingung. Apa maksud ayahku?
"Kau menyianyiakan tujuh tahun hidupmu. Sekarang kau harus belajar mengejar keterlambatan.", katanya lagi.
Hal itu membuatku semakin bingung. Apa yang lebih penting dari bermain bagi anak kecil sepertiku. Hal ini adalah hal gila yang pertama kali dikatakan oleh ayahku.
"Kau akan belajar selama musim panas di rumah bersama Edward." Kata ayahku, dia pergi keluar, dan menutup pintu kamarku.
Aku langsung paham kenapa Edward selalu berada di rumah setiap saat. Ini alasannya.
Aku melihat ke luar jendela begitu mendengar suara anak-anak kecil meneriakkan nama Lucia. Aku tidak tahu apa yang dikatakan ibuku pada Lucia. Tapi dia sekarang pergi bersama teman-teman kecilnya.
Begitu Lucia pergi aku ditarik keluar kamar dan menuju ruang bawah tanah. Selama ini aku bertanya-tanya kenapa aku tidak boleh ke sana, ternyata tempat itu dijadikan tempat belajar. Aku merasa seperti di penjara begitu masuk di sana, Edward sudah duduk di tengah ruangan.
Kami diberikan buku oleh ayahku, aku tidak pernah mendengar judulnya. Yang pasti ini buku untuk anak-anak. Ketahuilah, aku seribu kali lebih suka membaca Pied Piper daripada buku itu. Menjijikkan bagi anak seusiaku membacanya.
Aku terkejut begitu melihat Edward di sebelahku membaca seperti orang gila. Aku bahkan tidak bisa membalik lembaran pertama tapi Edward begitu cepat, mungkin setiap menit lembarnya dibalik.
Ayahku kembali, mungkin sekitar sepuluh menit.
"Robbert!", aku terkejut. Kenapa ayahku berteriak? Apa aku melakukan kesalah?
"Kenapa kau tidak membaca?!", dia berteriak sangat keras.
"Aku tidak mengerti apa yang tertulis di sini.", kataku. Aku takut.
Ayahku naik ke atas tanpa mengatakan apapun.
Sekali lagi aku mengerti kenapa Edward seperti orang gila ketika membaca. Kurasa ayahku dulunya adalah seorang diktator. Begitu kejam. Aku harap aku tidak menjadi seperti Edward.
Ayahku tiba membawa kardus besar. Aku tidak tahu isinya. Dia menarikku dengan satu tangannya, kasar, sementara tangan yang lain memegang kardus besar.
Ayahku membawaku ke halaman belakang rumah kami, dia membuka isi kardus dan menumpahkannya di hadapanku. Itu buku-buku dongeng yang aku suka, mainan, bahkan masih ada sisa permen Halloween tahun lalu.
"Kau bisa menghabiskan Berjam jam dengan Barang-barang bodoh, tapi kau tidak bisa membaca satu lembarpun."
Di sini memang sedang musim panas. Tapi begitu mendengar perkataan dingin ayahku rasanya aku kembali ke bulan Desember.
Barang-barang itu dibuang di hadapanku, aku tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku tidak berani menatap ayahku saat itu. Rahasia tersembunyi keluarga kami, mereka semua seperti orang gila. Aku ingin dibebaskan saat itu juga. Tapi aku masih anak kecil, aku tidak bisa kabur dari rumah. Aku tidak punya uang dan aku ingin tetap bersama Lucia. Saat itu aku ingin berlari ke rumah nenek. Tapi itu jauh sekali. Apa yang kuharapkan? Aku hanya diam di rumah, mengikuti aturan-aturan yang diberikan kepadaku.
Sangat sulit bertahan selama liburan panas, aku hanya berdiam di rumah.
.
Aku ingat sekali hari itu, hari pertama masuk sekolah setelah liburan musim panas. Aku iri dengan teman-temanku. Mereka masuk dengan kulit mereka yang lebih coklat dari sebelumnya. Aku dijuluki vampir hari itu juga. Karena kulitku yang memucat tidak pernah terkena sinar matahari. 'Robbert si Vampir'. Julukan yang tidak bagus.
.
Setelah musim panas, musim yang selanjutnya tiba adalah musim gugur. Aku suka mengumpulkan daun-daun yang berguguran, membungkusnya, dan menempelnya di buku. Hari itu aku melakukannya. Pagi hari aku mencari daun dan siang hingga sore aku menempelkan daun-daun itu. Membuat kamarku sedikit berantakan.
Aku melupakan jam belajarku dan kapan ayahku memeriksaku. Dia datang, matanya menangkapku yang buru-buru membereskan pekerjaanku.
Kukira dia akan berteriak kepadaku, dia mendekat. Mengambil buku yang sudah ditempel daun dan merobeknya tepat dihadapanku. Kurasa begini rasanya ketika pohon-pohon merelakan daun indah mereka. Anggap saja ini hukuman untukku karena mengambil daun tanpa permisi.
Menyakitkan mengingatnya, tapi aku bisa apa. Kedua orang tuaku pemuja aturan dunia. Bagi mereka itu seperti agama. Kurasa kita perlu menambahkan agama itu, pasti banyak pengikutnya. Satu yang kuharap, aku tidak akan menjadi seperti mereka. Menjijikkan, dilihat dari sisi manapun. Kecuali satu, kesuksesan. Pada intinya aturan itu dibuat hanya untuk membuat anak-anak sukses dengan cara yang menurutku cukup masuk akal, hanya saja tidak manusiawi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Diary
General FictionMungkin dunia kita berbeda, tapi di duniaku, jika kau tak bisa mengikuti aturan maka kau pantas di buang.