Setengah Hati

51 5 0
                                    

Pov Sonya

Kutatap dua sosok yang sedang duduk di sebuah cafe yang berada di dalam mall di dalam kantor Bang Alvin.

Selama sebulan menjadi istrinya, aku tak pernah melihat tawa bahagia seperti yang kulihat sekarang. Bang Alvin dengan ditemani Rania, duduk satu meja menikmati waktu makan siang yang menyenangkan.Tangan Bang Alvin sesekali diusapkannya di atas punggung tangan Rania dengan penuh cinta, dan Rania membalas dengan senyum bahagia.

Ini memang terjadi hampir setiap hari.  Mereka bertemu di setiap makan siang. Sedang aku, dengan bodohnya selalu ingin menyaksikan kemesraan mereka dengan tangis sendiri di lantai atas cafe. Di sini aku dapat dengan bebas melihat mereka tanpa mereka tahu.  Aku hanya ingin melihat tawa Bang Alvin. Itu saja. Dan aku bisa melihatnya dengan cara ini.

Kubiarkan mereka bertemu, karena jika aku melarangnya, dia akan membenciku. Aku tak ingin dia membenciku, aku tak ingin berpisah dengannya, karena aku takkan pernah siap hidup tanpa Bang Alvin. Aku lebih siap untuk belajar menerima Rania.

[Bang Alvin, aku akan belajar menerima Rania untuk Abang, aku akan berusaha merayu Mama untuk ini. Tapi kumohon, jangan membenciku.]

Kukirim pesan ke Bang Alvin dengan gugup, melihatnya membuka gawainya dan memastikan dia membaca pesanku.  Centang hijau, kemudian aku beranjak pergi meninggalkan cafe kantor untuk kembali pulang dengan hati remuk yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Bedanya, kali ini aku lebih siap akan rasa sakit yang lebih.

***
"Kamu tak harus seperti ini, Sonya."

Mama menyambutku dengan tatapan sedih, memelukku dan membiarkanku tergugu dalam pelukannya. Didudukkan tubuhku pada sofa ruang keluarga, menggenggam tanganku dan membiarkanku menikmati isak.

"Maafkan Mama yang egois, Mama tak memikirkan sakitmu, tapi Mama tak inginkan menantu lainnya selain kamu untuk Alvin."

Mama mulai ikut terisak.

"Jika Mama tahu kamu akan seperti ini, Mama tak akan menikahkan kalian berdua."

Aku menggeleng kuat, menghapus mataku dengan kasar, menata suaraku dan memandang tajam mata Mama.

"Tidak Ma, jangan pernah salahkan Mama. Sonya tidak pernah menyesali pernikahan ini, Sonya juga tak inginkan lelaki lain selain Bang Alvin, Sonya berterimakasih pada Mama, pernikahan ini memang salah, tapi ini sudah terjadi. Dan Sonya akan membuatnya menjadi benar. Mama dukung Sonya kan?"

Mama mengangguk, membelai rambutku dengan sayang. Entah, jika tak ada Mama,  mertuaku yang begitu menyayangiku, aku tak mungkin bisa bertahan.

"Sonya akan menyatukan Bang Alvin dengan Rania, Ma, biarkan mereka bahagia. Sonya ikhlas berbagi cinta dengan Rania. Sonya ingin Bang Alvin menikahi Rania."

Mama seketika beranjak, menghempaskan tanganku dengan keras dan menatapku tak percaya.

"Apa kamu gila, Sonya? Apa yang kau bicarakan? Kesedihan membuatmu tak bisa berfikir dengan jernih, kalian baru sebulan menikah, tak mungkin ada pernikahan lagi. Itu ide konyol Sonya."

Didekatkannya wajah Mama sembari menunduk menatapku, kemudian kedua tangannya menangkup kedua pipiku. Ada kekecewaan di matanya.  Mama menggeleng kuat.

"Mama tak ingin menantu lain untuk Alvin, Mama hanya inginkan kau, Nak. Bertahanlah, beri waktu kepada Alvin sedikit lebih lama, dia akan menyadari ketulusan cinta seorang Sonya."

Tatapan mata Mama menjadi lebih lembut. Menyapu air yang mulai menggenang lagi di pipiku.

"Tapi dengan membiarkan mereka menikah, Bang Alvin setidaknya akan sedikit menerima Sonya, Bang Alvin akan mau berbicara dengan Sonya, Bang Alvin akan lebih sering tersenyum di rumah, dan Sonya akan sangat bahagia bisa melihat senyum Bang Alvin. Sonya mohon Ma... Biarkan Bang Alvin menikahi kekasihnya."

Aku menutup wajahku, menundundukkannya dan mendekapkan kedua kakiku di antaranya. Mengatakan itu hatiku serasa tercabik.  Mama seakan kaget dengan ucapanku.

"Jadi, Alvin tak pernah berbicara denganmu selama ini?"

Ah, Harusnya aku tak mengatakan itu. Ini akan lebih sulit untuk meyakinkan Mama.

"Ya Tuhan... Apa salahku melahirkan anak bodoh seperti Alvin? Membiarkan istrinya yang begitu baik ini?"

Setengah histeris Mama mengucapkan dengan tangan menengadah ke atas seakan berbicara pada Tuhan.

"Sonya, ini urusan Mama. Mama akan memberi pelajaran pada Alvin. Tak seharusnya dia bersikap sejahat itu padamu, ini bukan salahmu, ini salah Mama, mengapa kau yang dia benci? Biarkan Mama ke kantor Alvin sekarang"

Mama dengan tergesa berjalan menuju kamar dan aku dengan panik mengikutinya serta memanggil namanya, tapi Mama sama sekali tidak mendengarkanku. Ditutupnya pintu kamar ?ama dengan kasar dan aku terduduk lemas di depan pintu kamarnya sambil mengetuk pintu Mama, berteriak agar Mama tak melakukan apapun kepada Bang Alvin.

Pintu dibuka, aku bangkit dan mengikuti Mama menuju garasi. Mama benar-benar akan pergi.  Ah, aku semakin frustasi. Kupegang lengan Mama, membujuknya untuk tidak pergi.

"Sonya, dengarkan Mama!"

Mama berhenti di ambang pintu depan, mengunci wajahku dengan kedua tangannya.

"Mama tahu bagaimana harus bersikap dan apa yang harus Mama katakan kepada Alvin, percaya sama Mama!" Kemudian Mama mencium kedua pipi dan pergi meninggalkanku sendiri di rumah dengan hati yang berkecamuk.

Aku tak tahu harus bagaimana, aku tak yakin ini akan memperbaiki hubungan kami, karena Mama tak akan tahu, semakin Mama menekan Bang Alvin, semakin dia membenciku nanti.

***

Yulia Tanjung

Nganjuk, 20 Sept 19

Next part 5 BintangJingga ya....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIJODOHKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang