| | R H E A - 5 | |

5 3 0
                                    

Jika bertemu denganmu adalah takdir. Maka aku akan bertanya pada takdir, bolehkah aku melawannya?

***

Jam istirahat Rhea pergi ke perpustakan untuk mencari suasana baru dengan tangan penuh dengan buku berbagai warna, merah, kuning, hitam, putih, masih banyak lagi. Semua itu adalah buku yang isinya cerita yang di buat Rhea.

Setelah mendapat ide Rhea kembali ke kelas. Mengapa Rhea sendiri? Kemana Sanka? Jawabannya Rhea tak suka di ganggu, jadi lebih baik memperingati Sanka dari pada harus mendengarkan ocehan tak jelas yang selalu membuatnya kesal.

BRUKKK.....

Buku-buku di tangannya berserakan, buku laki-laki itu juga berserakan. Entah dirinya yang keasikan melamun atau orang di sana yang tidak melihatnya. Buru-buru Rhea dan lak-laki di depannya memungut buku-buku itu, laki-laki itu sepertinya di beri tugas untuk mengambil buku teman sekelasnya.

Laki-laki itu mengumpulkan semua buku yang berwarna kuning, Rhea juga membantunya setelah semua bukunya beres.

"Ah, maaf" ucap Rhea sedikit menundukkan kepala, artinya ia merasa sangat bersalah dan benar-benar meminta maaf.

"Oh, no prob. Saya juga salah kok. Kalau gitu saya duluan ya, mau mengembalikan buku teman-teman saya," ujar laki-laki itu sambil menunjukkan buku yang di pegangnya. Rhea menganggukkan kepala.

Mereka berjalan berlawanan arah, Rhea ke arah utara dan laki-laki itu ke arah selatan.

*****

Rhea meletakkan semua bukunya diatas meja. Membaca ulang, cerita yang baru dibuatnya.

"1 ... 2 ... 3 ... 4 ... 5 ... 6---" Rhea menghitung bukunya satu persatu. Ada yang aneh, biasanya buku cerita yang dimilikinya lengkap.

"Merah," Rhea mengambil buku merah, memisahkannnya di sebelah.

"Hijau, biru, ungu, pink, putih," semua buku diabsen oleh Rhea. Sampai ia menyerngit bingung, lalu menampilkan wajah terkejut. Ia ingat, buku laki-laki tadi semua warna kuning. Mungkin terbawa olehnya?

Rhea menghela nafas, ingin meminta buku itu, namun tidak tahu kelas laki-laki itu. Lagian ia terlalu malu untuk menemui laki-laki itu. Rasanya ... Aneh?

Dikumpulkannya buku itu menjadi satu. Lalu Rhea menidurkan kepalanya diatas tumpukam buku itu dengan wajah lesu.

Sanka masuk bersama teman perempuan sekelasnya, menatap sejenak ke Rhea dan duduk disampingnya. "Kamu kenapa Rhe?" tanya Sanka. Jarang sekali Rhea tidur-tiduran, paling jika tidak mood ia lebih memilih menulis.

"Buku aku ...," ujarnya memelas. Antara kesal, bingung dan entahlah. Semua campur aduk. Apalagi itu buku kesayangannya, tidak, semua buku adalah kesayangannya.

"Kenapa buku kamu?" Sanka menatapnya bingung, "itu kan buku kamu? Emang buku yang mana lagi?" tunjuk Sanka pada deretan buku yang bertumpuk ditiduri oleh Rhea.

"Buku aku yang warna kuning hilang." Rhea berkata sambil menghela nafas.

"Loh? Kok bisa? Biasanya kamu paling pandai ngerawat buku apalagi itu buku cerita kamu," seru Sanka, lalu mengelus kepala Rhea untuk menenangkannya.

"Kayaknya ke bawa sama laki-laki tadi," cetus Rhea yang membuat Sanka heran. Laki-laki? Siapa?

"Siapa?" tanya Sanka.

RHEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang