Keringat dingin mengalir deras membasahi pelipisku. Pandanganku memburam. Suara kepala sekolah yang tengah menyampaikan amanatpun hanya terdengar samar-samar di telingaku. Tubuhku sangat lemas,bahkan hanya untuk menopang berat badanku sendiri rasanya sudah tidak mampu lagi.
Tes....
Mataku membola saat melihat cairan berwarna merah pekat yang menodai seragamku. Aku meraba hidungku,dan ternyata cairan itu berasal dari sana. Ya,aku mimisan. Aku langsung mengambil tisu dari saku bajuku dan menggunakannya untuk mengelap cairan mimisanku itu.
Semenjak dua bulan terakhir ini keadaanku memang tidak bisa di katakan baik-baik saja. Aku sering sangat mimisan tanpa sebab. Tubuhku juga sering mengeluarkan keringat dingin dan mudah lelah. Aku dan bunda sudah pernah memeriksakan ini kerumah sakit. Namun,sampai dengan detik ini aku bahkan tidak pernah melihat kertas hasil laboratorium itu.
Ketika aku menanyakan hal ini kepada ayah atau bunda mereka pasti menjawab bahwa aku baik-baik saja dan tidak ada yang perlu di khawatirkan. Bukan hanya itu,mereka juga sangat tertib untuk mengingatkanku meminum vitamin. Saat aku menanyakan 'kenapa?' mereka akan mengatakan bahwa daya tahan tubuhku tidak kuat,jadi mudah terserang penyakit.
Yang membuatku merasa semakin aneh adalah sikap mereka kepadaku. Bundaku adalah orang yang sangat cerewet,dia akan mengomel tidak jelas jika aku melakukan kesalahan kecil saja,tapi sekarang dia bahkan tidak pernah mengomel sama sekali saat aku membuat kesalahan yang cukup fatal. Ayahku yang biasanya terlihat gagah dengan rahang tegas dan tatapan tajamnya,kini dia terlihat lesu dengan wajah yang pucat seperti orang kebanyakan pikiran. Tidak hanya itu,kakakku yang biasanya tidak peduli denganku dan lebih mementingkan eskul di kampusnya,sekarang malah sering meninggalkan eskul-eskulnya hanya untuk menuruti keinginanku,bahkan keinginan yang tidak penting sekalipun.
Aku merasa bahwa sekarang aku benar-benar kehilangan keluargaku yang dulu. Jujur aku merindukan omelan-omelan bundaku ketika aku lupa membereskan kamar. Aku juga merindukan tatapan tajam ayah yang mampu membuatku dan kakak bergidik ketakutan ketika bertatap wajah dengannya. Dan yang paling aku rindukan adalah kakakku yang selalu mengutamakan eskul di kampusnya.
Oh,aku benar-benar merindukan keluargaku yang dulu. Aku bersumpah akan membunuh orang yang sudah membuatku kehilangan sifat-sifat keluargaku yang dulu.
"Mimisan lagi?".
Suara lembut itu membuatku menoleh kesamping dan menemukan Viera,sahabatku,yang tengah menatapku dengan wajah khawatir. Aku mengulas senyum tipis,sekedar untuk tidak membuatnya khawatir.
"Cuman kecapekan",ujarku sembari menepuk pelan bahunya.
"Gue anter ke UKS ya?",tawarnya masih dengan wajah khawatir. Aku menggelengkan kepalaku pelan.
"Nggak papa Van,daripada nanti lo pingsan disini",kata Rara masih berusaha membujukku,"lo tau kan pak Rahmat kalo udah pidato nggak ada ujungnya",lanjutnya membuatku terkekeh pelan.
Pak Rahmat adalah kepala sekolah di SMAN Harapan Bangsa,yang tak lain adalah sekolahku. Pak Rahmat sering dijuluki pakar berbicara,karena dia kalo udah pidato tidak mengenal waktu,bisa sampai berjam-jam dan membuat pendengarnya mengantuk.
Karena tidak mau mengambil resiko buruk dengan kesehatanku,akhirnya aku mengiyakan tawaran Viera untuk mengantarkanku ke UKS.
♦♦♦
Jangan lupa vote and comentnya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario
Teen FictionSebuah fakta mengerikan yang membuat seorang gadis bernama Vania Amara Salsabila kehilangan harapan hidupnya. Jangan lupa vote and comentnya ya. See you😊