Di bagian ini, aku paham kalau cinta pertama memang punya tempat tersendiri di hati kita.
Ketika di toko buku, aku menunjukkan buku berjudul 3 Ways to Win Her Heart juga membeli buku puisi syair dari beberapa penyair. Aku memberikannya kepada kak danish sambil tersenyum. Dia menatapku aneh.
"Judulnya aneh, tapi isinya membantu kok. Aku serius." kataku sambil membentuk kata peace melalui dua jariku.
"Kau serius? Aku tidak ingin menyia-nyiakan uangku untuk buku yang tidak membantuku sama sekali." katanya tegas. Aku sedikit takut tapi kemudian tersenyum.
"Itu bagaimana kau melakukannya. Ayo bayar, aku akan memberikan sedikit trik kepadamu."
Tak lama kemudian, aku dan kak danish duduk di salah satu kedai teh. Aku membuka bukunya perlahan, kemudian membaca langkah pertama. Kak danish ada di depanku. Duduk tepat dihadapanku. Aku mencoba menghiraukan detak jantungku yang terus berdetak dengan kencang. Aku ingin menghapus perasaan ini...
"Cara pertama, puji dia tapi jangan berlebihan." aku membaca perintah pertama, lalu menatap kak danish.
"Bagaimana caranya?" tanya kak danish balik.
"Katakan saja, Kei hari ini kau terlihat cantik. Aku yakin Kei akan tersenyum mendengarnya." kataku. "Bagaimana? Mau mencobanya besok?"
Keesokan harinya, kak danish sudah ada di koridor dan aku mengawasinya dari ujung lainnya. Kei sebentar lagi datang dan kak danish akan memujinya seperti yang sudah ku ajarkan. Ayolah, Jane. Jangan gunakan perasaanmu kali ini.
Kei datang, kak danish mendekatinya dan menyerahkan susu kotak. "Kamu cantik." kata kak danish. Aku tersenyum, misi pertamanya berhasil. Kei tersenyum lalu membalas, "Terimakasih, kak danish." lalu ia berlalu dari kak danish.
Aku buru-buru menghampiri kak danish. "Kau berhasil, selamat teman!" kataku sambil tersenyum. Aku hanya berusaha tersenyum sekarang.
Untuk pertama kalinya, kak danish tersenyum padaku. "Terimakasih, Jane."
Aku dan kak danish semakin sering bertemu hanya sekedar mengobrol ataupun berbicara tentang Kei dan kak adnan. Ketika kak danish membicarakan Kei, aku hanya bisa terus mengangguk sambil berpikir betapa beruntung Kei dan bagaimana seandainya posisi Kei adalah aku. Ketika kak danish bicara tentang kak adnan, aku ingin agar posisi kak adnan digantikan oleh kak danish saat itu.
"Adnan sangat tertarik padamu. Dia bahkan menguntitmu sejak awal kau masuk sekolah." cerita kak danish ketika kami sedang makan bersama di kantin. Aku hanya mengangguk sambil terus memakan makanan milikku.
"Kata adnan, kau sangat cantik dan sikapmu saat kalian pertama kali bertemu benar-benar membuatnya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Hahahaha, aku tertawa saat itu. Adnan benar-benar tergila-gila kepadamu, Jane." lanjut kak danish.
Aku tersenyum, "Bagaimana dengan Kei?"
"Aku memperhatikan dia saat dia bersamamu... dia terlihat imut." jawab kak danish, membuatku lagi-lagi tersenyum.
Hahahaha, menyakitkan sekali.
"Apa Kei tidak marah kita makan bersama?" tanyaku hati-hati.
"Dia tau aku berteman denganmu, kok. Oh ya, adnan semakin dekat dengan Kei. Apa perasaanmu?"
Senang.
"Aku... tidak baik-baik saja." jawabku pelan.
"Kita sama." ujar kak danish mengaduk mie miliknya. Aku menatap mangkuk pangsitku, seandainya kak danish menyukaiku, apa dia akan berjuang sekeras ini?
"Hei. Apa kau menyukai adnan?" tanya kak danish tiba-tiba. Aku tertegun, menoleh ke kak danish dengan tatapan tidak mengerti.
"Kalau aku bertanya seperti itu. Apa kak danish benar-benar menyukai Kei?"
Raut wajah kak danish berubah, tatapannya menyendu tapi sesaat kemudian dia menoleh padaku dan dengan semangat memberitauku, "Iya. Aku benar-benar menyukai Kei."
Aku tersenyum getir, menahan air mata lolos dari pelupuk mataku. "Kalau begitu, aku sangat mencintai kak adnan."
Saat itu, kami berdua terjebak dalam kebohongan yang sama.
"Cara kedua, minta nomornya dan ajak jalan." bacaku ketika kami sedang berjalan bersama di lapangan. Hanya berjalan saja di waktu istirahat.
Kak danish terlihat berpikir keras. Aku mengambil kertas kecil dari dalam saku dan memberikan pada kak danish. Dia menatapku aneh,
"Apa ini?" tanyanya.
"Nomor Kei. Dia tidak suka memberi nomornya ke sembarang orang." ucapku. Kak danish menerimanya lalu menyimpannya dalam saku seragamnya.
"Terimakasih."
Aku dan kak danish pernah sekali pergi ke pantai. Hanya agar kami bisa sedikit istirahat dari kegiatan kelas aksel yang benar-benar melelahkan. Aku serius. Beberapa hari lalu aku tidak masuk sekolah karena tubuhku sangat drop dan aku hanya beristirahat dirumah. Waktu itu, kak danish datang ke rumah dan membawakanku susu strawberry kesukaanku.
Aku ingat, hari itu dia bilang, "Cepat sembuh, adnan ingin mengajakmu jalan lagi."
Aku tersenyum, memandang kak danish. "Bilang kepadanya, aku sedang tidak minat jalan-jalan ."
"Iya, cepat sembuh dan ayo belajar bersama lagi di perpustakaan." jawab kak danish sambil mengacak rambutku.
Aku tertawa kecil, "Iya, kalau itu aku setuju."
Saat aku berjalan di pantai dengan kak danish, aku menatap kak danish di sampingku. Rahangnya tegas, cocok dengan image dirinya. Kak danish menatapku balik, lalu kami sama-sama tertawa. Angin pantai membuat rambutku menjadi berantakan, namun aku suka dengan angin pantai ini. Membuatku merasa sedikit lebih tenang.
"Langkah ketiga, tatap matanya dan katakan kau menyukainya." kataku.
Kami berhenti lalu kak danish memegang pundakku. Lalu ia menatapku lamat, aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Ini tidak bagus untuk kesehatan. Bisa-bisa aku terkena serangan jantung nantinya.
"Tatap Kei. Bukan aku, danishwara bodoh," ujarku sambil menunjuk wajah tampannya itu. Sekedar menghilangkan rasa gugupku tadi.
"Apa? danishwara bodoh? Rasakan ini!" kak danish menyipratkan air pantai ke pakaianku. Aku tertawa lalu mengejarnya dan membalasnya. Kami sama-sama tertawa lalu lanjut saling menyipratkan air satu sama lain.
Tak lama, kami berbaring diatas pasir dan menatap ke arah langit. Kami sama-sama hening, tak terlibat percakapan apapun.
"Hei," panggil kak danish.
"Apa?" jawabku masih menatap ke arah langit.
"Mau berjanji?"
Aku menatap kak danish, "Janji apa?"
"Untuk terus bahagia bagaimanapun keadaan kita. Kau tau kan, kita sudah berteman. Jadi aku ingin memastikan kalau sahabatku tetap baik-baik saja." jelasnya lalu mengubah posisinya jadi menatapku.
"Iya, ayo saling janji."
Kami menautkan kedua kelingking kami dan kemudian saling melempar senyum. Bagiku, itu hari terbaik dalam hidupku. Sayang sekali, itu hanya terjadi sekitar dua menit. Padahal aku ingin terus memandangi kak danish saat itu.Beberapa bulan kemudian kami jarang bertemu karena jadwal yang penuh. Maklum, kami semua sedang persiapan ujian semester. Jadi, kami harus terus fokus pada ujian. Aku memakluminya, aku juga harus fokus ujian, kan? Setelah ujian semester berlalu, kak danish mengirim pesan kalau dia ingin bertemu denganku di atap sekolah. Aku datang duluan sambil membawa banyak buku ditanganku dan menunggu kak danish di atap sekolah.
Ujian sudah lewat, aku bisa lebih bebas sekarang. Aku membayangkan bagaimana serunya aku jika berjalan dengan kak danish nantinya. Tak lama, dari tangga terdengar suara langkah kaki seseorang. Aku berdiri dan meninggalkan buku di lantai atap sekolah. Aku menatap kak danish dengan senyum sumringah diwajahku. Aku sangat bahagia karena akhir-akhir ini kami jarang bertemu.
Kak danish berjalan ke arahku sambil tersenyum. Ia mendekatiku lalu berbisik di telingaku, "Terimakasih."
"Untuk apa?" tanyaku tak mengerti.
"Buku itu sangat membantuku. Aku dan Kei sekarang sudah berpacaran." lanjutnya lagi.
Aku terdiam sebentar, lalu menyadari apa yang terjadi disini sebenarnya. Kei keluar dari persembunyiannya, kak danish tersenyum sambil merangkul Kei. Kei menatapku sambil tersenyum "Kak danish banyak belajar darimu, Jane."
Aku menahan air mataku untuk tidak lolos dari mataku. Semuanya sangat menyakitkan bagiku orang yang kau sukai berpacaran dengan temanmu, bahkan kau sendiri yang membantunya. Menginginkan kak danish untuk bersamaku, bukankah itu egois? Sayang, air mataku ternyata lolos dari mataku. Dengan cepat aku menghapusnya.
"Wow, danishwara bergerak cepat ternyata ya. Selamat. Aku senang." ucapku sambil menepuk bahu kak danish.
"Semuanya terjadi karenamu. Terimakasih." kata kak danish sambil tertawa. "Ingin kutraktir?"
"Ahㅡtidak usah. Sehabis ini, aku fokus dengan ujian kenaikan kelas jadi jarang dapat bertemu dengan kalian." ucapku sambil menahan isak tangisku.
"Ah, aku juga harus ujian kelulusan." sahut kak danish. "Terimakasih, teman." lanjutnya sambil menggenggam tanganku.
Aku tersenyum, "Iya, jaga Kei baik-baik ya?"
Kei, tolong jaga kak danish.
"Pasti!"
Aku meraih buku yang kuletakkan di lantai tadi, membawanya sendirian. "Sekali lagi, selamat."
Setelah itu, aku pergi meninggalkan kak danish dan Kei dengan air mataku yang mengalir dari mataku. Setelahnya, aku menangis di kelas sendirian. Cinta pertamaku berjalan begitu buruk.
Aku memikirkan bagaimana seandainya yang terjadi jika aku tidak membantu kak danish untuk mendapatkan Kei. Tidak akan ada yang berubah. Kak danish akan terus dengan perasaannya, malah aku senang karena waktu itu aku menghampiri kak danish di perpustakaan. Jadi aku bisa berteman dengannya seperti saat ini. Namun, aku tidak menyangka ini akan lebih menyakitkan jika aku berteman dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama
Romanceaku paham kalau cinta pertama memang punya tempat tersendiri di hati kita.