1 - I need you to be not sad

133 1 0
                                    

Hai, ini cerita pertamaku, agak gak karuan sih, langsung aja ya. This is Kartika's journey xoxo

***

“I need you to be..”

“Be what?”

“Not sad”  -u-

***

Kartika

                Panas matahari menyengat permukaan kulit tubuhku menampilkan raut wajah lusu plus berkeringat, meskipun begitu aku tetap saja tak menyerah untuk belajar basket. Rasanya menyedihkan, hampir semua nilai akademikku bernilai sempurna hanya pelajaran olahraga (yang sangat ku benci) bernilai enam. ENAM. Saat ini aku sedang berada ditengah lapangan basket dan menatap ring lirih. Ku ambil bola basket yang sebelumnya terpental jauh dari ring, ku posisikan tubuhku digaris bundar yang berada di dalam setengah lapangannya, kalau tidak salah kata temanku ini namanya free throw. Ah apasajalah namanya. Ku angkat kedua lenganku yang membawa bola lalu bergaya seperti jordan saat akan menembak bola ke arah ring.

BRAK

Bola melambung jauh ke atas membentur ujung papan ring. Sial. Kapan sih aku bisa memasukkan bola ini? Ku sadari seseorang tengah melihatku dengan senyum yang menurutku menjengkelkan.

“kalo mau masukin tuh pake hati jangan pake dengkul.” Ejeknya padaku sambil menampilkan senyum itu.

“pake hati apaan?pake tangan kali.” Jawabku asal

“gue lagi gak ngajak bercanda kali.” Balasnya dengan wajah (sok) menasehati

“gue juga kali.” Ku alihkan pandanganku dari wajahnya ke sepatuku. Aku tahu, aku paling tidak bisa melihat wajahnya menatapku lembut karena pasti ada kupu-kupu dadakan diperutku.

“lo bisa kali gak ngikuti kata-kata gue mulu.” Jawabnya jengkel. Asik hahaha..

“padahal lo yang ngikuti gue mulu. Ah udah ah, ngapain juga gue ngobrol gaje sama lo padahal sesi latihan gue belum juga kelar.” Balasku cuek

“mau gue bantuin?” tawarnya yang masih berdiri disisi lapangan sedangkan aku mulai mengambil ancang-ancang untuk menembak lagi ke ring.

“gak deh, makasih” aduh, kenapa sih kalimat itu yang mesti ku keluarkan? Padahal sebenarnya aku butuh bantuannya. Sangat malah.

“yaudah, selamat latihan ya bublegumy.” Senyum itu mengembang lagi, dia melambaikan tangan ke arahku seraya meninggalkanku dilapangan sendirian. Ku tatap punggungnya nanar, ingatanku kembali pada sosok kecil yang menemaniku dulu. Sosok yang paling ku rindukan sampai saat ini.

***

Ryo

                Ku langkahkan kakiku menuju tempat parkir sekolahku, sebenarnya kakiku enggan meninggalkan gadis itu sendirian, tapi biarlah aku sedang malas untuk memikirkannya hari ini, otakku selalu teringat kejadian 10 tahun lalu jika melihat matanya. Tetap saja melihat wajah cemberutnya malah membuatku gemas padanya. Dia bertubuh sedang, kurus, putih pucat, matanya yang bulat, pipinya yang kadang menggelembung saat sedang marah atapun cemberut. Asal tahu aja itu sebabnya aku memanggilnya bublegumy. Hahaha. Sepertinya aku salah berpikir, seharusnya aku memikirkan Dita yang saat ini sedang menunggu kabarku. Biarlah hari ini saja aku malas membalas ratusan sms yang tertampil dilayar handphoneku. Ku nyalakan mesin mobilku, menerjang ratusan kendaraan yang lalu lalang dijalan raya.

***

Kartika

                Aku berjalan perlahan menuju pintu rumahku, seperti biasa sesudah aku meminta jemput pak wawan (sopir ayah) aku masuk dan melihat mbok sri sedang membersihkan guci guci yang berada diruang tengah.

“Eh neng kartika udah pulang, gimana neng sekolahnya?” sapa mbok-tersayang-ku itu

“ya gitu mbok seperti biasa membosankan.” Balasku malas

“yasudah silahkan istirahat ya non, mbok akan siapkan makan malam nanti.” Kata mbok sri kalem

“mbok papa udah pulang?” tanyaku. Seketika raut wajah mbok sri berubah menjadi..prihatin?

“belum non, tadi siang sekretaris bapak telfon katanya bapak akan pulang dua hari lagi.”jawabnya tersenyum lembut. Ku tinggalkan mbok sri yang sebelumnya hanya ku balas dengan anggukan mengerti.

Selalu seperti ini, sejak kematian ibuku, ayahku menjadi pekerja keras. Saking kerasnya dia sampai  berhari- hari tak pernah pulang. Tepatnya saat umurku 11tahun. Aku hanya bisa memandang tanah liat basah dengan sekelilingku, yang kulihat hanya tangisan orangorang, sedangkan aku hanya bisa diam. Diam ku bukan tanpa alasan. Aku tidak tahu mengapa aku sendiri tak bisa menangis layaknya saudara-saudaraku, tapi sesungguhnya aku sedang menjerit didalam hatiku. Ku hapuskan ingatan 6tahun yang lalu, aku melangkah menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku yang sudah over hot. Sesudahnya ku pandangi langit-langit kamarku mengingat tampang cowok yang menyapaku di lapangan basket. Senyumnya yang menjengkelkan, raut wajahnya yang selalu berubah ubah, langkahnya yang santai tapi juga sok cool. Ingatan itu membawaku menuju tidur yang nyenyak.

***

Ryo

                Aku memarkirkan mobilku seperti biasa diantara barisan mobil guru, hahaha, memang sengaja ku lakukan karena kalau ku parkirkan diantara barisan mobil siswa bisabisa aku sekolah dengan tak tenang karena konon setiap harinya terdapat mobil barisan siswa yang bannya gembos secara misterius. Aku berjalan santai menuju kelasku, seperti biasa  ada saja gadis gadis berdiri (tiba-tiba) didepan pintu kelasnya sambil menatapku. Aku heran, mengapa mereka menatapku seperti orang kesurupan begitu sih?bukannya aku asal mengolokkan ya. Tapi mereka selalu menampilkan senyum (menyertakan deretan gigi kuning) sambil memutar mutar rambut disamping bahunya.

Oh tuhan sampai kapan?

Aku mendengar seseorang berseru sedih, aku menoleh dan ku dapati Kartika duduk di kursi taman yang menghadap di sebuah kolam keruh menunduk, menelungkupkan wajahnya ke tangan. Aku berjalan perlahan  ke arahnya. Ku tepuk bahunya pelan. Ia menoleh dan menampilkan raut sedih dan mata merah padaku. Ku hempaskan pantatku disebelahnya, dan menatapnya lirih, ku usap puncak kepalanya. Selama beberapa saat kami diam, tersulut dengan pikiran masing-masing. Jika melihatnya saat ini aku jadi ingat alm.ibuku yang sering seperti itu, dikarenakan ayahku yang seorang hard worker  dan tidak pulang berhari-hari. Ku hapuskan lamunanku, perlahan aku mengarahkan tanganku menuju tangannya.  Dan berkata

“ I need you to be not sad.” Aku mengeluarkan kalimat yang selama lima menit mengganjal ditenggorokkanku. Tepat pada saat itu mataku menangkap sosok Anindita.

***

Chapter 1 udah, terimakasih yang sudah baca, lanjut nanti ya!

When It RainsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang