Haura 3

71 9 2
                                    

'Allah itu pencemburu yang ulung. Ketika kita berharap lebih kepada makhlukNya, maka akan Allah timpakan kekecewaan yang amat pedih kepada kita' . Membaca kalimat tersebut, Haura merasa begitu tertohok. Selama satu tahun ini, ia begitu berharap kepada Al. Sebenarnya tidak hanya satu kali Haura membaca artikel seperti ini, sudah berkali-kali. Ketika selesai membaca Haura selalu memiliki niatan untuk mengabaikan dan berhenti memikirkan Al. Namun, esoknya ia lupa dengan niatnya tersebut. Haura menghela napas.

"Hufttt, ampuni aku ya Allah"

Tak lama, air mata Haura yang sedari tadi ia tahan akhirnya lolos begitu saja. Ia merasa begitu hina sekarang. Ia selalu mempermainkan Allah. Haura bingung,  padahal baru saja kemarin ia curhat kepada abangnya dan mendapat solusinya. Namun, sekarang ia bingung lagi.

'Bagaimana ini, haruskah Haura menemui abangnya lagi?' batin Haura sembari berjalan mondar mandir didalam kamar.

'Tapi, abangnya itu baru saja pulang dari kuliahnya, pasti dia capek. Ah, sudahlah lain kali saja'.

Haura berjalan menuju kasur quen size nya. Lalu merebahkan badannya dan menutupi wajahnya dengan bantal. Tak lama, rasa kantuk pun menyerang Haura. Haura berharap, esok ia bisa mulai mengabaikan Al. Semoga

---

"Periksa gigi ditemenin mbok nani, yoo selamat pagi ardi ganteng disini"

"Apa si lo, kutil badak!! Pagi pagi udah ribut ae" respon Riyan sewot.

"Yeuuu bege, orang kayak gue nih ya ciri-ciri orang yang selalu bahagia dalam hidup. Pagi-pagi aja udah semangat betul mantap jiwa. Nggak kaya lo lo pada, pagi-pagi kaga ada semangat idup. Kaga dikasi makan sama emak emak lo pada?" timpal Ardi tak kalah sewot.

"Ya bodo! Yang penting gue waras si, gak kayak lo"

Hening, tidak ada yang kembali menyaut. Al pun tidak berniat ikut nimbrung dengan perdebatan absurd mereka. Dia terus diam.
Merasa awkward dengan suasana begini, Ardi menyenggol lengan Riyan sembari menaik turun kan alisnya, isyarat agar Riyan memperhatikan Al. Paham dengan isyarat Ardi, Riyan memperhatikan Al lalu menaikan bahunya.

"Laaa busettt, lo ngapa Al. Diem bae, ada masalah apa lo?" ujar Ardi memancing Al.

"Gue bingung elah, makin hari kok gue makin jatuh cinta ya sama dia" jawab Al tanpa menoleh ke Ardi dan Riyan. Pandangannya lurus menatap ke depan.

"Ya salammmm, kirain mikir utang Al Al. Mikir doi rupanya. Udah lah, kata lo mau langsung di halalin gimana sih pak ustadz"

"Ya gue juga maunya gitu, tapi gue bingung. Kira-kira kapan gitu gue khitbahnya. Gue lulus SMA kecepetan. Nungguin gue lulus kuliah kelamaan. Lah iya, kalo ntar dia masih jomblo kalo udah digaet yang lain kan gue nyaho"

"Bentar deh, ponakan mimi peri mau mikir dulu" ucap Ardi sembari meletakkan jari telunjuknya pada dagu.

1 menit....

3 menit....

5 menit....

Hening kembali menghampiri ketiganya, Al yang merasa geram dengan Ardi yang tak kunjung memberikan solusi. Ia masih tetap bertahan dengan posisinya. Sebenarnya solusi apa yang ingin diberikan Ardi kepadanya. Riyan pun sama, ia mulai jengah dengan tingkah Ardi. Al dan Riyan saling beradu pandang, merasa satu pikiran dengan Riyan , Al pun tersenyum lebar.  Tanpa suara, Al menghitung

HAURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang