Part 2 Unlucky Girls

2.6K 75 2
                                    

Pagi hari ini, seperti biasa Dara masih terlelap di tempat tidurnya. Sang Bibi selalu membangunkan majikannya. Dara menyuruh Bi Nah untuk membangunkan pagi-pagi supaya dia tidak terlambat ke sekolah lagi seperti kemarin yang menemukan suatu kejadian yang tidak diinginkannya. Seperti tersambar petir, Dara bangun ketika alarm wekernya berbunyi, mematikannya dan langsung pergi ke kamar mandi. Setelah mandi Dara mengenakan seragam dan menuju ke ruang makan. Melihat itu semua, Bi Nah sangat terkejut.
"Non Dara sudah bangun ya?" tanya Bi Nah sambil tertawa kecil melihat majikannya bisa bangun pagi yang membuatnya tidak perlu susah-susah untuk membangunkannya, butuh kesabaran dan ketelatenan yang ekstra supaya Dara benar-benar terbangun dari tidurnya.
"Bukan hanya sudah bangun Bi, ini Dara sudah rapi dan wangi siap untuk sarapan," jawab Dara bangga menuju meja makan.
"Ini Bibi siapkan ayam goreng kesukaannya non Dara," kata Bi Nah sambil tersenyum.
"Asyik ayam goreng," kata Dara seperti Upin dan Ipin.
"Kenapa Bi?" tanya Dara berhenti makan ketika tangan Bi Nah memegang sudahinya.
"Non Dara tidak sakit kan" ledek bin Nah karena suatu keajaiban ketika melihat nonanya itu bisa bangun pagi.
"Tenang Bi Nah, Dara 100 % sehat walafiat," jawab Dara mantap dan melanjutkan sarapannya.
"Oke Bi, saya berangkat dulu," kata Dara sambil bersalaman mencium punggung tangan Bi Nah setelah selesai menyantap sarapannya.
"Hati-hati non," kata Bi Nah.
"Siap bos," jawab Dara ala militer, yang membuat Bi Nah tertawa melihat kelakuan majikannya itu.
***
Hari ini, hari yang dikira Dara adalah hari keberuntungannya. Malah justru sebaliknya. Waktu hendak berangkat sekolah, dikiranya dirinya tidak akan terlambat ke sekolah. Ternyata musibah menimpanya. ban motornya bocor di tengah jalan, terpaksa Dara mencari tukang tambal ban. Dara pun menuntun sepeda motornya untuk menemukan tukang tambal ban. Untung saja tukang tambal bannya tidak terlalu jauh, akhirnya Dara menuju tukang tambal bannya. Setelah selesai menembel ban, dirinya berangkat ke sekolah. Seperti biasa, karena sudah tahu dirinya akan terlambat, lagi-lagi Dara menitipkan motornya ke warung langganannya dan berusaha masuk ke sekolah lewat pintu belakang. Dan harapkan dirinya bisa dengan mudah masuk ke kelasnya, belum sempat sampai ke kelasnya, Dara ketahuan dengan guru super cerewet Miss Ambar yang bertindak sebagai wali kelas 12 IPA 3, yaitu kelas Dara.
"Dara, kamu terlambat lagi," tegur bu Ambar.
"I.. iya bu," jawab Dara sambil menyengir bagaikan maling yang tertanggap basah mencuri barang milik warga.
"Kali ini alasan apa lagi kamu Dara, tidur kemalaman, terlambat bangun, bangunnya kesiangan?" tanya bu Ambar dengan kesal, karena beribu alasan telah diberikan Dara untuk menutupi alasan keterlambatannya.
"Kali ini tidak itu semua kok bu. Hari ini saya terlambat karena ban motor saya bocor di jalan, jadi saya harus cari tukang tambal dulu. Cukup lumayan jauh lo bu, lihat sampai keringatan begini saya bu. Setelah selesai ditambal saya langsung ke sekolah kok tidak mampir-mampir, dan ternyata setelah sampai disekolah pintu gerbangnya sudah di tutup bu," jawab Dara .
"Hem... alasan," kata Bu Ambar tak percaya dengan Dara karena yang selalu memberikan banyak alasan.
"Sumpah sambar geledek bu kalau. Masa Ibu tidak percaya sama saya. Kan kalau berbohong saya dosa nanti. Dan kalau ibu tidak percaya, ibu sendiri loh yang disambar," kata Dara menggoda Bu Ambar.
"Daraaaaa... " kata bu Ambar marah.
"Oke kalau," lanjut bu Ambar yang dipotong oleh Dara.
"Siap Bu," jawab Dara ala pasukan militer.
"Mau kemana kamu?" tanya bu Ambar yang melihat Dara hendak pergi.
"Ke BP lah Bu, saya mau melapor kalau saya terlambat. Seperti biasa kalau saya terlambat ibu pasti menyuruh saya ke BP," jawab Dara.
"Oke kalau kamu sadar, tapi setelah itu ke ruangan Ibu." Perintah Bu Ambar.
"Oke Bu," jawab Dara dengan santai.
Setelah selesai dari BP, Dara pun menuju kantor Bu Ambar.
"Kok lama sekali?" tanya bu Ambar menginterogasi.
"Habis disuruh menata arsip yang ada di kantor BP Bu," jawab Dara percaya diri.
"Ya sudah duduk." Perintah bu Ambar.
"Oke Bu," jawab Dara sambil duduk.
"Aduh Dara, sudah berapa kali ibu memperingatkan kamu supaya kamu tidak terlambat lagi. Saya sebagai wali kelas kamu benar-benar bingung dan pusing menghadapi kelakuan kamu. Sebenarnya Ibu bangga dengan kamu, karena kamu termasuk siswa yang pintar dan kamu sering mengharumkan nama sekolah dengan lomba-lomba yang kamu ikuti. Tapi kadang Ibu juga jengkel melihat tingkah kamu yang tidak disiplin dan semaunya sendiri. Percuma kalau pintar saja tapi etikanya kurang. Negara ini tidak membutuhkan orang pintar, tapi orang yang memiliki etika. Sekali lagi coba renungkan baik-baik sikap kamu selama ini apakah pantas. Dan sebentar lagi kamu ujian akhir. Kalau kamu seperti ini terus kamu termasuk orang yang menyia-nyiakan anugerah yang di berikan Tuhan kepadamu Dara. Padahal banyak orang yang menginginkan posisi sepertimu. Jadi jangan sia-siakan hidup kamu. Bikin orang tuamu dan keluargamu, teman - temanmu bangga kepadamu. Mengerti Dara?" ucap Bu Ambar dengan panjang yang membuat Dara menguap dari tadi.
"Dara apakah kamu mendengarkan yang ibu bicarakan?" tanya Bu Ambar yang sepertinya dihiraukan sama Dara.
"Dara mendengarkan Bu," jawab Dara bosan yang dari tadi mendengarkan ceramah dari guru wali kelasnya tersebut.
"Apa yang harus Ibu lakukan kepadamu lagi Dara, Ibu sudah sering memberikan nasihat kepadamu namun setiap nasihat itu selalu kamu acuhkan. Saya sebagai wali kelasmu merasa gagal jika tidak bisa mendidik muridnya," ucap Bu Ambar kesal dengan kelakuan salah satu murid didiknya. Baru kali ini dirinya menemui murid seperti Dara. Sebenarnya dirinya sangat baik dan pengertian kepada para muridnya. Dirinya Memang di kenal guru paling cerewet di sekolah, namun itu semua guna untuk kebaikan murid-muridnya supaya dapat disiplin.
"Maafkan saya Bu," kata Dara lesu mendengar ceramah guru wali kelasnya yang panjang lebar.
"Oke kalau begitu Ibu akan buat kamu disiplin. Sebelum kamu diperbolehkan masuk ke kelas, kamu harus membersihkan kamar mandi." Perintah bu Ambar.
"Bersihkan kamar mandi lagi Bu," jawab Dara dengan kesal.
"Iya, bersihkan semua kamar mandi di sekolah ini termasuk kamar mandi guru dan kepala sekolah. Dan sebelum itu bawakan buku - buku itu ke kelas 12 IPA 1, karena Ibu akan mengajar disana." Perintah bu Ambar puas, karena sudah bingung lagi mau memberi hukuman seperti apa lagi untuk Dara, karena semua hukuman yang telah diberikan kepada Dara tidak membuat Dara jera.
"Apa Bu semua kamar mandi?" jawab Dara terkejut, namun dijawab Bu Ambar dengan anggukan.
"Ayo Dara bawakan buku-buku ini ke kelas IPA 1, nanti Ibu terlambat masuk kelas," jawab bu Ambar yang sudah berjalan duluan.
"Baiklah Bu," lanjut Dara pasrah sambil membawa tumpukan buku yang lumayan banyak sambil mengekor di belakang gurunya.
***
Setelah proses mengajar di sekolah, bel tanda pulang berbunyi. Ini tidak di sia-siakan siswa untuk segera keluar kelas, begitu juga Dara, dia langsung terbirit-birit menuju perpustakaan karena masa hukumannya belum selesai. Dia diperbolehkan pulang setelah merapikan buku-buku di perpustakaan. Setelah selesai, akhirnya Dara langsung menuju pintu belakang sekolah. Sialnya pintu tersebut telah di perbarui dan di pasang kunci yang sebelumnya rusak dan tak terkunci, akhirnya terpaksa Dara lewat pintu gerbang sekolah.
Tiba-tiba handphonenya bergetar. Melihat nomor yang tidak dikenalinya, ingin mengabaikannya, tetapi nomor itu terus bergetar. Terpaksa Dara mengangkat panggilan itu.
"Halo dengan Dara disini, maaf saya bicara dengan siapa ya," jawab Dara menjawab telepon dengan ramah.
"Duh manisnya," kata orang ditelepon.
"Maaf ini siapa ya?" tanya Dara penasaran.
"Wah ternyata anak sombong kayak kamu itu bisa bersikap sopan ya!" ejek sang penelepon.
"Paman," kata Dara terkejut melihat orang yang ditabraknya kemarin ada di depan pintu gerbang sekolah sambil bersandar di mobil sedan mewah yang kali ini berwarna silver.
Si laki-laki tersebut melambaikan tangannya, melihat laki-laki tersebut hendak menghampirinya Dara ingin berniat lari. Tapi si laki-laki tersebut bisa mengejarnya dan mencengkam tangan Dara.
"Lepaskan," kata Dara ketus sambil meronta.
"Kenapa harus melepaskan orang yang ingin aku mintai pertanggung jawaban," kata si laki-laki dengan senyum penuh kemenangan.
"Soal itu kan sudah saya bicarakan dengan Paman kemarin. Salah siapa tidak mau," kata Dara mengelak.
"Siapa yang tidak mau, kata kamu kemarin saya harus menelepon kamu untuk minta ganti ruginya," kata si laki-laki.
"Paman memungut nomor saya," kata Dara tak percaya.
"Iya, soalnya untuk minta pertanggung jawaban dari kamu. Kamu mau melarikan diri begitu," ucap si laki-laki.
"Bukannya begitu Paman. Iya saya akan tanggung jawab tapi harusnya Paman telepon saya dulu, masalahnya saya tidak bawa uang untuk mengganti kerusakan mobil Paman. Paman tahu saya masih pelajar, jadi tidak bawa uang banyak," jawab Dara mengelak.
"Oke kalau begitu, kita ke rumahmu," kata si laki-laki.
"Mau apa Paman ke rumah saya?" tanya Dara heran.
"Mau ketemu orang tua kamu, mau minta ganti rugi karena anaknya telah menabrak dan berusaha untuk kabur." Ledek sang laki-laki .
"Oke begini saja, nanti saya transfer ke rekeningnya Paman, bagaimana? Berapa nomor rekeningnya Paman." Pinta Dara mencoba bernegosiasi.
"Aku menolak," jawab si laki-laki.
"Kenapa?" tanya Dara bingung.
"Karena saya ingin bicara dengan orang tuamu, bilang kalau anaknya melakukan kesalahan dan tidak mau bertanggung jawab," ucap si laki-laki menyeringai.
"Silahkan saja bicara sama orang tua saya paling Paman tidak akan bertemu dengan mereka," ucap Dara ketus, batinnya silahkan saja Paman silahkan menemui orang tua saya di luar negeri kalau ingin mengadu sama mereka.
"Kenapa, jangan-jangan kamu tidak diaku sebagai anak atau kamu ini anak pungut yang di pungut di depan pagar rumah ketika hujan deras." Sindir si laki-laki dengan memperlihatkan senyum liciknya.
"Sembarangan saja kalau bilang, punya mulut itu di jaga Paman, ingat sama umur," ucap Dara menimpali.
Mereka pun saling menatap penuh intimidasi satu sama lain.
"Sudah jangan banyak bicara ayo saya antar ke rumahmu," ucap si laki-laki sambil menarik tangan Dara.
"Percuma Paman, di rumah tidak ada siapa-siapa," kata Dara yang berhasil melepaskan tangannya.
"Bagaimana kalau kita ketemuan saja", kata Dara mencoba untuk bernegosiasi.
"Heemmm... Oke dimana?" tanya si laki- laki menyerah.
"Di kedai kopi Delicious bagaimana?" Tahu kan tempatnya. Itu loh tempat hangoutnya para kaula muda. Hemmm... Paman pasti tidak tahu, itukan tempatnya para ABG-ABG kumpul. Dimana ya enaknya, bagaimana kalau di Galaxy cafe, aku rasa Paman tahu," kata Dara yang sengaja menyindir lawan bicaranya.
"Tidak, nanti kamu main kabur saja seperti sekarang ini," kata si laki- laki yang tidak termakan omongan Dara yang berusaha menyindirnya.
"lah terus dimana?" kata Dara kesal dengan laki-laki yang sama sekali tak menyerah untuk melepaskannya.
"Oke saya janji saya gak main kabur dan akan bertanggung jawab, kan Paman sudah tau nomor telepon saya?" lanjut Dara mulai jengkel karena negosiasinya tak berhasil.
"Saya tidak semudah percaya sama orang lain, apalagi orang seperti kamu ini, pasti nanti nomor teleponnya kamu ganti. Aku tidak sebodoh yang kamu kira bocah," kata si laki-laki dengan nada remeh.
"Sebenarnya maunya Paman apa sih?" tanya Dara dengan nada tinggi.
"Santai anak manis. Oke kalau gitu saya pinjam KTP kamu sebagai jaminan," kata si laki-laki menawarkan cara untuk berdamai.
"Apa KTP, Memangnya saya lagi berhutang di Bank terus dikejar kejar sama rentenir gitu?" tanya Dara ketus.
"Kalau tidak mau ya tidak apa-apa, saya akan ikuti kamu sampai rumah." Ancam si laki-laki.
"Terserah Paman," kata Dara sambil berjalan ke arah warung untuk mengambil sepeda motornya dan tidak berniat memberikan KTPnya.
"Mau kemana? Mau kabur. Percuma, aku tak akan membiarkanmu pergi begitu saja," kata si laki-laki .
"Mau ambil motor, Paman mau ikut," kata Dara ketus.
Rencananya selain mengambil motornya. Dara hendak mengisi perutnya yang mulai keroncongan akibat di pakai beraktivitas penuh di sekolah dan tambah berdebat dengan orang yang menyebalkannya. Dan berniat berlama-lama di warung jika laki-laki tersebut mengikuti ataupun menunggunya.
"Loh sudah tutup ya mbok Sri?" tanya Dara kecewa.
"Wah maaf mbak Dara, sudah habis dari tadi. Alhamdulillah hari ini ada pesanan," jawab mbok Sri senang.
"Loh masnya ini," kata mbak Sri terhenti karena dipotong Dara.
"Oh ini Paman saya, ya sudah mbak saya mau ambil motor dulu ya," kata Dara.
"Oooo..." kata mbok Sri bingung.
"Tunggu Dara", kata si laki-laki. Dara pun hanya melongo ketika si laki-laki Memanggil namanya, pasti tahu dari percakapan antara dirinya dengan mbok Sri yang menyebut namanya. Si laki-laki pun mendekat dan menarik kunci motornya Dara.
"Apa yang Paman lakukan, kembalikan kuncinya," teriak Dara, namun tak digubris dan menghampiri mbok Sri.
"Oh ya Bu saya mau titip kunci sepeda motor keponakan saya biar besok diambilnya. Soalnya ada kepentingan keluarga yang mendadak, maka dari itu saya datang kesini untuk menjemput Dara hari ini," kata si laki-laki berbohong.
"Apa?" kata Dara panik.
"Tidak apa-apa kan Bu", kata si laki-laki dengan nada memohon.
"Oh tidak apa-apa Mas, saya dan mbak Dara sudah akrab kok, sudah saya anggap anak saya sendiri," jawab mbok Sri yang menerima kunci motornya Dara.
"Sekali lagi terimakasih banyak Bu, maaf keponakan saya yang satu ini selalu merepotkan, ya beginilah kelakuannya, mohon dimaklumi," kata si laki- laki dengan nada merendah dan memberikan sebuah senyum kemenangan pada Dara lalu menggandeng tangan Dara menuju ke mobilnya.
"Lepaskan," pinta Dara sambil memberontak, tetapi sia - sia karena semakin memberontak akan membuat tangannya terasa sakit akibat cengkeraman yang teralu kuat.
"Masuk." Perintah si laki-laki .
"Tidak mau, saya akan teriak," ucap Dara mengancam.
"Silahkan saja teriak sesukamu sampai kamu tidak bisa bicara lagi. Percuma kamu teriak, disini sepi tidak ada orang. Ayo teriak, katanya mau teriak," kata si laki-laki sinis sedikit mengintimidasi sambil memaksa Dara masuk ke mobilnya. Dara pun terpaksa masuk ke dalam mobil.
"Apa yang Paman mau dari saya, jangan-jangan Paman seorang pedofil yang suka menculik anak sekolah dan mau meminta tebusan," kata Dara paranoid.
"Ngapain menculik bocah kayak kamu, bikin susah saja dan ngapain lagi minta tebusan, uangku masih cukup untuk menghidupiku. Percuma minta tebusan, paling tidak ada yang mau tebus," ejek si laki-laki.
"Ya kalau gitu lepaskan saya dong Paman, saya janji akan ganti rugi dan tidak akan kabur. Percayalah Paman," pinta Dara namun tidak dihiraukan oleh mendekat pada Dara.
"Mau apa Paman?" kata Dara waspada, tanpa sengaja menonjok laki-laki tersebut.
"Auh." Geram si laki-laki karena sebuah pukulan tepat mendarat di wajahnya, walaupun Dara gadis yang memiliki postur tubuh tinggi kurus tapi tenaganya bagaikan tenaga kuda.
"Kamu!" sambil menatap tajam Dara. Dara pun ketakutan.
"Jangan takut, saya tadi hendak memasang sabuk pengaman doang," kata si laki-laki dengan senyum menyeringai menahan sakit.
"Saya kira Paman hendak?" ucap Dara terpotong, dipikirnya orang yang sedang duduk bersamanya sekarang hendak menciumnya.
"Jangan-jangan kamu yang mengharap," goda si laki-laki yang membuat wajah putih Dara merah seperti saus tomat karena malu.
"Tidak lucu ah... " jawab Dara kesal.
"Ternyata kamu tuh kecil-kecil tenaganya lumayan juga ya mirip petinju kelas profesional," kata si laki-laki yang kini mulai fokus mengemudi.
"Mau kemana kita Paman?" tanya Dara saat mobil sudah berjalan.
"Ke rumah sakit," ucap si laki-laki.
"Ngapain?" tanya Dara.
"Kamu enggak lihat akibat perbuatanmu," ucap si laki-laki sambil menunjukkan wajahnya yang sedikit lebam.
