GARUDA WIRA

774 107 11
                                    

"NAMAKU WIRA"

Mendengar itu, mata Pramudhita melebar. Ia tidak percaya, bagaimana bisa seekor burung mampu berbicara.

"Jangan takut, aku tak kan melukaimu" ucap burung Garuda itu.

Lalu perlahan, muncullah beberapa berkas cahaya menyelimuti burung Garuda itu. Dan musnahlah burung raksasa itu, menjelma menjadi seorang laki laki gagah dengan pakaian indah.

Laki laki itu tersenyum dan berjalan mendekat. Semakin membuat Pramudhita tercengang karena laki laki itu berjalan dipermukaan air, seolah melayang.

Melihat itu semua, Pramudhita hendak berlari menghindar. Ia merasa takut pada laki laki jelmaan burung Garuda itu.
Namun tiba tiba ia terjatuh saat laki laki itu menjetikkan jarinya.

"Awww!! Kurang ajar!!" Ia menggerutu.

Kini pakaiannya telah kuyup. Sebab ia terjatuh ke air. Ya, sejak tadi ia memang masih berdiri ditengah sungai yang dangkal airnya.

"Sudah ku katakan, kau tidak perlu takut padaku gadis muda yang pemberani" ucapnya.

Pramudhita tercekat. Bagaimana... Bagaimana bisa laki laki itu tahu dirinya yang sebenarnya. Ia terus menatap laki laki yang kini sudah didepannya.

"Apa yang kau bicarakan? Kau.. kenapa? Kenapa menyebutku gadis muda?" Tanya Pramudhita.

Laki laki itu tersenyum lagi.

"Yaaaah mungkin kau tidak percaya. Tapi jelas aku  tahu siapa kau. Seorang gadis muda yang menyamar sebagai laki laki. Tapi kau tidak perlu cemas, aku akan jaga rahasiamu" ucapnya.

Pramudhita hanya diam. Kini ia tidak bisa mengelak lagi. Ia tak perlu lagi menyembunyikan identitasnya dihadapan laki laki itu.

"Lalu sekarang, kau mau apa? Oh, masalah tadi, aku berterimakasih karena kau sudah menolongku" ucap Pramudhita.

"Sebaiknya kita menepi dulu. Tidak nyaman berbincang ditengah sungai begini" ucapnya.

Lalu keduanya berjalan ke tepi, kemudian duduk dibatu ditepian sungai. Berbincang seraya menikmati hari. Meski terik, namun tak terlalu menyiksa sebab angin begitu Sepoi. Membuat siapapun merasa nyaman disana.

Seketika Pramudhita tercengang. Pakaiannya langsung kering saat laki laki itu meniupnya.
Dilihatnya laki laki itu yang kembali tersenyum. Sedangkan ia sendiri menatapnya penuh tanda tanya.

"Aku sudah membuatmu jatuh ke sungai. Jadi aku bertanggung jawab atas itu" ucapnya.

"Ya, terimakasih" ucap Pramudhita.

"Aku Wira. Siapa namamu?" Tanya laki laki yang bernama Wira.

"Namaku Pramudhita. Tapi mulai sekarang aku akan menyamar sebagai laki laki dengan nama Dwi Lingga" jawab Pramudhita.

"Jadi apa alasan kau menyamar? Aku baru pertama kali ini mengetahui ada seorang gadis yang menyamar menjadi laki laki" tanya Wira.

"Aku mengikuti sayembara untuk menangkap bidadari. Sebenarnya sayembara itu di khususkan untuk laki laki. Tapi karena aku membutuhkan uang, maka aku mengikutinya. Jadi aku menyamar, seperti ini.
Dan aku tidak menyangka kalau aku akan lolos" jawab Pramudhita.

"Biadadari katamu? Tapi itu pasti sulit. Memangnya kau tahu dimana tempat bidadari itu?" Tanya Wira.

"Aku memang tidak tahu. Aku juga tidak tahu apakah bidadari itu benar benar ada atau tidak. tapi aku sudah terlanjur. Kalau pun mundur juga semua akan tetap sia sia" jawab Pramudhita.

"Ya kau benar. Semua resiko sayembara memang berat.
Jadi apa kau sendiri saja?" Tanya Wira.

"Aku pergi mengembara sendirian. Tapi untuk menangkap bidadari, aku mempunyai seorang lawan. Seorang putra bangsawan. Putra Mahapatih di Sastra Saloka. Arya Sangara namanya.
Hanya kami berdua yang berhasil lolos dari tantangan sayembara. Dan siapa yang berhasil kembali dengan membawa bidadari lebih dulu, dia adalah pemenangnya.
Tapi aku tidak tahu dia pergi kemana" ucap Pramudhita panjang lebar.

Wira hanya mengangguk angguk. Lalu keduanya diam sesaat. Sama sama menatap kuda milik Pramudhita yang tengah sibuk memakan rumput.

"Pram. Aku harus pergi sekarang.
Kau tidak perlu takut pada Ebu Gogo itu. Mereka sudah ku buat jera.
Tapi jika mereka datang mengganggumu lagi, atau kau butuh bantuan, kau bisa panggil aku" ucapnya.

Wira berdiri dari duduknya. Menatap ke langit sebentar. Lalu kembali menatap Pramudhita yang ikut berdiri.

"Tapi bagaimana cara aku memanggilmu?" Tanya Pramudhita.

"Kapanpun kau butuh bantuan, panggil saja namaku. Aku pasti akan datang. Aku bisa mendengarmu bahkan dari angkasa sekalipun" ucap Wira.

"Baiklah, sekali lagi terimakasih sudah menolongku. Aku tidak tahu bagaimana aku harus membalasnya" ucap Pramudhita.

Wira tersenyum dan menepuk pelan pundak Pramudhita.

"Aku tidak meminta balasan apapun. Aku hanya menolong siapapun yang butuh pertolongan.
Jagalah dirimu baik baik" ucapnya.

Lalu laki laki itu kembali menjelma menjadi seekor Garuda raksasa.
Dengan mata tajam memandang langit. Lalu ia pun terbang dan melesat secepat kilat. Mengepakkan sayapnya melambung tinggi.
Meninggalkan Pramudhita yang memandangnya dari bumi.

Pramudhita masih menatapnya hingga burung Garuda itu lenyap dibalik awan awan putih.
Ia benar benar takjub. Pertama kali dalam hidupnya, ia melihat seekor burung yang luar biasa besarnya.

Mungkin benar kata orang orang. Jika Alas Lor memang memiliki beragam satwa dan makhluk makhluk aneh.

Jika sebelumnya ia bertemu Ebu Gogo, lalu bertemu dengan Wira sang Garuda raksasa.  Mulai sekarang ia harus lebih siap jika sewaktu waktu ia kembali bersua dengan makhluk makhluk aneh lainnya.

****

Arya Sangara menaiki kudanya bersama beberapa prajurit. Mereka memasuki Alas Lor, hanya saja mereka melewati kawasan barat hutan itu.

"Pergi kemana bocah ingusan itu ya? Apa mungkin dia berani masuk ke hutan sendirian? Melihat ayam hutan saja mungkin dia akan berteriak hahaha"

Mereka tertawa mendengar ejekan dari Arya Sangara. Ya, putra Mahapatih Seno Marpati itu memang sangat membenci Pramudita.

"Tapi Dwi Lingga itu berani pergi seorang diri Raden. Saya rasa dia pasti akan mendapat pujian dari Gusti Prabu jika beliau tahu dia..."

"Apa maksud kata katamu itu hah!!!"

Belum selesai seorang prajurit itu bicara, Arya Sangara sudah menyela. Ia langsung melayangkan tinjunya sehingga prajurit itu terpental dari kudanya.

"Kau mau menghinaku? Karena aku tidak pergi sendiri! Begitu???" Teriak Arya Sangara.

Ia juga telah turun dari kudanya. Mencengkeram leher prajurit itu.

"Am-ampun Raden, bukan begitu maksud saya... Ampuni saya Raden"

Prajurit itu tersengal sengal. Tapi Sangara tak memberinya ampun.
Prajurit yang lain pun tak mampu melawan. Mereka hanya diam menyaksikan.

"Kau pasti tahu kan? Bidadari itu sulit ditemui. Dimana kita bisa menemukannya?
Ini sayembara gila!!
Dengar ya, kalau bukan karena ingin mengawini Gusti Putri, mana mau aku pergi ataupun mati konyol ditempat ini!!" Teriak Sangara.

Ia pun melepaskan cekikannya. Membuat prajurit itu terbatuk batuk.

"Siapapun dengarkan aku. Aku akan memenggal kepala kalian kalau sampai berani membocorkan hal ini pada siapapun! Terutama pada Gusti Prabu yang tak punya otak itu!
Seenaknya menyuruh orang menangkap bidadari! Dimana letak kewarasannya itu!!" Teriak Sangara.

Semua prajuritnya mengangguk mengerti. Tak mungkin mereka berani melawan.

BERSAMBUNG

BIDADARI & PENYAMARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang