'3'

48 9 0
                                    

Dohyon menunduk menatap meja putih didepannya dengan cemas. Dia sedang ada di ruang konseling. Tepat saat kelas sudah selesai tadi, Bu Anh ㅡguru konseling, meminta Dohyon untuk datang ke ruangannya.

Sejak masuk ruangan, Dohyon terus memikirkan kira-kira apa alasan bu Anh memanggilnya kesini. Dia jadi was-was, takut-takut ini ada sangkut pautnya dengan Yoojin dan kawan-kawan.

Seperti halnya dua hari yang lalu, Dohyon di tuduh mencontek saat ulangan harian, yang berakhir tidak mendapatkan nilai dan Dohyon harus berlari dilapangan sampai sepuluh kali.

Setelah seminggu yang lalu memutuskan untuk tidak jadi bunuh diri, Dohyon memang harus kembali berurusan dengan kehidupan sekolahnya yang mengenaskan. Ada sedikit penyesalan dengan keputusannya itu, nyatanya orang-orang yang merisaknya makin hari makin menjadi-jadi.

Dohyon pikir hari ini akan baik-baik saja karena sejak pagi Dohyon sama sekali belum bertemu dengan Yoojin dan komplotannya, tapi siapa yang menyangka kalau akhirnya Dohyon harus ke ruang konseling saat jam pulang.



Sesekali Dohyon melirik kearah Bu Anh yang duduk didepannya. Bu Anh masih belum juga bersuara, Dohyon jadi makin tercekik oleh rasa cemas.

"Bu, kalau boleh tau ada perlu apa ya ibu panggil saya?" Dohyon membuka suara.

"Ada yang ingin kamu bicarakan nggak sama ibu?"

"Ng.. nggak ada." Dohyon menggeleng ragu.

Bu Anh mendengus frustasi,
"Dohyon, ibu kecewa kenapa kamu lebih memilih diam. Kalau nggak ada yang melapor, mau sampai kapan kamu akan bertahan memangnya?"

"Melapor?" Dohyon sedikit menyernyit.


Bu Anh mengusap wajahnya frustasi. Dari laci mejanya, bu Anh mengambil sesuatu lalu menyodorkan benda berbentuk persegi panjang kecil berwarna hitam. Sebuah Flashdisk, tebak Dohyon saat dia meraih benda itu.

"Disitu berisi bukti rekaman kalau kamu dirisak oleh Yoojin dan beberapa anak lainnya. Kamu sudah di bully oleh mereka sejak beberapa bulan lalu? Astaga Dohyon." Bu Anh terdengar lebih frustasi dari sebelumnya.

Tapi Dohyon yang lebih parah, dia hanya diam mematung sambil menatap Flashdisk ditangannya.

Catat. Flashdisk berisi bukti dirinya adalah korban bully.


"S.. siapa?"

"Yoojin, dia sendiri yang kasih bukti ini. Dan tepat hari ini Yoojin dan anak-anak yang terlibat dalam video, resmi drop out." Jelas bu Anh,

Ini berita besar tapi Dohyon malah sempat-sempatnya melamun. Ia baru kembali tersadar saat Flasdisk yang dipegannya jatuh ke meja.


"Bu saya permisi." Dohyon tiba-tiba bangkit lalu keluar dari ruangan bu Anh tanpa mempedulikan teriakan bu Anh yang memprotes kalau dirinya belum selesai bicara.

Dohyon berlari dengan pikirannya yang campur aduk. Dia bahkan sempat berpikir ini hanya hayalan atau mimpinya saja. Benarkah hal baik benar-benar sedang terjadi pada hidupnya? Terbebas dari bully? Orang-orang sialan itu sudah dikeluarkan dari sekolah?




Seakan tidak ada waktu untuk menunggu bus, Dohyon memilih terus berlari meski nafasnya sudah sangat tidak teratur. Tujuannya sekarang hanya satu,

Menemukan Yoojin.






Dengan nafasnya yang terengah, Dohyon mengetuk pintu rumah Yoojin dengan tidak sabar. Pintu terbuka dan pas sekali Yoojin yang melakukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALIVE [Sara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang