Setelah melalui masa masa MOS disekolahnya ini. Ia jadi berpikir bahwa terlihat sama saja seperti sekolah lain ternyata.
Mungkin yang membedakan hanya fasilitasnya yang lengkap, efektifnya belajar, dan peraturan yang ketat. Serta yang lebih menonjol lagi, mungkin karena ia bukan berasal dari keluarga yang berada, jadi seringkali menjadi bahan gunjingan siswa siswi lainnya. Namun Sofi tidak ambil pusing soal itu.
Hari ini Sofi yang bertugas memesan makanan, sementara Jane mencari tempat duduk untuk mereka berdua.
Saat setelah Sofi membawa makanan mereka menuju ke meja, ada kaki yang sengaja menyelengkat nya. Tanpa aba aba pun Sofi jatuh, dan makanan yang ia bawa tadi mengotori bajunya.
"Sorry ngga sengaja" kata orang tersebut datar
Jane yang melihatnya pun geram dan langsung menghampiri orang itu.
"Apa apaan sih lu?!"
Ia mendorong bahunya agar bisa menghadap ke arahnya. Sementara orang itu hanya menatap Jane dengan alis yang dinaikkan satu
"Dia aja diem kok jadi lu yang sewot?" jawab orang itu santai sambil menunjuk ke arah Sofi.
Jane yang melihat Sofi hanya menunduk dan diam saja pun menarik sahabatnya itu menuju toilet.
Ia mengambil seragam cadangan di lokernya untuk dipakai Sofi.
"Kenapa sih lu diem aja digituin" sewotnya.
Ia terus saja menggerutu sambil membantu Sofi mengganti pakaiannya.
Sofi masih saja bungkam. Ia hanya menunduk, melihat bajunya yang kotor. Menyadari itu Jane pun ikut terdiam.
Setelah Sofi sudah memakai seragam Jane, mereka kembali ke kelas. Melanjutkan pelajaran hari ini.
Tepat pukul 3 sore, bel pulang sekolah berbunyi. Membuat kelas yang tadinya menegangkan menjadi sangat heboh. Para siswa sibuk merapikan bukunya
Sofi dan Jane pun keluar menuju tempat parkir. Mengingat ekspresi Sofi dikamar mandi tadi membuat Jane tidak enak hati
"Em.. Sof maaf soal tadi" kata Jane hati hati.
"Iya gapapa" balas Sofia singkat sambil tersenyum
Melihat Jane yang sudah dijemput. Ia mencoba menawarkan tumpangan pada Sofi
"Mau bareng ngga Sof?"
"Ah.. Ngga usah, aku pake sepeda pulangnya"
Jane pun mengangguk.
"Yaudah aku duluan ya sof"
Sofi melambaikan tangannya. Ia menaiki sepedanya lalu pergi meninggalkan sekolah.
Namun tujuannya bukan untuk kerumah. Ia harus mengambil roti titipannya di warung warung
Jarak yang ia tempuh untuk mengambil rotinya lumayan jauh, karena ia menitipkan ke 10 warung yang berbeda.
Ia menikmati terpaan angin sore yang membelainya. Menghirupnya seakan akan tidak ada beban di hidupnya.
"Dek ini uangnya, cuma kejual 11 ya" ucap ibu warung tersebut
"Iya bu gapapa, terima kasih ya bu" jawab Sofi sopan
Sudah beberapa menit ia bersepeda, dan ini warung terakhir yang ia datangi.
Sudah ia duga, rotinya tidak akan selalu terjual setiap harinya. Namun ia tetap bersyukur, setidaknya ada sedikit uang yang bisa ia beli untuk makan ia dan ibunya.
Di tengah perjalanan, ia mampir ke Warteg untuk membeli sedikit lauk. Saat ia ingin memarkirkan sepedanya, ia bertemu dengan orang yang menyelengkatnya tadi.
"Kenapa?" tanya Froy dengan nada sinisnya.
Ya, dia adalah most wanted sekolahnya, Froy.
Sofi hanya menggelengkan kepalanya sebentar dan segera masuk ke Warteg itu. Sofi sempat mengintip sedikit kemana perginya Froy. Ternyata Froy menuju restoran didepan.
"Bu saya mau ini ya" tunjuk Sofi ke arah lauk yang dipesannya itu.
Lalu Sofi membalikkan badannya dan menatap Froy lagi dengan tatapan iri.
"Kira kira kapan ya aku bisa makan disana?" batinnya

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreamer
Короткий рассказKatanya, manusia mengikuti saja suratan takdir bagi dirinya, dengan demikian ia akan membawanya kepada kebahagiaan. Kalaupun manusia mencoba melawan hukum takdir, usaha itu tidak akan pernah berhasil. Tapi menurutku, kita sebagai manusia punya and...