Bab Sebelas : Relationship

1.6K 223 71
                                    


EVERYTHING HAS CHANGE - TAYLOR SWIFT FT ED SHEERAN  🎵🎵

****

Cakrawala kembali menghisap rokok yang dia selipkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Tak terasa dia sudah menghabiskan dua bungkus rokok magnum ditemani kepulan asap dari rokok itu. Cakrawala sebenarnya jarang merokok, dia hanya merokok saat pikirannya sedang kacau seperti saat ini.

Entahlah, dia masih berpikir bagaimana caranya menjadi orang yang pantas bagi Fidella. Bagaimana caranya meluluhkan hati perempuan itu tanpa harus memaksa atau berkedokkaan "uang" sebagai bayarannya. Bagaimana caranya untuk menghentikan pertempuran antar geng yang tidak pernah surut ini. Bagaimana caranya kejadian serupa tidak akan pernah terjadi lagi.

Sebenarnya Cakrawala bingung kenapa Fidella tidak menyukainya. Bahkan dulu sebelum kejadian meninggalnya Alvian, Fidella tidak pernah serius menyambut hatinya. Jadi saat kejadian dua tahun yang lalu terjadi, semakin bertambah alasan Fidella untuk tidak menyambutnya. Mungkin benar, Fidella tidak suka karena dia orang kaya.

Tapi, seharusnya semua ini bisa berjalan dengan mudah. Cinta mereka bukan hal yang sulit atau terlarang. Bahkan orangtua Cakrawala sendiri tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka cuma dua anak muda yang berusaha untuk membumbui masa mudanya dengan kata "cinta" yang biasa dirasakan oleh semua orang.
Entah, kenapa Fidella harus mempersulit masalah ini. Apa salahnya mencoba?

"Rokok itu membunuh."

Cakrawala tersenyum tipis. "I know that voice very well," gumam Cakrawala pada dirinya sendiri.

Dia tidak menoleh dan masih tetap mempertahankan gaya stay cool-nya. Membiarkan orang itu saja yang menghampiri dia yang saat ini berdiri di tembok pembatas rooftop. Dan benar ternyata, orang itu ikut berdiri di samping Cakrawala. Membuat jarak antara mereka berdua, seperti merasa segan atau tidak nyaman mungkin.

Cakrawala menjatuhkan rokok yang masih ada setengah itu, kemudian menginjak-nginjak rokok itu dengan sepatunya.

"Gue cuma lagi kacau ..."

"Cara pengalihannya enggak tepat, Kak." Fidella merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan sebuah permen. "Alihkan ke sini aja," ucapnya seraya mengulurkan permen itu pada Cakrawala.

"Makasih." Cakrawala mengambil permen itu.

Fidella menganggukkan kepalanya.

"Dulu itu kita pacaran enggak sih? Gue bingung, lo itu mantan gue atau enggak." Fidella menumpukkan tangannya di tembok pembatas. "Apasih kata yang lebih tepat untuk menamakan hubungan kita itu?"

"Ehm ..." Cakrawala sedikit berpikir. "Rasa saling nyaman."

"Tapi enggak ada status," tambah Fidella.

Cakrawala hanya tersenyum tipis mendengar apa yang diucapkan Fidella. Ah, dia benar.

"Setiap kali gue sedekat ini sama lo. Sebenarnya gue mau nangis." Fidella menarik napas dalam-dalam. "Lo ngingetin gue sama Kak Alvian. Setiap momen bersama lo yang terputar memori waktu dulu dan bikin gue sadar bahwa sebenarnya lo adalah salah satu alasan kenapa kakak gue enggak ada lagi di sini."

"Gue minta maaf."

"Lo pernah enggak sih ngerasa bersalah?"

"Gue selalu kepikiran dan semuanya itu membuat gue selalu berkata ... seandainya." Cakrawala menunduk lesu. Itu benar, setiap hari dia selalu merasa bersalah dan memikirkan kata seandainya. Dia berpikir, seandainya dia tidak mengenal Alvian. Seandainya malam itu dia mendengarkan firasat buruk dari Fidella. Seandainya mereka tidak terlalu tergesa-gesa dan seandainya waktu bisa diputar ke masa itu lagi.

Bahkan hal terbodoh pernah terbersit dalam pikirannya, dia berpikir seandainya Doraemon itu nyata. Dia ingin meminjam mesin waktu dari kantong Doraemon dan membelinya dengan harga tinggi. Sekadar untuk kembali ke masa lalu dan mengubahnya.

"Itulah yang membuat gue enggak bisa nerima lo, Kak." Suara Fidella terdengar parau. "Saat Ayah udah enggak ada, itu masih enggak terlalu sulit. Karena ada Kak Alvian yang berupaya jadi pondasi kuat untuk mempertahankan keluarga. Tapi saat dia juga ikut pergi, kami serasa kehilangan kendali. Kayak kapal yang hilang kompasnya."

"Semua salah gue. Gue nyesal ..."

"Waktu pacarannya tinggal tiga minggu lagi dan setelah itu gue pingin kita jangan pernah bertemu dan bertegur sapa lagi sekalipun kita berada di tempat yang sama." Fidella menatap Cakrawala dengan serius. "Biarin gue hidup tenang."

Cakrawala membalas tatapan Fidella.  Kemudian memasukkan tangannya dalam saku celana. "Seminggu ini kita pacaran?" Cakrawala menatap Fidella tak percaya. "Sikap lo enggak ada bedanya sama yang dulu dan itu lo sebut pacaran?" 

Fidella membuang muka. Tidak mau menjawab.

"Kalau memang kita pacaran, balas chat gue secepatnya! Jangan pernah jutek sama gue! Kalau kita pacaran jangan pernah nolak gue!" Entah kenapa Cakrawala malah marah. Mungkin karena terbawa suasana dia tidak bisa mengontrol emosinya. "Setiap kali gue gandeng tangan lo jangan lepasin! Setiap kali gue aja ajak lo jalan jangan pernah nolak! Itu yang namanya pacaran, Del!"

Cakrawala memandang ke arah lain dengan napas memburu. Perkataannya barusan adalah rekor terbaru sebagai kalimat terpanjang yang pernah dia keluarkan dari bibirnya.

Fidella menunduk kebawah masih berpikir keras. Dia menggesek-gesekkan sepatunya ke tanah berulang kali untuk menimang.

"Ok, gue janji enggak begitu lagi," ucapnya pasrah. "Gue akan berusaha biar kita pacaran kayak orang normal."

Cakrawala mengangguk senang mendengar kalimat itu. "Kalau gitu besok malam, siap-siap."

"Siap-siap? Emang mau kemana?" Fidella mendelik kaget.

"Pesta ulang tahun perusahaan orangtua gue sekaligus pernikahan mereka."

"Eh, ini ... maksud gue, itu ...," ucap Fidella tampak sangat kebingungan, "enggak terlalu jauh ya?"

Cakrawala menggelengkan kepalanya. "Enggak. Kita akan datang ke sana."

Fidella menyelipkan rambutnya ke telinga. Ini tugas berat,  Cakrawala benar-benar berbeda dengannya.

"Gue ajak lo ngelihat dunia gue." Cakrawala menarik kedua tangan Fidella kegenggamannnya. "Gue akan pegang lo seerat mungkin, kalau lo merasa terdesak."

"Gue cinta sama lo."

Fidella menatap Cakrawala tidak percaya, dia terkejut. Ini adalah pernyataan cinta Cakrawala yang pertama kali. Dan Fidella bisa merasakan dalamnya tatapan orang itu.  Cakrawala memang beberapa kali terang-terangan mengajak  Fidella untuk pacaran tapi untuk pernyataan barusan, itu adalah yang pertama.

"Meski lo enggak pernah suka sama gue, walaupun cuma sedetik dalam hidup lo." 

Buumb!! Fidella merasa tercekik mendengar penuturan Cakrawala berikutnya.  Cakrawala menatapnya dengan tatapan datar, tapi ucapannya itu penuh dengan penekanan membuat Fidella merasa terintimidasi dengan tatapan cowok  itu.



****


Jgn lupa tonton Trailer Cakrawala yaa 😘😘

CAKRAWALA √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang