Awan terlihat menutupi langit hari ini. Sesaknya jalan di pagi hari sangat tergambarkan, orang-orang berlalu-lalang menuju kesibukannya. Aku tidak tahu apa yang mereka rasakan. Mungkin salah satu dari mereka ada yang sedang kasmaran, ataupun bersedih ditinggali orang tersayang. Tapi yang pasti, suasana hatiku untuk hari ini sangatlah buruk. Setelah semalaman ayahku tidak berhenti mengomeli ibuku tanpa alasan yang jelas. Dunia seakan tahu apa isi hatiku.
Kelas pun berlangsung dengan rintik hujan, suasa kelam semakin menyelimuti diriku. Hujan reda, aku hanya bisa melamun melihat luar kelas. Saat jam istirahat teman-teman kelasku pergi ke kantin, semuanya. Hanya aku yang duduk sendiri di sudut belakang ruang kelas, meskipun ibuku memberikan sedikit uang untuk jajan.
Asyik dengan lamunanku, tiba-tiba “dia” lewat. Jalannya yang menawan dan senyumannya yang melengkapi parasnya yang manis. Senyumnya seperti ibuku, menenangkan. Lagu yang sering diputar oleh teman kelasku tiba-tiba terdengar oleh telingaku.
Senyumanmu,
Yang indah bagaikan candu
Ingin terus kulihat walau,
Dari jauh.Bayu, laki-laki berkulit coklat dengan kacamata hitamnya. Ia biasa dipanggil “Kapten” di tim basket sekolah. Ia adalah perwujudan laki-laki tertampan di sekolahku ini. Tapi, apakah kalian tahu? Bayu pernah mempersembahkan tembakan 3-poin nya untukku. Iya, itu terjadi ketika classmeet pada semester 1 kemarin. Ia menunjukku dan memberikan simbol hati pada jarinya, atau yang sering aku dengar dari teman K-Popers ku namanya “Saranghae” atau apalah itu sebutannya. Seketika wajahku seperti mendidih, merah di setiap sudutnya. Aku hanya melamun sembari melihat Bayu dari kejauhan.
Bel pulang telah diloncengkan, waktunya berjalan dengan sesaknya keramaian. Di depan gerbang sekolah, aku melihat Bayu. Jarakku dengan dia hanya beberapa langkah saja. Lalu, ia melirik ke arahku. Ia tersenyum dan berjalan mendekatiku. Jantungku semakin berdegup kencang.
“Mengapa ia berjalan kesini?”
“Pulang bareng?” Tanya Bayu.
“Apa? Ada apa Bay?” Jawabku, bodoh sekali diriku ini.
“Rumahmu tidak jauh dari sini kan? Maukah kau ku antarkan?”
“Tak perlu, aku terbiasa jalan. Terima kasih.”
“Kalau begitu, aku juga ikut jalan denganmu.”
Tidak! Ini tidak waras! Bayu mengantarku pulang, jalan kaki berdua dengannya? Aneh. Sepanjang jalan aku bercengkerama dengannya. Laksana dua orang yang sudah saling akrab satu sama lain. Ia memberitahuku bahwa hari ini adalah ulang tahunnya ke-17 tahun.
“Selamat ulang tahun Bay, semoga cita-citamu tercapai.” Kataku.
“Terima kasih Riri. Sebaiknya kita jalan-jalan dulu, apakah kau mau?”
“Tentu saja!” Tegasku.
Bayu membelikanku es krim, kami memakannya sembari duduk di tempat duduk umum pinggiran jalan. Angkasa bagaikan tahu jika hatiku kembali cerah, ia mendukung dengan menghilangnya awan kelabu. Hari ini berubah seketika, dan mungkin hari ini adalah hari terindah yang pernah aku jalankan.
Depan rumah, ia meninggalkanku. Sepertinya ayahku belum pulang dan ibuku pergi belanja untuk esok hari.
“Sampai jumpa esok Riri, terima kasih telah menemaniku di ulang tahun kali ini.”
“Seharusnya aku yang bilang seperti itu, sampai jumpa Bayu.” Jawabku.
“Love you Ri.” Dengan senyumnya ia mengatakan itu kepadaku dari kejauhan.
Ia berjalan kembali ke sekolah, menjemput motornya yang berada di parkiran umum dekat sekolah. Iya, ia merelakan waktunya terbuang sia-sia hanya untuk berjalan mengantarku pulang.