Saat semua orang sedang turun ke lantai dansa, aku melihatnya duduk terdiam di salah satu sudut ruangan ditemani temaram lampu yang membuat wajahnya menjadi berwarna. Jelas sekali kulihat, kalau rona merah di wajahnya itu bukan karena dia mabuk. Dia masih terlalu bugar untuk seseorang yang mulai memasuki fase mabuk.
Dia pasti sama sepertiku.
Datang karena terpaksa dan dipaksa.
Gerak tubuhnya terlihat tidak nyaman ketika salah seorang teman perempuannya duduk menyender ke bahunya. Pelan-pelan, ia bergeser dan mendorong kepala temannya menjauh.
Perempuan itu bersikeras mendekat padanya. Soal baginya, seorang perempuan lain, duduk di sisi kosong sebelahnya dan mencoba melakukan hal yang sama. Kali ini, lebih parah. Ia menyodorkan minuman miliknya untuk laki-laki yang ternyata cuma minum air mineral dari botol tumblr miliknya.
Manisnya.
Kuharap, ia tidak meninggalkan botol itu di sana. Aku tak sanggup membayangkan, kalau ibunya marah dan memintanya mencari botol minum itu sampai ditemukan.
Kulihat ia semakin gelisah. Selain karena posisi duduk kedua perempuan tadi semakin mwngimpit laki-laki itu, salah satunya mulai berani menyentuh paha dan dadanya.
Darahku berdesir melihat pemandangan itu.
Kalau laki-laki itu normal, seharusnya ia tidak mengelakkan godaan tersebut. Bahkan mungkin, dia bisa melakukan 'itu' di sebuah kamar yang memang disediakan oleh pemilik klub untuk pengunjung-pengunjung yang berani membayar lebih.
Sayangnya, dia pergi. Dia membawa tasnya keluar dari tempat terkutuk itu.
Aku merasa punya kesempatan kali ini. Kuambil tasku dan mencoba pamit ke Lina, seorang teman yang memaksaku ikut ke sini karena mau bertemu kenalannya. Sekarang, sepertinya aku sudah tidak dibutuhkan lagi. Dia sudah begitu larut menggerakkan tubuhnya di lantai dansa bersama laki-laki itu.
Aku langsung keluar begitu dia menganggukkan kepalanya menyetujui kepulanganku. Aku langsung buru-buru berlari, berharap masih ada kesempatan menemui laki-laki tadi.
Aku terlambat.
Begitu aku sampai di luar, laki-laki itu sudah menghilang. Tahu begini, aku langsung mengejarnya saja tadi. Tapi kalaupun berhasil, aku mau apa memangnya? Apa aku akan menyapanya? Apa aku berani?
Antara lega dan kecewa, aku memilih jalan menuju kedai susu murni sebelum memesan ojek online. Susu dingin sebelum tidur, mungkin bisa mendinginkan kepalaku yang sedang tak karuan.
Baru saja sampai di depan warung, mataku terpaku pada sosok laki-laki dengan tinggi sekitar 175cm dengan rambut rapi dan mata coklat tua memandangku dari tempatnya duduk.
Itu dia. Laki-lakidi klub tadi.
Jantungku berdegup kencang seperti ingin jumpalitan rasanya. Kalau koprol tidak memalukan bagi perempuan sepertiku, mungkin sudah kulakukan. Tapi aku tidak bodoh, aku enggak mau membuat pangeran tampanku lari karena keanehanku.
Nyatanya, aku kikuk. Senyum yang ia lemparkan begitu mata kami bertatapan langsung menyihirku. Sontak saja, perutku seperti sedang digelitik oleh ribuan kupu-kupu yang ingin terbang bebas mengintarinya.
Kulihat, hanya ada satu tempat kosong. Tepat di sebelahnya.
Lamunanku tentang kupu-kupu tadi buyar begitu sang penjual susu menanyakan pesananku.
"Mau pesan apa, Teh?" Mampang tukang susu murni menanyakanku sambil mengantarkan pesanan untuk laki-laki itu. Ia juga mempersilahkanku untuk duduk di sebelah laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Souls Are Tied
RomanceKumpulan cerpen tentang hati yang saling tertaut, meski tak ada yang tahu apakah takdir akan bersambut. Kisah tentang aku menemukan kamu, atau kamu menemukan orang lain. Cerita tentang aku yang berjuang mendapatkanmu, atau kamu yang juga berjuang un...