Satu

25 0 0
                                    

Terbangun dengan bayang bayang wajahmu di sampingku membuat mata ini berkedip berkali kali. Aku mengambil kacamata dan mengembalikan kesadaranku. Hampa. kamu ternyata hanya bagian dari mimpi yang terseret hingga aku bangun. Mimpi yang singgah sewindu lamanya, Namun mengapa paras wajahnya, kilat mata hitamnya, lengkungan senyumnya masih sama.Aku benci bahwa bayangan itu masih terpatri jelas di ingatanku. Baik, aku rasa aku butuh pengalihan. Aku membuat secangkir coklat untuk memusnahkan ingatan tersebut. Andai ingatannya bisa menguap sama halnya dengan uap coklat panas yang aku buat. Kurasa coklat lebih tepat karena kopi mungkin terasa pahit untuk diminum disaat seperti ini.

Satpam apartment menyapaku seperti biasa. Melontarkan pertanyaan yang membuatku kikuk menjawabnya.

"Mbak Kiara kenapa wajahnya sembab? Habis nangis ya?"

Aku tidak bisa bohong pada kalian. Ya, menangisi dia menjadi rutinitas yang sulit ku hilangkan saat mandi air panas hingga membuat kulitku pucat.

"Oh enggak Pak Joni, ini begadang skripsi kok Pak."

"Jangan di forsir Mbak, nanti sakit loh."

Yang kujawab dengan senyuman terimakasih.

Kampus menjadi hal yang kuhindari sesungguhnya. Bukan, aku bukan menghindari dirinya. Hanya saja, terlihat baik baik saja di depan orang banyak itu menyedihkan saja rasanya. Namun aku harus bertemu Pak Sindu Kertajaya, dosen pembimbing tugas akhir skripsiku.

"Minggu depan kamu sudah bisa sidang, Kiara Winarta."

Ucapan dari beliau membuatku lega, ini berarti beban hidupku berkurang setidaknya. Aku berjalan keluar menemui Juan. Juan Adira Sandjaya, pria yang menjadi sahabatku sejak aku lahir. Pria dengan ketampanan yang membuat banyak wanita rupawan akan mengantri untuk menyandang nama belakangnya. Herannya, seorang Juan memilih untuk sendiri hingga saat ini. Juan hanya pernah berpacaran sekali dan itupun karena Kiara yang memaksanya ketika sekolah menengah pertama. Juan berusia dua tahun di atas Kiara. Ibu Juan adalah sahabat Ibu Kiara yang membuat mereka berdua dekat sejak kecil.

"Juan, gue sidang minggu depan."

"Congratulations, Ra!"

"Thanks Je, ini juga berkat lo kok."

Kiara tersenyum pada sahabatnya tersebut. Juan bukan orang bodoh. 22 tahun mengenal Kiara bukan lah waktu sebentar untuk membaca raut wajah Kiara.

"You dont look happy Ra, Dont you?"

"Akting gue ketauan ya Je? "

"Tell me"

"Gue bangun dengan bayangan dia di samping gue. " Kiara bercerita dengan senyum pahit di akhirnya.

Seorang Juan Adira Sandjaya, memeluknya.

"Let me, Ra."
Kiara mengerutkan dahi melepaskan pelukan hangat Juan

"Apa?"

"Kiara Winarta, I fell in love with you from long time ago. Just let me be more than this, Ra."

Kiara membeku atas pernyataan pria dihadapannya. Sahabatnya. Mencintainya. Sejak dulu. Dan pria itu baru mengatakannya sekarang.

"Ra? "

"Gue pemeran jahatnya Je, Benci gue jangan cinta sama gue."

"Kiara Winarta , seribu kali lo nolak gue, seribu kali gue berusaha dapetin lo."

"Dont be stupid."

"I do."

Passed youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang