Eins

139 49 30
                                    

Tidak sedikit orang yang memandang negatif sebuah kegagalan yang dialaminya bahkan menjadikannya sebagai musuh. Banyak orang yang tidak memaafkan dirinya karena telah melakukan kegagalan yang menurutnya tidak bisa dimaafkan. Kegagalan membuatnya menyerah apa yang menjadi tujuan hidupnya.

***

Seorang laki-laki bernama Zayyan Kusuma atau biasa dipanggil Yan yang berusia 16 tahun. Saat itu Zayyan sedang duduk di teras rumah sambil menikmati teh hangat buatan ibunya. Sambil melihat langit yang indah pada malam itu, Zayyan teringat dengan pertandingan bulutangkis di televisi kemarin. Ia ingin sekali menjadi seorang atlet bulutangkis yang membawa nama Indonesia di kancah Internasional. Tetapi bagaimana Zayyan bisa menjadi atlet bulutangkis sedangkan ia belum pernah bermain bulutangkis. Bahkan memegang raketpun tak pernah. Zayyan termangu dalam diam dan tiupan angin dikala malam hari tiba. Zayyan pun berpikir bahwa sia-sia buat apa ia memikirkan itu.

“Yan, kenapa kamu? Masuk udaranya lagi dingin,” ucap seseorang sambil menepuk pundak si Zayyan.

Zayyan pun segera membalikkan badan dan melihat seorang perempuan yang merupakan ibunya yang amat sangat dicintainya.

“Bentar Bu, langit malam ini lagi bagus, aku pengen lihat bulan purnama.”

“Ayo masuk, sebenernya ada apasih akhir-akhir ini ibu lihat kamu murung mulu, setiap hari kamu tekuk tuh mulutmu,” balas ibu.

“Sebenarnya gini bu, aku pengen banget jadi atlet Bu, atlet bulutangkis lebih tepatnya, tapi aku kan belom pernah bermain bulutangkis, bahkan megang raket aja belom pernah. Akan tetapi suatu saat nanti, aku pengen banget jadi atlet bulutangkis yang bawa bangga nama Indonesia,” tutur Zayyan pada ibunya.

“Hah, kamu mau jadi atlet? Ibu tidak mengizinkan. Lihatlah atlet-atlet Indonesia sudah ngumbruk akeh, kamu bisa lihat kan dulu sewaktu muda mereka menghasilkan medali emas untuk Indonesia, setelah mereka tua mereka dibiarkan saja tak mendapat dana sepeserpun dari pemerintah, apa kamu tidak menyesal nantinya? Pokoknya ibu tidak akan mengizinkan, lagipula kamu tidak ada bakat dalam berolahraga.” jelas ibunya dengan nada tinggi.

"Yah bu masa gaboleh, itu kan jaman baheula bu. Sekarang mah atlet sudah terjamin masa depannya." Jawab Zayyan mencoba untuk membujuk ibunya.

"Ibu ga akan mengizinkanmu, Zayyannnn!" Balas ibunya.

Semenjak kejadian itu Zayyan merasa sangat berputus asa. Keluarga terdekatnya pun tidak mendukungnya, bagaimana dia bisa melakukannya. Keadaan ini mulai membuat Zayyan semakin tertekan, ingin rasanya ia meninggalkan rumahnya untuk segera, akan tetapi ibunyalah yang membesarkan dirinya dari kecil.

***

Esoknya, hari pertama Zayyan sekolah setelah melewati hari libur kenaikan kelas. Ia berangkat sekolah menggunakan sepeda motor kesayangannya. Zayyan bersekolah di SMAN 10 Semarang. Pada saat di kelas, semua siswa dibagikan selembar kertas untuk memilih ekstrakulikuler yang akan mereka ikuti.

"Eh yan, lu mau ikut ekskul apaan?" Tanya si Devina teman dekatnya Zayyan.

"Kayanya gua mau ikut ekskul bulutangkis dah, soalnya gua mau jadi atlet Internasional biar kaya Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon." Jawab Zayyan dengan pede sambil mengangkat kedua alisnya.

"Yaelah yan, lu kalo mimpi tuh jangan tinggi tinggi. Ntar kalo ga kesampean terus jatoh kan sakit." Ledek si Devina.

"Buset dev, Ir. Soekarno aja bilang gini, Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, maka engkau akan jatuh diantara bintang-bintang." Jawab Zayyan dengan bijaknya.

"Iya bang bijak, ampun dehhh." Jawab si Devina mengalah.

"Lah lu sendiri mau ikut ekskul apaan emang, Dev?" Tanya Zayyan kepada teman dekatnya.

"Hehe gua sama kaya lu aja dah." Jawab Devina sambil cengengesan.

"Serius lu dev? Asik dah kalo begitu mah biar gua ada temennya nanti. Oiyaaa  gua baru inget dev, ibu gua kan ga ngizinin gua buat jadi atlet, aduh gimana yaaa" Jawab Zayyan dengan muka yang awalnya senang berubah drastis menjadi sedih.

"Yaudah yan, lu gausah ngasih tau ibu lu kalo lu ikut ekskul bulutangkis." Kata Devina mencoba membuat hati Zayyan kembali senang.

"Yaudah gimana nanti aja dah, gua jalanin dulu." Jawab Zayyan mencoba menenangkan hatinya.

Lalu Zayyan dan Devina pun menulis ekskul yang mereka pilih. Ketika pulang sekolah, mereka berdua berkumpul bersama siswa lain yang mengikuti ekskul bulutangkis juga. Zayyan dan Devina pun mendapatkan jadwal latihan yaitu hari senin, selasa, dan kamis. Setelah itu, mereka berdua langsung pergi ke toko sport untuk membeli raket dan shuttle cock untuk latihan esok. Zayyan membeli raket dengan uang tabungannya bermerk Yonex dengan harga Rp 300.000. Ia tidak berani membawa pulang raketnya karena ia tahu pasti ibunya akan memarahinya.

"Devina, ini raket gua gua titipin ke elu yaaa, ibu gua pasti bakal marah kalo ini raket gua bawa pulang." Kata Zayyan sambil memberikan raketnya kepada Devina.

"Asiap santui, paham ko paham." Jawab Devina.

"Asik dah, emang lu tuh temen gua paling baek. Yaudah sekarang pulang yo, lu gua anterin dulu ke rumah." Jawab Zayyan dengan senang.

"Serius lu mau nganterin gua? Yuhuu senangnya, jadi ga ngeluarin ongkos dah guaa hahaha." Jawab Devina sambil kegirangan.

Lalu Zayyan mengantarkan pulang Devina dengan motor kesayangannya. Setelah itu, Zayyan langsung pulang ke rumah.

***

Kurang lebih sudah 3 bulan Zayyan berlatih di sekolah. Mulai belajar dari bagaimana cara memegang raket dengan benar hingga sekarang bagaimana cara jump smash dengan benar. Ia tidak pernah bolos latihan, ia selalu semangat ketika latihan. Mengapa Zayyan selalu semangat? Ya, karena dia ingin menjadi atlet internasional. Itulah yang selalu diingat di kepalanya. Selama tiga bulan ini, ibunya Zayyan tidak pernah curiga kalau Zayyan mengikuti ekskul bulutangkis.

Waktu itu hari kamis ada jadwal latihan di sekolah. Sehabis latihan, Coach Heru (pelatih bulutangkis di SMAN 10 Semarang) mengumpulkan semua pemain. Coach Heru memberikan informasi bahwa bulan depan akan ada turnamen tingkat provinsi. Nah, kebetulan diadakannya di GOR Semarang. Jika menjadi pemenangnya, maka akan mawakili Provinsi Jawa Tengah untuk turnamen tingkat nasional.

"Gua harus bisa menang di turnamen ini nih, gua harus latihan lebih keras lagi, gua pengen ngewakilin provinsi Jawa Tengah sekaligus pengen nunjukin ke ibu kalo gua ini berbakat di olahraga salah satunya bulutangkis." Gumam Zayyan dalam hatinya.

"Eh tapi ntar izin turnamen ke ibu gimana yaa aduhh." Gumam Zayyan dalam hati lagi sambil menggaruk kepalanya.

Tiba-tiba Devina menghampiri Zayyan yang sedang menggaruk kepalanya.

"Woy bang ganteng, ngapain lu garuk-garuk kepala? Gatel?" Sapa Devina sambil menyenggol bahu Zayyan.

"Apasi ganteng-ganteng, gua lagi bingung nih gimana cara izin turnamen ke ibu gua." Kata Zayyan membalas.

"Oalah, yaudah nanti gua bantuin bilang ke ibu lu, selaw aja selaw". Kata Devina menenangkan Zayyan.

"Bener yaa? Yaudah besok lusa kan libur sekolah nih, lu ke rumah gua ajaa, gimana gimana?" Tanya Zayyan kepada Devina.

"Iyaa bang gantengggg." Jawab Devina kepada Zayyan dengan gemas.

"Okee, yaudah sekarang rapi-rapi terus kita pulang." Jawab Zayyan sambil senyum senang.

Setelah berganti pakaian, mereka berdua pun meninggalkan lapangan badminton yang ada di sekolahnya. Seperti biasa, Zayyan mengantarkan Devina ke rumahnya dulu baru dia pulang ke rumah ibunya.

***

Esok lusa,.... Gimana tuh?

Bersambung bro

From Zero to HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang