Sore itu aku sedang di kamar mengerjakan tugas- tugas sekolah, tapi tiba- tiba saja ibuku memanggilku.
“Meira…mei...mei….meira!!!”, Ibuku memanggil terus sampai kuping ini panas rasanya, lalu aku pun menjawab.
“Sebentar ibu, aku sedang mengerjakan PR, mengapa ibu terus memanggil?”
“Kemari sebentar Meira, bantu ibu dulu!!” Dengan tergesa- gesa aku menghampiri ibu.
“Apa sih bu? Satu- satu kalau mau nyuruh, banyak PR yang belum ku kerjakan, habis itu aku…” Belum selesai bicara, ibu langsung membungkam mulutku.
“Cepat siapkan makan malam, sebentar lagi bapa pulang”
“Tunggu PR ku selesai dulu ya bu”
“Eh…gaada tapi- tapi , cepat sekarang”
“Nanti PR ku gak selesai bu”
“Sudah cepat sana, siapkan makanannya!”
Begitulah keseharianku , sebentar- sebentar disuruh- suruh. Entah itu cuci piring, cuci baju, menimba air dan menggosok. Padahal aku juga harus menyelesaikan tugas sekolah,. Karena aku adalah anak perempuan paling besar akulah yang menjadi andalan Ibuku untuk semua pekerjaan rumah, kecuali memasak. Ada kalanya aku ingin berontak, tapi mau bagaimana lagi aku adalah anak sulung dari 5 bersaudara, 2 adikku laki- laki dan 2 perempuan. Semua anak- anak ibu selalu mendapat prioritas dan kasih sayang dari ibuku, terkecuali aku.
Hari demi hari aku lewati dengan senyuman dan selalu optimis. Bagiku impian hidup yang sederhana adalah bisa membahagiakan orang- orang yang ku kasihi tanpa memandang status atau apapun itu dan patuh pada orang tua. Suntuk memang, tetapi itulah yang aku jalani dari hari ke hari tanpa bisa mengeluh.
***
Suatu hari orang tuaku pindah ke Sukabumi, sementara aku dan adikku tidak ikut pindahan karena masih bersekolah. Sekitar beberapa bulan aku dan adikku ikut dengan budehku yang di Jakarta. Tinggal jauh dari orang tua membuatku semakin dewasa dan tahu cara menempatkan diri. Enam bulan berlalu, akhirnya aku menyusul pindah ke Sukabumi. Kota yang aman, tentram dan tidak hiruk pikuk seperti di Jakarta. Akupun mendapat teman baru dan lingkungan baru.
“Perkenalkan namaku Meira Nathalia, aku pindahan dari SMA Negeri di Jakarta, aku lahir di Jakarta 8 Mei 1997, hobiku olahraga dan menulis……” Begitulah aku memperkenalkan diri pada teman- teman baruku. Mereka semua welcome padaku, bahkan menurutku mereka terlalu baik, aku selalu diperhatikan.
Suatu ketika temanku mengajakku hangout ke Pantai Pelabuhan Ratu. Aku berangkat bersama 5 temanku, yaitu Chandra, Erwan, Dida, Deva, Yuda, dan aku.
“Mei…kamu ditunggu tuh sama Yuda,” ucap Chandra sambil menunjuk ke suatu tempat.
“Ih ada apa sih Yuda manggil- manggil?” Chandra mengedipkan sebelah matanya padaku.
“Mungkin ada yang mau nembak,” kata Chandra sambil senyum- senyum penuh arti.
“Apaan sih!!!” aku berbicara dengan nada kesal.
“Udah sana, nanti keburu lupa Yuda nya mau ngomong apa.”
“Iya iya.” sahut aku.
Aku pun menghampiri Yuda yang sedari tadi menungguku.
“Ada apa sih manggil- manggil?”
“Meira…sayang…” bilangnya.
“Ih pake sayang- sayang segala, apaan sih kamu.” Yuda pun semakin mendekat ke arahku.
“Aku tuh…padamu…”, ucapnya dengan gugup.
“Iya, aku tuh apa?, kalo ngomong yang jelas dong.”
“Ih jadi perempuan ga peka banget sih, sebenernya… aku tuh suka sama kamu.” ucap nya. Aku pun terdiam seribu bahasa.
Sore itu langit berwarna jingga cerah. Aku, Kamu, dan langit senja itu berbaur menjadi satu panorama yang indah. Tanpa pikir panjang dan banyak tanya akupun menerima “tembakan” Yuda. Semesta ini menjadi saksi ketulusan hatiku untuk Yuda.
“Oke Yud, aku terima kamu, tapi kamu jangan mengecewakanku ya! Janji??” ucapku sambil mengambil jari kelingkingnya.
“Iya..iya..janji!!” sahut Yuda dengan senang hati.
***
Di goyang- goyangi rutinitas padat dari pagi sampai malam membuatku begitu lelah. Masa kecil yang dilalui tanpa canda tawa, masa remaja yang seharusnya penuh mimpi, mungkin berlalu begitu saja. Hingga suatu ketika ibuku menghampiri aku.
“Mei..ini..bapakmu ada main dengan perempuan lain,” mata ibuku berkaca- kaca.
“Sabar bu, mungkin ini ujian untuk keluarga kita.”ucapku. Ibuku menghela napas dalam- dalam.
“Sekarang bagaimana dengan kita?” sambung ibu.
“Lebih baik kita berdoa dan ibu instrospeksi diri apa kesalahan- kesalahan yang ibu buat, sampai bapa mencari kesenangan dari perempuan lain.’’ sahutku. Ibu hanya bisa menangis.
Itulah titik terendah di hidupku ketika harus menerima kenyataan bahwa bapakku harus berbagi cinta dengan perempuan lain. Setiap hari aku hanya melihat ibu menangis, sampai badannya habis terkikis. Aku hanya melamun sendiri, mencari jawaban dari kenyataan pahit yang bertubi- tubi datang. Syukurlah waktu 9 tahun pun berlalu, akhirnya bapa menyadari kekeliruannya dan kembali pada ibu. Keluarga kami pun utuh kembali, tapi luka yang ditinggalkan untuk ibu dan aku tidak akan sirna atau terobati.
Tidak terasa akhirnya aku lulus SMA. Di dalam doa aku selalu berucap semoga Tuhan selalu memberikan jalan buatku. Oh iya aku dan Yuda sementara ini LDR. Yuda melanjutkan kuliah di Bandung. Aku juga mencoba melamar pekerjaan. Akhirnya aku menerima panggilan kerja di Jakarta, ibuku senang bukan kepalang. Akupun bersiap- siap berangkat ke Jakarta.
***
Tidak terasa sudah 2 bulan bekerja. Meski gaji yang ku terima tidak besar tapi masih bisa mengirim uang untuk ibu di Sukabumi. Suatu ketika aku sedang belanja di pasar, lalu aku mendengar seperti ada seseorang yang memanggilku.
“Mei..mei..meira!!” Aku mencoba mencari arah suara itu. Sampai aku melihat seseorang yang sepertinya ku kenal. Ya betul saja dia adalah Yuda.
“Yuda!!! Kamu ngapain disini? bukannya kamu kuliah?” ucapku bingung.
“Aku sudah lulus Mei, aku cepat-cepat menyelesaikan studiku, agar cepat kerja lalu dapat jodoh.” sambung Yuda.
“Ih buru- buru banget sih.”
“Yaiyalah mau nunggu apalagi? Kerja sudah, penghasilan ada...jodoh di depan mata!”
“Meira… kalo jodoh gak kemana, aku di Bandung kamu di Jakarta, lalu sekarang kita bertemu di pasar ini.” Ucap Yuda.
***
Lagi- lagi campur tangan Tuhan, tentulah menyertai setiap keputusan yang aku buat. Dalam doa aku berucap semoga Tuhan memberikan jodoh yang baik. Sekarang aku rasa Tuhan menjawab doaku itu, dia mengirim Yuda untukku. Tanpa pikir panjang akhirnya Yuda menemui orang tuaku dan melamar aku, tanpa pertimbangan apapun, kedua orang tuaku mau menerima Yuda. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun pun berganti tak pernah terbesit sekali pun tentang keburukan Yuda. Buatku Yuda adalah sosok pria yang sempurna, karena mampu melengkapi semua kekurangan yang aku miliki. Mungkin waktu yang merubah perasaan sayang itu. Hingga hari ini dan kemudian menjadi rentetan bom waktu.
“Kamu berubah Yuda!” ucap batinku lirih. Kamu menjadi orang yang sukar untuk dimengerti, kamu menjadi asing di mataku. Kadang kamu bersikap manis, kadang kamu meledak- ledak.
“Meira…kamu tuh ngapain aja dari pagi sampai sore? cuma nonton TV aja kerjaannya!!” ucap Yuda dengan emosi. Hanya karena dia pulang tidak ada yang membukakan pintu, sekarang dia marah- marah tidak jelas.
“Aku tuh lagi lipetin baju di atas.” Ucapku kemudian.
“Suami pulang tuh bukain pintu, siapin makan, duduk manis di sebelahnya, siapkan segalanya Meira.” Ucapnya lagi.
Setiap saat aku selalu berusaha menjadi yang terbaik buat kamu, tapi hal sepele kadang menjadi bom yang sulit ditebak kapan meledaknya. Sampai aku berfikir apa aku butuh seorang psikolog untuk menjawab semua pertanyaanku tentang perubahan kamu ini. Sekarang ini kamu punya kepribadian yang sulit dimengerti, susah ditebak apa maunya. Kamu seperti punya “topeng” lain dari dirimu yang dulu. Kadang tanpa hujan petir kamu memaki- maki aku sedemikian rupa. Sampai aku lupa siapa kamu.
Yuda yang sekarang sudah berubah. Dia menjadi cepat marah, posesif, dan sensitif. Semua sikap dan kata- kata manis yang keluar dari bibirmu saat ini hanyalah topeng kepalsuan untuk menutupi segala sifat- sifat burukmu, arogan, kejam, dan egois.
***
Seburuk apapun yang telah aku lalui bersamamu, aku tidak pernah kehilangan sukacita dan harapan, karena aku memiliki malaikat- malaikat kecil yang menghiburku disaat aku terpuruk. Akan ada yang menghapus air mataku saat aku menangis. Akan ada yang menghiburku saat aku bersedih dan akan ada yang memelukku saat aku kesepian.
“Everything its gonna be alright now!” ujar putri kecilku. Begitu ucapan dari putriku untuk menghibur kesedihanku.
“Hujan hari ini akan berganti menjadi pelangi.” Sambungnya lagi.
“Panas hari ini akan sejuk esok hari.” Ucapnya lagi sambil mengelus- elus rambutku.
“Mama adalah mama terbaik di dunia, yang selalu ada buat kita.” Ujarnya sampai wajahnya berkaca- kaca.
***
Bagiku malaikat- malaikat kecil aku adalah sosok ibu yang kuat dan tegar, yang menguatkan mereka dalam perjalanan hidup yang masih panjang dan entah sampai kapan. Semoga akan ada esok hari. Semoga duka ini segera sirna dan berganti dengan kebahagiaan.
Sikap Yuda yang telah berubah terkadang membuatku semakin terpojok dan merasa tak berguna. Mungkin kamu melupakan semua pengorbanan dan perjuangan aku untuk kamu. Yang kamu cintai dan kamu kasihi menurutmu selalu berbeda pada kenyataannya dan batin ini, hati ini selalu menangis lirih. Mungkin aku harus banyak belajar dan lebih mengerti diri kamu yang sekarang, dan aku belum bisa menjadi yang terbaik untuk kamu. Bukankah hidup harus seimbang agar tidak timpang. Nyatanya kamu selalu menomorsatukan keluargamu yang jauh disana daripada yang terdekat. Aku dan anak- anak mungkin jauh berada di benakmu. Sekali ini lagi aku mendapat pergolakan batin yang harus aku lewati.
***
Jatuh bangunnya aku membuatku selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk kamu. Kamu selalu memandangku sebelah mata. Sikap egois yang aku tidak suka dari kamu. Kamu selalu ingin menang sendiri. Kamu selalu mengatur begini begitu, dan kamu tidak pernah mengindahkanku. Semoga Tuhan membukakan pintu hatimu sedikit saja untuk bisa lebih menyayangi aku dan menerima aku apa adanya. Hingga aku berfikir penyesalan terakhir aku adalah telah bertemu orang yang salah. Aku selalu memaafkan segala kesalahan yang kamu buat. Seandainya sekali waktu, aku memberikan kamu waktu dan kesempatan untuk introspeksi diri.
Kamu tahu? Sebentar lagi anniversary kita yang ke berapa? ,maukah kamu membawakan aku sebuket bunga yang cantik sambil berlutut dan memohon
“Maukah kamu memaafkan aku yang telah mengecewakan kamu?”
“Yang tidak pernah ada untuk kamu, maafkan aku Meira sayang!” harapku.
Sepertinya itu semua hanya mimpi. Biarlah hanya mimpi, setidaknya aku melihat kamu yang manis.
***
Semoga Tuhan memberikan mimpi itu menjadi kenyataan, atau kamu akan menyesalinya di sisa umurmu, karena kamu telah menyiayiakan seseorang yang rela menukar semua kebahagiannya untuk kamu.
“Be a gentle man Yuda!” ucapku akhirnya.
--TAMAT--
![](https://img.wattpad.com/cover/206775228-288-k491764.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu,dan Topeng
Short StoryPengorbanan seseorang yang rela menukar semua kebahagiannya untuk orang- orang yang ia kasihi. Perih memang, tetapi itulah yang ia lakukan tanpa bisa mengeluh. Yang jelas ia hanya selalu berdoa dan berharap.