Eglantine

15 3 2
                                    


.

.

.

Daniel menatap iba gadis yang meringkuk di sudut kasur empuknya itu. Ia enggan mendekat. Tak ingin membuat gadis itu kembali histeris. Matanya kembali melirik pergelangan tangan dari gadis itu yang sudah dibalut dengan perban. Pria tinggi itu menghela nafas.

"Jihyo-ya." panggilnya lembut

"..."

Dan gadis itu masih enggan mengeluarkan suaranya.

Sejak pria tinggi itu datang dan mengobati luka di pergelangan tangan yang memang sengaja ia ukir, gadis itu tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Masih merasa nyaman untuk meringkuk di ujung kasur empuknya.

"Mengapa kau melakukannya?"
"..."
"Jika aku terlambat datang... Apa kau akan benar-benar mati?"
"..."
"Jika berat, mengapa tak membaginya denganku?"
"..."

Pria tinggi itu kembali menghela nafas. Kali ini lebih panjang. Ia mulai bosan dengan percakapan satu arah ini.

"Jika kau memang ingin sendiri, maka aku akan pergi."

Baru saja kakinya akan melangkah, sebuah suara membuatnya kembali tegak.

"...jangan pergi...Niel..."

Pria yang dipanggil "Niel" itu tersenyum tipis. Mempersempit jarak dirinya dan gadis itu. Merangkak dengan perlahan diatas kasur milik gadis itu dan membaringkan tubuh besarnya disana.

Gadis itu menarik bibir tipisnya. Dengan perlahan ikut membawa tubuhnya berbaring di samping tubuh besar pria itu. Menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua dan memeluk erat tubuh pria disampingnya.

Pria itu tidak menolak perlakuan gadis cantik itu. Ia bahkan semakin mempersempit ruang diantara mereka dengan menarik tubuh mungil gadis itu dan memeluknya tak kalah erat.

"Bisa kau menjelaskan semua kepadaku?" bisiknya lembut
Dan sebuah anggukan pelan yang ia terima.

"Kenapa kau menyayat pergelangan tanganmu?"
"...aku hanya ingin..."
"Mengapa ingin?"
"...tidak tau..."
"..."
"...maaf."

Tubuh kecil itu mulai bergetar. Ia meremas kemeja pria yang sedang memeluknya dengan kuat. Menangis begitu saja dan membuat kemeja dibagian dada pria itu basah.

Daniel tidak melanjutkan pertanyaannya. Menunggu gadis itu kembali tenang.

"Bagaimana jika tadi aku tidak datang berkunjung?"
"..."
"Kenapa kau melakukan ini, hm?"
"...a-aku...aku...a-aku kk-kotor, Niel..."
"Siapa yang bilang?"

Hening. Gadis itu tak menjawab dan membuat si pria menciptakan jarak diantara mereka. Menarik dagu gadis itu agar menatapnya.

"Siapa yang mengatakan kau kotor?"
Ia masih saja bertanya dengan sabar.

"T-tidak ada..."
"Lalu, mengapa mengatakan kau kotor?"
"...karena aku memang begitu..."

Daniel kembali menarik gadis itu kedalam pelukannya. Seperti ingin menyembunyikan gadis itu dibalik tubuh besarnya.

"Kau tau jika kau membuat kesalahan, Kim Jihyo?"
"Hn."
"Kau menerima jika kesalahan itu sudah terjadi?"
"Hn."
"Lalu apa yang salah? Kau seharusnya tidak mengungkit itu lagi."
"Kau tidak tau rasanya, Niel... Gadis sepertiku adalah sampah masyarakat."
"Kau tau aku tidak suka mendengar kau mengatakan itu kan, Kim Jihyo?!"

Our FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang