Jimin tidak bisa tidur.
Meski mengakui kalau Ia merasa nyaman dalam dekapan Taehyung, tetap saja pikiran tidak bisa diam memikirkan perasaan.
Jimin masih bimbang, yang mana menuju pada kegelisahan.
Dalam hati merenungi apa yang sempat muncul dalam konversasi antara Ia dengan Taehyung. Mengenai perasaannya untuk Jungkook.
Terdengar klise sekali manakala serpihan memory kebersamaan mereka terkumpul; menyapa Jimin yang masih terdiam saat waktu menunjukkan pukul sebelas lebih.
Tentang bagaimana sikap Jungkook selama ini.
Senyum yang merekah selalu Jimin dapatkan setiap pagi; tambahan untuk bekal yang senantiasa menemani Jungkook menyapa Jimin. Memberi semangat untuk hari yang akan dilalui.
Tidak lupa dengan jadwal menemani Jimin makan di kantin, pergi ke perpustakaan untuk menemaninya belajar, juga yang senantiasa menunggu saat Jimin ada kelas tambahan. Alasan ingin mengantar sampai rumah dan melihatnya pulang dengan selamat membuat Jimin merasa begitu jahat sekarang.
Sadar kalau sikapnya selama ini tidak lebih dari merecoki akan sikap Jungkook yang kelewat bar-bar, sampai membuatnya risih.
Bodohnya, Ia baru sadar jika maksud dari apa yang selama ini Jungkook lakukan itu dengan alasan karena sudah terlanjur sayang.
Jimin menghela nafas, memantapkan hati untuk meraih ponsel di nakas. Dengan pelan melepaskan tangan Taehyung yang kini sudah tertidur pulas.
Kemudian mencari nama kontak di sana.
Menatap sejenak nomor kontak dari Jungkook sebelum akhirnya mengetikkan sesuatu di sana.
[Hi, Kook. How r ya?]
[Sorry if bothered you. I just want to... meet you?]
[Kalau mau, besok malem ketemuan? ]
Ada jeda cukup lama sebelum Jimin kembali mengetikkan sesuatu di sana.
Lagi. Jimin merasakan pandangannya mengabur kala pesan itu kembali dikirimkan.
[Sorry...]
• • •
Jadi, di sinilah Jungkook sekarang. Duduk di salah satu bangku taman dengan pandangan yang sibuk menelisik sekitar. Guna mencari sosok yang sempat memberi tawaran untuk ketemuan.
Memang sengaja datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Sebut saja dari antusias Jungkook yang akan bertemu lagi dengan Jimin. Mengesampingkan rasa kesal yang masih tersisa dalam hati, Jungkook tersenyum tipis pada sosoknya yang berjalan mendekati. Hanya memakai hoodie berwarna hitam juga celana jeans. Entah kenapa, hati Jungkook mencelos karena melihat bagaimana rahang Jimin tercetak jelas; juga tubuhnya semakin kurus saja.
Jimin balik tersenyum; canggung. Mendadak bungkam, bingung harus memulai darimana. Kemudian Ia memilih duduk. Diikuti Jungkook disebelahnya.
Malam ini, ditemani langit dengan mendung menggantung di atasnya, Jungkook merasakan semilir angin menerpa wajah sampai membuat rambutnya sedikit berantakan. Diliriknya Jimin. Sedikit mengamati gerak-geriknya yang mungkin saja merasa canggung. Kedua tangan bertautan, dengan kedua mata menatap random sekitar. Seolah mencari fokus lain asal tidak bersitatap pada Jungkook disampingnya.
Sudah dimantapkan dari rumah. Sebelum kemari sempat mendapat ucapan, "Good luck!" dari Taehyung sembari mengepalkan tangan. Memberi Jimin semangat yang berniat meminta maaf.
Iya, Jimin akan meminta maaf untuk hal yang sempat terjadi tempo hari. Sampai membuat keduanya saling mendiami satu sama lain. Menyalahkan egonya karena tidak bisa mengerti bagaimana Jungkook yang sudah sabar akan sikapnya selama ini. Jadi, dengan suara yang sedikit bergetar, Jimin berucap, "Maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
limerence; j.jk + p.jm
FanfictionMari berkenalan dengan Jeon Jungkook. Pemuda yang selalu membuat Park Jimin gemas bukan main. Pemuda yang selalu mengikuti kemana pun Jimin pergi. Juga pemuda yang diam-diam telah mencuri hati, tanpa Jimin sadari. - limerence (n.) the state of being...