Prolog

46 8 2
                                    

Bryan terus mencari sosok yang sempat tersenyum anggun ke arahnya. Dengan tubuh yang bercahaya seolah menggodanya dengan cara terselip diantara manusia-manusia yang tengah terhentikan oleh waktu. Matanya terus menelusur sambil menolah - noleh, seakan tak ingin kehilangannya. Semakin ia kejar, semakin menjauh pula sosok itu dan semakin menuntunnya menuju ruang hampa yang semuanya serba putih. Ia semakin bingung. Terdiam sejenak dan merenung, bagaikan ikut dibekukan oleh waktu.

Entah apa yang merasukinya, tiba-tiba ia terduduk bagaikan kehilangan sebuah angan yang tak pernah bisa untuk digapai. Merasa kesesakan begitu menghujam dadanya, ia pun menangis. Namun apa dayanya, tenaganya benar-benar terkuras. Lehernya tercekat menahan tangis dan air mata. Emosi yang campur aduk dan bergejolak seolah meraung menguasai jiwanya.

Saat ia benar-benar terkapar. Sosok yang ia cari mendekatinya, membelai lembut tulang pipinya. Kehangatan begitu terasa bagai di dalam sebuah Kotatsu(?).

Tak terasa air mengalir dari sudut mata, lalu membanjiri pipi, seolah menenggelamkan jiwanya. Entah mengapa, apakah sebenarnya perasaan ini? Begitu nyaman, dan tenang saat berada hadapannya.

Sosok itu pun menatap lurus maniknya, seakan memberitahukan sesuatu. Namun wajahnya yang bercahaya dan senyumnya yang tulus itu tak sedikitpun membuat hatinya curiga.

Bryan mengelap air matanya cepat-cepat, terlihat wajah lelahnya yang sembab perlahan berseri. Ditatapnya manik hazel itu terus terisak perlahan.

Sosok tersebut hanya tersenyum kecil dan perlahan memudar. Bryan yang kian kebingungan berusaha merangkulnya.

Seketika itu sosok itu menghilang bersamaan dengan dering alarm dari ponselnya.

Kring..kring..kring..

Seketika ia terperanjat dengan nafas memburu dan keringat mengucur dari pelipisnya.

"hahhh...!!"

Bryan mengusap wajahnya frustasi, sesekali memutar memori kejadian yang baru dialaminya dalam mimpi. Ya, hanya mimpi untung saja.

Ia mendengus kasar sembari bangkit dari peraduan nyamannya. Entahlah, hari akan berjalan membosankan seperti biasa atau tidak. Tapi memang ini takdir yang telah menjadi rutinitasnya.

HALOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang