Kayla menggeliat di balik selimut yang mengubur tubuhnya. Senyumnya mengembang mengingat bagaimana lagi-lagi memimpikan Brooklyn Montano. Ah, iya, pria brengsek yang tiga bulan lalu mengambil kesuciannya. Kayla terlanjur membencinya. Oh, tentu saja! Siapa saja yang berada di posisinya pasti akan merasakan hal serupa. Namun belakangan, entah mengapa, Kayla sering kali memimpikan pria menyebalkan itu.
Bukan salah Kayla jika ia memang memiliki kemampuan untuk melihat masa depan. Entahlah apa namanya. Kayla sering kali dipusingkan dengan hal itu. Suatu saat ia harus melihat kilasan mengerikan dari kematian orang-orang di sekitarnya. Atau melihat banyaknya orang yang berusaha menghancurkan bisnis keluarganya. Atau juga melihat bagaimana ia harus mengambil jalan untuk memperbesar kerajaan bisnisnya.
Semua itu semakin sering ia alami semenjak usianya menginjak sepuluh tahun. Awalnya ia memang sangat abai dengan hal tersebut. Namun berkat dukungan orang tuanya yang selalu menjaga dan merawatnya dengan sangat baik, Kalya bisa melewati semuanya dengan sedikit lebih mudah.
Belakangan, Kayla seeolah bisa merasakn Brook di sisinya. Meskipun rasanya mustahil, Kayla tetap ingin berharap pada pria itu. Yang membuat Kayla tertarik pada pria itu adalah, Brook satu-satunya orang yang tidak bisa ia baca. Biasanya Kayla bisa menyimpulkan kepribadian seseorang lewat cara bicara atau hanya tatapan matanya. Namun berbeda dengan Brooklyn, Kayla tidak bisa meraba bagaimana kepribadian pria itu.
Sampai suatu kali, saat ia menyaksikan bagaimana Brook mencintai Elsa, Kayla sadar, ia tidak bisa membaca Brooklyn karena Brook sangat pandai menyimpan ekspresi. Brook berusaha sekuat tenaga agar orang-orang menganggap ia tidak tertarik dengan Elsa. menarik.
"Sampai kapan kau akan berbaring di sana?" seru sebuah suara tak jauh dari ranjangnya.
Sekali lagi, Kayla mengerjap. Tidak ada gunanya menanggapi wanita itu. Wanita menyebalkan itu pasti akan mengusiknya lagi. Andai saja Kayla tidak mencintai Early, sudah lama ia ingin menendang wanita itu.
"Bangunlah! Aku membawakan tespek untukmu!"
Nah, terbukti bukan? Baru memikirkannya saja sudah membuat Kayla kesal sendiri.
Meski begitu, Kayla tetap beranjak dari tidurnya. Setelah menggelung rambutnya, Kayla menghampiri ibu angkatnya yang saat ini duduk di balkon kamar. Menikmati hangat mentari di pagi hari.
"Kau terlihat berantakan." Komentar Ealry tanpa melihat ke arahnya.
"Morning, Mommy." Kayla menyapukan ciuman singkat di pipi ibunya. "Di mana papa?"
"Ada sedikit urusan yang harus ia selesaikan dengan Jackson. Mungkin papamu akan kemari dua atau tiga jam dari sekarang."
"Oh." Kayla meminum cappuccino milik ibunya. Rasa manis itu mengingatkannya pada wajah cantik Elsa. Pantas saja Brook tergila-gila pada wanita itu.
"Coba ini! Aku tidak sabar meninggu hasilnya." Early menyerahkan tespek pada Kayla, dan diterima Kayla dengan ekspresi luar biasa menyebalkan.
"Kita tidak perlu melakuka ini, Ma."
"Cepatlah!"
Meski kesal, toh Kayla tetap melaksanakan perintah ibunya. Kayla berjalan menuju toilet dan melakukan tes kehamilan sesuai perintah ibunya. Sembari menunggu, Kayla berpikir, kenapa tidak sekalian saja ia mandi? Dan... Kayla pun mandi. Membersihkan kotoran yang menempel di tubuhnya. Juga membersihkan segala yang pernah Brook tinggalkan di tubunya.
Beberapa saat kemudian, Kayla menghampiri Early dengan tespek di tangannya. Bathrobe putih selutut membalut tubuh mungilnya. Selain selalu merasa diri terlalu... yah, tidak ada artinya bagi dunia, Kayla juga selalu merasa dia terlalu buruk karena terlahir sebagai wanita. Tubuh mungilnya dengan dada rata dan tinggi badan yang kurang ideal bagi wanita, Kayla selalu menganggap rendah dirinya. Seharusnya, perempuan memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi, dada besar, tidak seperti dadanya yang sangat rata, serta bokong sekal sempurna yang bakal memikat pria mana pun yang melihatnya. Sayangnya, semua itu tidak dimiliki Kayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Delicious Cinderella (Completed)
RomanceMATURE KONTEN 21++ Cinderella adalah seorang gadis yang datang ke pesta dansa berkat bantuan Ibu Peri dengan syarat dia harus pulang sebelum tengah malam. Jadi, pantaskan Brooklyn memanggilnya dengan sebutan Cinderella? "Tentu saja tidak!" protes Ka...