MERPATI PUTIH & EBU GOGO

947 119 49
                                    

Langit hari ini begitu cerah. Begitu biru, dan awan awan putih terlihat seperti garis garis tipis. Bahkan gunung gunung pun terlihat begitu kokoh tanpa awan yang menghalangi. Tak heran jika hewan hewan berpundi pundi udara nampak riang beterbangan.

Tampak dua ekor merpati putih beterbangan kesana kemari di angkasa. Begitu riang layaknya dua penari. Menikmati hari cerah  yang begitu memanjakan mata.

Dua ekor merpati putih itu beterbangan seperti saling mengejar. Layaknya dua kanak kanak yang sedang bermain bersama sama.
Terkadang keduanya terbang menukik. Namun akan dengan tiba tiba melesat tinggi.

Entah apa yang ada ditubuh kedua merpati putih itu. Sebab, masing masing akan mengeluarkan cahaya yang kemilau pabila terkena sinar surya.

****
Puri megah ditengah Pulau Bayangan itu nampak semakin indah saat sinar surya meneranginya. Sesekali, burung burung laut akan hinggap di atap atapnya.
Bagaimana bisa tempat seindah itu tidak diketahui manusia?

"Bagaimana menurutmu Dinda?" tanya Nawang Anggini. Sang bidadari.

"Apanya Yunda?" tanya Nawang Andhira.

"Dunia manusia yang kita lihat tadi" jawab Nawang Anggini.

"Sejauh ini cukup indah yang kulihat. Tapi tetap saja itu bukan tempat yang seharusnya kita tinggali" ucap Nawang Andhira.

"Jangan terlalu memusuhi Dinda. Perlahan, kau juga akan menyukai bumi ini" ucap Nawang Anggini.

****

Pramudhita sedang memandikan kudanya di sebuah sungai. Yang air jernihnya gemericik memenuhi hari.
Pramudhita berdiri di tengah sungai yang dangkal. Dalamnya hanya sebatas betis. Dan airnya mengalir deras.

Setelah selesai, ia duduk disebuah batu ditengah sungai itu. Menyeka keringatnya. Lalu matanya menatap ke segala penjuru.
Ia termenung, mengingat bagaimana keadaan biyungnya di desa. Mengingat Aji dan juga Seta.

Sudah lima hari ia berada di Alas Lor. Dan selama itu pula ia hanya mengganjal rasa laparnya dengan memakan buah buahan liar.

Matanya menerawang ke langit yang begitu cerah. Terdapat gumpalan gumpalan awan yang menghias.
Ia jadi berpikir, bukankah bidadari itu bersemayam di kahyangan?
Dan setahunya, kahyangan itu berada di langit.
Tapi mengapa Gusti Prabu Tjokro Diningrat begitu menginginkan seorang bidadari?
Bahkan untuk melihatnya saja amat sulit. Apalagi untuk menangkapnya.

Ia benar benar tak habis pikir, apa yang ada di pikiran Gusti Prabu? Hingga bisa menginginkan hal yang tak bisa di nalar.
Dan ia sendiri juga merutuki kebodohannya yang begitu saja menuruti ajakan Seta untuk ikut sayembara.
Tapi semuanya sudah terlanjur. Untuk mundur pun ia akan tetap AJUR.

Pramudhita menoleh saat mendengar sesuatu jatuh ke air. Matanya memicing, mencari cari apakah ada seseorang yang berniat melemparinya dengan sesuatu.
Namun nihil, tidak ada apapun yang ia lihat.

Lalu saat ia hendak berdiri. Sesuatu yang amat keras terlempar ke tengkuknya. Membuat sedikit darah mengalir.

"Aww! Sial!" umpatnya.

Lalu ia kembali merasakan sakit di punggungnya saat sebutir kerikil terlempar kearahnya.

"Aahh! Kurang ajar! Keluar kau pecundang!!! Jangan hanya bermain di belakang!!!" teriak Pramudhita.

"Tunjukkan dirimu!! Keluar!! Hadapi aku!!" teriaknya.

Sesuatu kembali terlempar namun meleset hingga jatuh ke air.

"Keluar!! Keluarlah pengecut!! Akan ku tebas lehermu!!" teriaknya lagi. Ia semakin naik pitam.

"Akan ku tebas lehermu!!"

BIDADARI & PENYAMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang