"Hari ini gue nggak ada waktu buat kelahi sama lo” Ucap Langit seraya pergi meninggalkan laki laki yang tengah berdecak kesal.
Laki – laki itu hanya menahan geraman yang tertahan dalam tenggorokannya. Hari ini, ia juga tidak ingin berdebat dengan musuhnya yang tak lain adalah Langit.
Ia kembali mengendarai mobilnya meninggalkan amarah yang perlahan ingin meledak.
“Lo mau nganterin gue ya?”
Tanya Gemintang. Ia sudah tak peduli dengan gengsinya. Rasanya ia ingin segera pulang merebahkan dirinya pada tempat ternyamannya. Sesekali suara bersin dari gadis itu mengusik lamunan dari Langit.
Langit hanya berdecak sebal, ia tidak mau repot repot mengantarkan gadis yang sama sekali tidak dikenalnya ini. Tangannya merogoh saku celana berusaha menemukan benda canggih dengan bentuk pipih itu. Lebih baik ia menghubungi sahabatnya saja pikirnya.
"Tolong, pulang sekarang juga Langit” Kali ini gemintang berujar dengan lirih,suaranya bahkan hamper tak terdengar.
“Tunggu dulu “ ekor matanya menelisik keadaan Gemintang yang dengan rambut basahnya tengah menghalau dinginnya udara yang merasuk tubuhnya.
Entah karena tidak tega melihat keadaan Gemintang yang menggigil kedinginan atau apa. Langit melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Gemintang.
“Buat apa?” Bibirnya sudah gemetar, seolah tak kuat menahan dingin
“Pakai” Langit hanya menjawab singkat, bukan itu bukan jawaban kata yang keluar dari mulut Langit terkesan seperti sebuah perintah malah.
“Makasih ya” Ucap Gemintang seraya tersenyum tipis.
Tiba- tiba saja sisi kemanusiaannya muncul. Langit pun bertanya pada dirinya sendiri. Ini bukan dirinya seperti biasa, ia tidak mungkin bukan menaruh empati pada gadis disampingnya ini. Mata tajamnya kini kembali melirik Gemintang.
Gadis itu, meskipun sudah memakai jaket miliknya tapi masih saja kedinginan. Suara deru mobil memecah keheningan yang menemani mereka. Kali ini Gemintang kembali terkejut.
Apakah ini musuh Langit lagi? Gemintang membatin. Banyak Tanya yang kian menggantung dalam kepala kecilnya itu. Kejadian beberapa jam lalu cukup menegaskan kalau cowok yang tiba tiba berhenti tadi adalah musuh Langit. Ia bukan bermaksud untuk mencuri dengar pembicaraan mereka tadi, namun sorot mata mereka menyiratkan aura permusuhan.
Kali ini Cowok dengan mobil sedan hitam keluar dari dalam
“Bangsat lo Ngit, Gue kira lo kenapa napa. Gue kendarain mobil kayak orang kesetanan. Udah ngga peduli sama nyawa gue sendiri. Eh taunya lo masih napas tanpa cacat sedikt pun”
Laki laki dengan kaos hitam polos itu masih terus mengoceh dengan umpatan serapahnya untuk Langit.
Sementara yang dikhawatirkan hanya menatap datar tanpa rasa bersalah sedikit pun.“Aksa, cukup” Ucap langit menghentikan ocehan Aksa yang menurutnya tak berguna sama sekali
Ya, laki – laki yang kini berani memberikan umpatan serapahnya pada Langit adalah Aksa Reksana. Bisa dikatakan ia cukup dekat dengan cowok berdarah dingin itu.
Dengan wajah yang cukup tampan itu ia bisa memikat kaum hawa. Apalagi dengan tambahan lesung pipit yang terlukis pada wajahnya. Cukup manis untuk menjelaskan rupa yang dimiliknya.
Langit kini menaikkan dagunya mengarah pada Gemintang. Seolah menyadarkan Aksa dari ocehannya yang tak berkelas untuk didengar. Dengan spontan Aksa pun mengehentikan umpatannya pada Langit.
Kini fokus Aksa bukan lagi pada sahabatnya, melainkan pada gadis yang berdiri di samping Langit.
“Aje gile ngit, Siapa cewek di samping lo? Buat gue ya yang ini. Asli ini mah bening banget”
Dengan hebohnya ia berkata seakan menemukan sesuatu yang berharga.“Tugas lo” Ucap Langit
Mereka kemudian bertukar kendaraan. Aksa dengan motor sport milik Langit dan Cowok itu sendiri beralih pada mobil yang beberapa jam lalu dikendarai oleh Aksa.
Gemintang yang melihatnya pun bisa menyimpulkan. Kali ini bukan musuh yang datang menemui langit tapi sebaliknya, jika dilihat dari sikap cowok yang baru datang ini menunjukkan bahwa ia cukup dekat dengan Cowok berdarah dingin yang tak lain adalah Langit.
Tapi entah kenapa mata coklat karamelnya tak bisa lepas dari punggung Langit yang tengah masuk ke dalam mobil. Gemintang merasa bahwa tubuh langit kembali lemas seperti saat hujan terjadi tadi.
Buliran buliran kecil kini kembali turun dan kilatan kilatan petir kembali terlihat.
“Eh, boleh kenalan dong” Ucap Aksa dengan percaya dirinya yang begitu besar.
Gemintang tergeragap dengan suara Aksa yang memecah lamunan Gemintang tentang kepergian Langit beberapa menit yang lalu.
“Ehm.. gue Gemintang” Ia tersenyum kaku seolah berusaha akrab dengan Aksa
“Ya elah, sans aja lah Tang sama gue. Kenalin ya, gue ini Aksa, masi jomblo kok ini”
Sepertinya sahabat langit ini cukup supel. Terbukti dengan beberapa candaan yang terlempar dari mulutnya itu. Membuat Gemintang tak bisa lagi menyembunyikan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST
Teen FictionEccedentesiast adalah suatu istilah dalam psikologi dimana seseorang menyembunyikan rasa sakit (dalam konteks luas) mereka dibalik senyumnya. Ada yang mengatakan Eccedentesiast adalah munafik, sebenarnya tidak tepat mengatakan hal tersebut demikian...