#shortstory
Oleh: Micka Bennoda
Aku seorang ibu rumah tangga, dari keluarga kecil yang cukup bahagia.
Suamiku Evan, seorang pria yang tampan dan mapan kala mempersuntingku.
Ah, aku sangat bahagia saat menerima lamarannya.Rumah tangga kami pun telah dikaruniai seorang anak laki-laki, namanya Albert.
Usianya telah genap 2 tahun.
Setelah penantian selama 5 tahun untuk mendapatkan momongan, akhirnya Tuhan mengabulkan do'a kami.Awalnya, aku cukup cemas, karna sekian lama tak kunjung hadir buah hati dalam rahimku.
Namun, suamiku selalu menenangkanku.
Hingga akhirnya kami bertemu dengan kawan lama Evan.Dia menyarankan kami agar membuat perjanjian dengan Lucifer, atau tepatnya menjual jiwa kami pada iblis, agar segera mendapatkan keturunan.
Aku dan suamiku tentu saja sangat marah. Meskipun kami bukan orang yang religius, tapi kami bukanlah pendosa.
Sebulan setelah bertemu dengan kawan lama suamiku itu, suamiku agak berubah menjadi pendiam.
Dia terlihat sering menyendiri. Dia juga sering pulang larut.Awalnya aku cemas, tapi lama-kelamaan aku pun mulai terbiasa.
3 bulan kemudian, aku positif hamil.
Ah, aku sangat bahagia, terutama suamiku.Dia berubah menjadi sangat perhatian padaku. Tentu saja dia juga menjadi lebih sering menghabiskan waktunya di rumah.
Waktu pun berjalan begitu cepat, aku melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan.
Tak ada kendala berarti setelah persalinanku. Semuanya berjalan lancar.
Setidaknya sampai suamiku ingin menamai anak kami dengan nama "Demon".Tentu saja aku menolak mentah-mentah nama itu.
Aku sungguh tak habis fikir dengannya, hingga ia ingin menamai anak kami dengan nama anak iblis.Kami bertengkar hebat malam itu. Akhirnya dia pun mengalah, dan mengganti nama anakku menjadi Albert.
Albert tumbuh begitu cepat. Bahkan bisa dibilang terlalu cepat.
Dia dengan cepat bisa merangkak, duduk, berdiri dan berjalan, lalu berbicara.Ya, padahal usianya baru 2 tahun. Awalnya aku sempat khawatir, tapi orangtuaku selalu menenangkanku.
Tiba-tiba lamunanku buyar.
Saat ini aku sedang berada di toko mainan.
Kemarin Albert memintaku membeli bola pingpong untuknya. Ah, dia sungguh manis.Aku pun membiarkan Albert bersama suamiku berdua saja di rumah.
****
Kupencet tombol bel di rumah. Tapi suamiku tak kunjung membukakan pintu.
Cukup lama aku menunggu, akhirnya kuputuskan untuk masuk lewat pintu belakang saja.
Suasana dalam rumah tampak sepi.
Ah, mungkin mereka tertidur. Batinku
Aku segera naik ke lantai atas dan memanggil mereka berdua dengan bersemangat. Tapi tak terdengar suara sahutan mereka berdua.
Sampai aku mendengar,
Duk duk duk dukSuara apa itu?
Suaranya seperti bola pingpong yang tengah dimainkan.Aku bergegas masuk dalam kamar dan mencari mereka.
Aku mendapati anakku, ia tengah memainkan sesuatu.Aku semakin histeris ketika melihatnya.
Tangannya yang kecil berlumuran darah, hingga kulihat darah tersebut sempat bermuncratan ke wajah dan tubuh anakku.
Dan ternyata tak jauh dari tempatnya bermain, terdapat Evan, suamiku.
Matanya tertutup rapat, dengan bola mata yang hilang dan darah yang mengalir dari lubang matanya itu.Dia telah tewas dengan sangat mengerikan.
Badanku menggigil dan kaku. Teringat akan apa yang Albert mainkan tadi.
Ya, sepasang bola mata itu ada di tangannya.
Dan dia tersenyum ganjil padaku."Ibuu ...," panggilnya seraya berjalan ke arahku.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story (Cerita Pendek)
Short StoryKumpulan cerpen-cerpen horor dan psycho untuk menemani siang dan malammu. Enjoy Jangan lupa follow 😁