"Salah sendiri," gumam Dara tapi masih di dengar oleh laki-laki yang duduk di sampingnya. Dara pun melirik wajah orang yang ditonjoknya, Memang terlihat lembab, mungkin karena tonjokannya yang super duper dahsyatnya karena reflek. Dara pun merasa bersalah dan kasihan terhadap laki-laki yang akan membawanya entah kemana. Dilihat-lihat wajahnya lumayan tampan yang membuat Dara senyam senyum sendiri tanpa sadar.
"Kenapa lihat-lihat. Saya masih tampankan walaupun lebam," ucap si pengendara mobil yang tahu dirinya dilihat perempuan yang selisihnya jauh dibawahnya.
"GR... " ucap Dara yang malu karena ketahuan melirik. Tiba-tiba perut Dara berbunyi yang membuat Dara salah tingkah sambil memegangi perutnya. Dan hal itu membuat si laki-laki tertawa.
"Lapar ya. Tenaganya habis buat pukul orang sih," ledek si laki-laki yang membuat pipi Dara memerah karena malu.
"Loh kok berhenti di sini sih Paman, bukannya Paman mau ke rumah sakit?" tanya Dara saat mobil berhenti di tempat parkir sebuah restoran cepat saji.
"Apa kamu gak dengar suara alarmmu," goda si laki-laki yang membuat Dara semakin salah tingkah.
Akhirnya mereka berdua masuk ke restoran tersebut. Semua mata tertuju kepada mereka berdua saat memasuki restoran, apalagi wanita-wanita yang makan disitu begitu terpukau dengan kehadiran seorang lelaki bak seorang pangeran. Dara pun tau apa yang dilihat wanita-wanita itu, sebenarnya dirinya juga mengakui bahwa orang yang membawanya pergi memiliki paras yang rupawan, wajar saja banyak wanita jatuh cinta pada pandangan pertama, tetapi ia pun cuek dan mencari tempat duduk. Mereka berdua pun memesan makanan.
"Kenapa kamu lihatin saya lagi, kamu terpesona dengan wajah saya kan," goda si laki-laki sambil mendekatkan wajahnya ke arah Dara yang membuat Dara memerah. Namun Dara berusaha tenang dan menganggap biasa saja walaupun hatinya dilihat intens oleh laki-laki yang di hadapannya yang membuat pengunjung bergumam menanyakan siapa sosok pria rupawan bagaikan dewa yang turun dari kayangan, siapa wanita yang beruntung menjadi istrinya dan siapa wanita yang ada di hadapannya apakah anaknya atau keponakannya atau adiknya. Dan membuat para pengunjung pria iri karena wanitanya terhipnotis oleh dirinya.
"Tidak... Saya cuma heran saja sama mereka semua, kayaknya tertarik sama Paman. Apakah istri Paman tidak cemburu atau risih kalau sedang keluar bersama? Sepertinya Paman selalu mendapat perhatian lebih dimanapun tempatnya pasti akan mendapatkan pemandangan seperti ini. Apakah Paman juga tidak merasa risih gitu," kata Dara penasaran.
"Apa kamu bilang!" kata si laki-laki dengan pandangan sinis.
"Dengar ya risih atau tidak itu bukan urusan kamu dan satu hal lagi jangan panggil saya Paman karena saya bukan Pamanmu. Sejak kapan saya nikah sama tante kamu," lanjutnya risih dipanggil Paman oleh Dara. Mereka berdua pun saling melihat dengan tatapan penuh intimidasi.
Dan akhirnya pesannya datang. Mereka pun menyantap makanannya. Karena lapar berat Dara pun melahap pesannya dalam sekejam tanpa jaim. Hal itu membuat si laki-laki yang di depannya hanya bisa geleng - geleng kepala.
"Kamu ini kesambet ya! Mirip orang yang tidak makan beberapa hari, lapar atau doyan?" tanya si laki-laki tanpa sungkan, karena biasanya wanita itu identik dengan gaya makan yang pelan-pelan, anggun dan dengan porsi yang sedikit, berbanding terbalik dengan sosok cewek yang ada di depannya dengan porsi layaknya kuli dan melahapnya dengan rakus.
"Diamlah Paman, soalnya Paman tidak tahu penderitaanku di sekolah, hari ini saya seperti kerja rodi ala penjajahan dan belum sempat mendapat asupan nutrisi sejak tadi pagi. Makanya alarmku berbunyi," kata Dara memberikan alasan sambil terus mengunyah makanan.
"Mengapa Paman tidak makan. Paman tidak mau ya. Ya sudah kalau gitu untukku saja. Mubazir makanannya kalau tidak dimakan dan hanya dilihat saja," ucap Dara sambil mengambil makanan si pria tanpa izin yang belum disentuhnya karena terkejut dengan nafsu makan Dara yang besar seperti orang kesurupan.
Setelah selesai makan mereka pun bergegas keluar.
"Oke, dimana alamat rumahmu?" tanya si laki-laki saat sudah masuk mobil.
"Apa... Paman mau mengantarkanku pulang, bukannya Paman mau ke rumah sakit?" tanya Dara.
"Tidak jadi, melihatmu makan sudah cukup membuatku sembuh," ucap si laki-laki asal.
"Memangnya saya dukun!" ucap Dara sebal.
"Kita mau kemana lagi Paman?" tanya Dara penasaran karena jalan yang dilaluinya sekarang bukan jalur menuju rumahnya.
"Ke rumahku," jawab si laki-laki.
"What...?" tanya Dara terkejut.
"lah kamunya ditanya alamat rumahmu tidak kamu jawab," kata si
laki-laki melihat ekpresi bingungnya Dara.
"Benar Paman mau mengantar saya pulang?" tanya Dara meyakinkan.
"Apa kamu tidak percaya sama saya atau kamu masih beranggapan saya mau menculik kamu. Ngapain menculik anak sepertimu yang banyak makannya bukannya dapat uang malah mengeluarkan banyak uang," sindir si laki-laki.
"Memang ada yang salah kalau ada orang yang doyan makan. Daripada Paman-Paman kerajaannya yang suka menculik anak gadis," balas Dara kesal.
"Apa kamu bilang. Oh ya perlu kamu tahu" kata si laki-laki sambil menatap tajam Dara.
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak terhadap saya sebelum kamu mengenal saya dan jangan sekali-kali Memanggil saya dengan sebutan Paman, karena saya bukan Pamanmu," lanjut si laki-laki sambil menjitak kepala Dara pelan yang membuat Dara mengelus kepala.
"Lalu mengapa tadi Paman berbicara pada mbok Sri seolah-olah Paman ini mau mengakuiku sebagai keponakan. Jadi saya tidak salah jika saya Memanggil Paman, Memang kenyataannya begitu," kata Dara membela.
"Di bilang jangan panggil saya dengan sebutan Paman, Memangnya saya kelihatan tua apa?" pinta si pria yang enggan di panggil Paman.
"Memang sudah tua", ucap Dara dengan ketawa terbahak-bahak.
"Lalu saya harus Memanggil siapa?" tanya Dara mengajukan pilihan.
"Oh ya perkenalkan nama saya Alexander, cukup kamu panggil Alex saja. Mengeti anak manis," ucap Alex lembut.
"Dimana alamat rumahmu? Apa kamu tidak mau kasih tau alamat rumahmu atau jangan-jangan kamu ingin ikut saya pulang ke rumahku," goda Alex.
"Ogah. Ngapain ke rumah Paman. Nanti saya di samsak sama istrinya Paman," kata Dara.
"Oke satu hal lagi, saya belum punya istri karena saya belum menikah. PAHAM..." jawab si laki-laki sambil mengalihkan pertanyaan dari Dara dan sedikit menekankan kata PAHAM.
"Mau saya antar pulang atau saya turunkan di sini," lanjut Alex menggoda Dara dengan sebuah ancaman.
Perumahan Bukit Insudah, jalan Mawar no 26," jawab Dara.
"Oh ya Paman Memangnya ini mobilnya siapa?" tanya Dara memecah keheningan yang dari tadi mereka terdiam satu sama lain dan baru menyadari mobil yang dinaikinya bukan mobil yang ditabraknya, sama-sama mewah berjenis sedan namun kali ini berwarna silver dan berbeda merk.
"Ya mobil saya lah," jawab Alex yang fokus menyetir.
"Berarti Paman holkay dong," kata Dara mengelak.
"Memangnya kenapa?" tanya Alex heran mendengar perkataan Dara.
"Ya kalau begitu ngapain Paman repot-repot mencariku, kan Paman masih punya mobil yang lainnya," kata Dara datar yang membuat Alex menoleh kearahnya dan terkekeh.
"Kamu pikir kalau aku kaya terus punya mobil lebih dari satu enggak boleh menuntut keadilan, siapapun yang salah apapun statusnya tua, muda, kaya, miskin ya harus dimintai pertanggung jawaban. Itu baru dikatakan adil. Apalagi pelakunya seperti kamu masih remaja yang notabenenya masih labil, ya kalau salah ya harus diberi hukuman supaya dapat disiplin dan tidak mengulanginya lagi," kata Alex yang menceramahi seperti layaknya seorang guru kepada muridnya.
"Orang ini dewasa banget, aku yakin ini orang sudah tua, dan katanya belum menikah, ya jelas lawong orangnya perfeksionis pasti yang di carinya miss perfect, atau jangan-jangan Paman ini penyuka jenis. Duh ngeri," batin Dara geli-geli sendiri dengan gagasannya tersebut.
"Kenapa ya hari ini! Hari apa sih ini kok sial melulu, tadi di sekolah, sekarang di ceramahi orang yang eenggak aku kenal, sial... sial... sial... Aku harus mandi kembang 7 rupa kalau perlu makan bunganya sekalian supaya dapat menolak bala dan terbebas dari ABG tua menyebalkan ini," batin Dara yang membuat Alex melihatnya dan ternyata sudah sampai di depan rumah Dara.
"Astaga sudah sampai ya, saya lupa gak mampir ke ATM. Paman bagaimana nih, apa kita puter balik ke ATM. Berapa saya harus ganti ruginya," kata Dara panik.
"Ya jelas sudah sampai di depan rumahmu, kamunya sih dari tadi asyik melamun," ucap Alex.
"Maaf Paman," ucap Dara menyesal karena tidak berkonsentrasi dengan baik.
"Tenang Dara, lain kali saja, kan saya sudah tahu rumah kamu. Jadi saya bisa memenagih ke sini dan jangan panggil saya dengan sebutan Paman. Oke..." ucap Alex protes namun tidak digubris oleh Dara karena sudah sering memperingatkan Dara supaya tidak Memanggilnya dengan sebutan Paman tetap saja Dara selalu mengacuhkan dan tetap Memanggil dirinya Paman.
"Lalu saya harus panggil Kakak, emas, abang atau Kak Alex, Kak Al, Kak Alexander," lanjut Dara yang mulai terasa aneh memberikan berbagai nama sebutan.
"Terserah kamu yang penting jangan panggil saya dengan sebutan Paman," pinta Alex dan keluar mobil serta membuKakan pintu untuk Dara dan yang dibuKakan pintu malah tak bergerak karena sikap Alex.
"Ini betul rumah kamu kan, atau jangan-jangan kamu bohong ini bukan rumah kamu supaya kamu bisa kabur," kata Alex penuh curiga sapa tahu dirinya dicurangi lagi dengan Dara.
"Betul Kakak. Ini rumah saya," jawab Dara kesal karena ucapannya tidak dipercaya oleh Alex.
"Lalu kenapa kamu bengong disini tidak turun, apa mau aku gendong sampai kamar kamu," goda Alex melihat wajah Dara yang melongo.
"Ogah..." jawab Dara yang tersipu malu dan akhirnya dirinya turun dari mobil.
"Terimakasih Om, hati-hati di jalan," teriak Dara berlari menuju pagar rumah sambil melambaikan tangan.
"Dasar bocah," ucap Alex kesal disuruhnya jangan menyebutnya dengan panggilan Paman malah ganti menyebutnya dengan Om sebuah julukan yang mempunyai makna sama tapi pengucapan berbeda. Dara... Dara sebuah nama yang membuat hari-harinya beda dari hari-hari biasanya. Sebuah nama yang membuatnya tersenyum sendiri.

I Love Paman (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang