Yupi Roletto

17 2 0
                                    

Tentu saja aku ingat yang ini. Yang ini juga terjadi setahun lalu. Saat aku melihat makhluk indah itu membuat wajah menggemaskan, hahahaha.

Terjadi saat jam istirahat. Waktu itu bel masuk kelas tidak lama lagi akan berbunyi, maka dari itu aku memutuskan untuk kembali ke kelas sesegara mungkin. Tapi sebelum kembali ke kelas, aku membeli beberapa permen yupi roletto. Lumayan banyak. Ingin kuberikan beberapa kepadanya. Akhir-akhir ini aku dengannya demam permen yupi roletto. Herannya aku tidak pernah lihat ia membeli permen yupi roletto, selalu inginnya minta kepadaku. Dasar. Tapi tidak apa. Aku senang melakukannya. Karena biasanya ia langsung merampas permen yupi roletto yang hendak aku makan, sekarang aku inisiatif membelikan beberapa untuknya. Jadi, untukmu, tolong jangan pernah ganggu momen ku dengan permen yupi roletto ku lagi. Sungguh aku kesal, tapi mengetahui bahwa itu dia, tidak jadi. Tidak jadi kesal.

Aku melihatnya di depan pintu kelas. Sedang berbincang dengan yang lain. Aku yang menawarinya lebih dulu.

"Kau mau permen? Aku beli banyak."

Tidak banyak omong, ia langsung mengangkat kedua telapak tangannya. Siap menerima permen yupi roletto yang akan aku berikan, sambil tersenyum senang. Ah, senyum, senyum, senyum. Tidak kah dia tahu bahwa itu kelemahan ku?

Aku punya ide. Entah lah, tiba-tiba saja muncul di benak. Berniat iseng.

"Harus bisa menjawab pertanyaanku dulu."
"Apa?"
"Satu tambah satu?"
"Dua."
"Dua tambah dua?"
"Empat."
"Empat tambah empat?"
"Delapan."

Ia nyengir. Mungkin berusaha menebak isi pikiranku, yang sangat random ini. Hahaha. Astaga.

"Delapan tambah delapan?"
"Enam belas."
"Enam belas tambah enam belas?"
"Tiga puluh dua."
"Tiga puluh dua tambah tiga puluh dua?"
"Enam puluh empat."

Aku menyerahkan dua bungkus permen yupi roletto sambil mengangguk-angguk, menaikkan kedua alisku. Boleh juga dia.

Ia langsung memakan permen yupi roletto yang aku berikan saat itu juga, di depan pintu kelas. Aku memperhatikannya, dari membuka bungkus permen yupi roletto itu, sampai saat ia memasukkan tiga permen yupi itu sekaligus ke dalam mulutnya. Melihat pipi chubby nya dipenuhi permen yupi roletto, menggemaskan sekali.

Ia tersenyum ke arah ku, dengan keadaan masih mengunyah permen yang di mulutnya itu. Aku yang melihatnya hanya tertawa.

Duh semesta, aku semakin menyukai nya saja.

- e u p h o r i a -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang