satu

3 3 0
                                    

"Bu, reka pamit ya bus nya udah di depan"
Pamit reka sambil mencium punggung tangan ibunya

Sebenanrnya agak berat harus meninggalkan sang ibu dan adek di kampung.

"Iya hati hati ya nak, orang kota itu beda sama orang desa kayak kita, jadi harus nempatin diri baik baik ya"

"Nggih bu, doain reka ya bu supaya bisa jaga diri disana hehehe"

"Mba reka! Nanti kalo udah sukses disana jangan lupa sama kita yo mba"

"Iya de pkonya mba janji bakal balik lagi, terus nanti bawa banyak makanan buat putri deh"
Ucapnya sambil mengusap puncuk kepala adik tersayangnya itu

Tin.. tiinn.

Suara klakson bus mengagetkan ketiganya

Itu artinya reka harus pergi meninggalkan keluarganya

Reka melambaikan tangannya dengan lemas di dalam bus dengan berbekal ijazah SMP ia melanjutkan sekolahnya di jakarta.

Reka memandang pemandangan desa yang perlahan menjauh

Belum pernah ia meninggalkan rumah sejauh ini demi melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi, ia rela berpisah dengan waktu yang tak sebentar dengan ibunya.

Lagi pula ia tak mau menjadi beban bagi ibunya, dan pendidikan itu sangat penting.

"Duh gusti semoga langkah reka kali ini bisa ngubah kehidupan ibu sama adek biar gak susah terus" gumam gadis itu pelan

                                                ♢♢♢

Jakarta, sabtu 11.00

Langkah gadis itu pun terhenti di depan rumah yang besar. bukan besar, sangat besar menurutnya.

"Wahh.." Gadis itu hanya membulatkan matanya tak percaya bisa meliat rumah seperti istana ini

"Ayo toh ndo nanti saja liat liat nya, kan nanti kamu juga tinggal dan kerja disini toh, taruh dulu gih tas nya di kamar" mbok sinta yang akrab dipanggil  budhe oleh reka membantunya memasukan barang bawaan  reka yang banyak.

"Emm budhe, yang punya rumah ini kaya banget pasti yo?" Ucap reka dengan mata berbinar-binar masih tak percaya melihat halaman rumah yang besar dengan rumah yang tak kalah besar, yah di kampung di rumahnya  hanyalah rumah kayu yang tak begitu besar, bahkan kulkas dan alat2 elektronik tidak ada di rumahnya

"Yo mesti ndo, moso yang punya rumah sebesar ini orang kayak kita toh? Ada ada aja pertanyaanmu ndo, nanti kita tinggal disini harus bisa jaga sikap yo re" ucap budhe mengingatkan reka

Reka hanya mengangguk patuh

sebuah akal kekanak-kanakan reka mulai muncul

"Budhe, coba aja kalo reka nikah sama orang kaya raya, terus punya rumah sebesar ini kaya di film film sinetron itu loh hehehe"

"Hushh kamu itu kalo ngomong suka kejauhan ndo, kita ini orang susah, makan sehari tiga kali saja udah syukur"

Reka menekuk bibirnya sedih
"Kan reka cuma bercanda budhe"

"Wess sing penting sekolah bener2 disini yo biar ibu di kampung bangga sama kamu"
Ucap budhe sambil mengelus rambut hitam ,namun benar benar indah

Reka memang tidak berkulit putih seperti anak anak kota ini, tapi reka memiliki paras yang manis

Kalau kata pemuda di kampungnya
"Duh senyumu itu dek, buat hati mlumerr"

Hanya saja reka terlalu bdoamat dengan ucapan ucapan itu. Dia tak mau ambil pusing masalah cinta cintaan

Baginya pendidikan lebih penting.

                                              ♢♢♢

"Tuan ini namanya reka yang saya kasih tahu sama tuan waktu itu, dia baru lulus SMP dan mau sekolah sambil kerja disini"

Jelas budhe pada orang paruh baya namun tetap terlihat tegap, disampingnya terdapat gadis  menatapnya yang mungkin sebaya dengan reka.
Bukan menatap, lebih tepatnya sinis melihat kehadiran reka, seperti melihat gembel yang datang ke rumahnya

"Ah bodoamat toh yang penting aku bisa sekolah disini" ucap reka dalam hati

"Oh begitu yasudah em.. tadi siapa namanya?"
Ucap paruh baya itu menanyakan namanya yang mungkin tidak penting sehingga bisa dilupakan dalam jangka waktu semenit yang lalu

"Reka tuan.." jawabnya dengan menunduk

"Oh reka ya, berapa umur kamu?" Tanya nya seakan mengintrogasinya

"15 tahun tuan" jawabnya dengan menegagkan kepalanya perlahan, tak sopan juga diajak bicara sambil menunduk

"Muda banget berarti ya, seumuran juga sama anak saya mika"
Reka yakin yang pria bilang mika itu pasti gadis yang duduk disebelahnya sekarang ini

"Kalau gitu saya masukin kamu kesekolah yang sama dengan anak saya"

"Pi? Kok gitu sih? Emangnya papi yakin dia bisa ngikutin pelajaran disana? Terus kan sekolahnya juga bagus pi" ucap gadis itu tak terima

"Jangan suka negermehin orang, papi gak pernah ajarin kamu kayak gini loh ya" pria yang sebenarnya adalah ayah dari gadis itu menasihatiya dengan lembut

Mika hanya mengendus kesal dengan kata2 yang diberikan ayahnya kepada reka tadi.

Ntah bagai mana pria paruh baya itu bisa bijak, tidak seperti tuan rumah galak dan licik biasanya ada di film sinetron yang sering reka tonton, tentu saja nonton dari tetangga, tv saja tidak punya

"Nak reka jadi gimana? Kamu mau sesekolah dengan anak saya mika?" Tanya pria itu lembut

Reka tak berkutik sama sekali.dia sedang memikiran dua hal yang sungguh sulit, di satu sisi reka takut bersaing dengan murid murid yang sudah pasti berprestasi dan tidak kampungan sepertinya.

dan disisi yang lain dia merasa beruntung karena kesempatan emas ini dia bisa tiba tiba sekolah di sekolah elit yang mungkin kesempatan ini hanya bisa terjadi sekali dalam seumur hidupnya.

"Ndo buru toh mikirnya, tuan nungguin kamu loh" bisik budhe yang mebangunkan pergumulan fikiran reka

"Baik tuan, saya akan coba semampu saya, tapi seandainya saya tidak bisa bersaing disana.. saya bisa di pindahkan ke sekolah biasa saja tuan?.." ucap reka pelan sambil tersenyum manis dengan menyimpul lesung pipit di pipinya

"Baik, kalau itu kesepakatan kita? Kamu bisa mulai sekolah senin depan" lalu pria itu berdiri dan meninggalkan sofa yang empuk itu dengan diikuti sang putri yang tentu dengan wajah tak suka

Dan disinilah hidup reka yang baru dimulai









Ehehe gimana nih?
Jadi tu cerita2 aku yang sebelumanya aku apus:'
Kirain bakal beda sendiri, eh trnyata cerita itu banyak yang bikin juga yauda deh dihapus:/

Oyaa VOMENT jan lupa kaw😄

935 kata btw:') ga voment tega lu:')

 








"REKA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang