sewindu

10 2 1
                                    


Delapan tahun sudah kita bertetangga. Masih kuingat waktu itu aku masih kelas lima SD dan kamu baru pindah ke rumah sebelah yang sudah sangat lama sekali kosong, dia pindah karena mengikuti ayahnya yang sedang dipindahkan dinas di Jakarta. Begitu melihatmu hari itu, aku langsung menyukaimu dan aku langsung mengajak berkenalan tanpa rasa malu.
"halo, namaku satria", tanpa malu aku langsung memperkenalkan diriku.
"salam kenal ya! namaku sinta nama panjangku sintaaaa", dengan lucunya dia memperkenalkan namanya.
Gadis kecil yang cantik dan imut itu bernama Sinta.
Banyak alasan untuk terus bisa bermain ke rumah sinta. Kita selalu satu sekolah mulai SD sampai SMA saat ini, membuatku tahu lebih dalam lagi tentang sinta.
Kamar kita juga berseberangan, jadi aku membuat telepon kaleng yang menyambungkan kamarku dengan kamar sinta. Setiap mau tidur kita selalu bercanda, bercerita tentang kegiatan di sekolah atau lainnya. Keluarga sinta mengalami masalah antara ayah dan ibunya yang membuat Sinta stress di rumah, sehingga satria selalu menemani sinta.
"Selamat malam,mimpi indah ya sincan", kalimat yang sama, yang selalu diberikan satria kepada sinta sebelum tidur. Sincan adalah nama pelesetan yang diberikan satria kepada sinta, katanya kepanjangannya Sinta Cantik. Hahaha.
Setiap pagi aku menjemput Sinta untuk berangkat ke sekolah bersama, ini sudah menjadi ritual yang dilakukan bersama-sama sejak kelas lima SD hingga pada suatu pagi.
"Sincaan, berangkat yuk"
Sinta membuka pintu, sambil tergesa-gesa.
"Hari ini aku gak berangkat sama kamu ya sat"
"Kenapa?", tanyaku.
tiba-tiba ada suara klarkson mobil berbunyi
"Itu tuhh.."
Aku menoleh, dan ternyata dia adalah Rey cowok tengil se SMA.
"kamu berangkat sama rey??"
"hehe, duluan ya sat, mau bareng gak?", sinta hanya tertawa menjawab pertanyaan satria dan langsung pergi.
"gak", jawabku.
Dari dulu, sinta paling benci dengan Rey. Rey pernah dengan sengaja menumpahkan segelas es jeruk ke baju sinta dan itu membuat sinta sangat jengkel. Tapi entah sinta habis mimpi apa semalam sampai mau dijemput oleh Rey.
Saat jam makan siang, aku tidak menjemput sinta ke kelasnya. Saat aku duduk sendiri dan menikmati makan siangku, tiba-tiba muncul Sinta dan mengagetkanku.
"Heyy saat, kok gak ke kelasku dulu sih. Aku ke kelas kamu, kamunya udah disini"
"Ya kan kamu udah ada Rey, ngapain aku jemput."
"Kamu cemburu yaa", ejek sinta.
Lama sekali aku memendam rasa ini, tapi Aku tak ingin merusak pertemanan ini begitu saja.
"Enggak lah, ngapain cemburu", ujarku. Sinta langsung meninggalkan aku sambil senyum-senyum.
Aku suka melihat sinta selalu bahagia , pagi, siang maupun malam. Tapi sekarang Sinta bahagia bukan karena Satria.
Jam pulang sekolah, aku ke kelas sinta untuk mengajaknya pulang bareng seperti biasanya. Belum sampai di depan kelasnya, temannya bilang padaku kalau sinta sudah pulang sama Rey. Aku terdiam, kemudian ku lanjutkan langkahku.
Di tempat parkir aku bertemu mereka berdua.
"Saattt, bareng yuuk aku sama Rey mau makan dulu yuk makan bareng", Sinta menyapaku.
"Enggak ah, capek" jawabku dengan nada yang cuek.
"Ih tumben biasanya juga kalo pulang sekolah ngajakin aku makan"
"iya ayo Sat, kita makan sambil ngobrol-ngobrol bareng" ajak Rey.
"Enggak, udah kalian makan aja berdua" jawabku.
Akhirnya Sinta dan Rey meninggalkan aku, dan aku juga kembali pulang ke rumah.
Malam hari, sekitar sehabis waktu adzan isya', ada suara mobil di depan rumah. Dan ternyata benar, setelah aku intip, dugaanku benar. Mereka adalah Sinta dan Rey.
"Masih marah sama Sinta?" tanya mama padaku.
"Apaan sih ma"
"kangen kaan? yaudah sih dibicarain baik-baik, Toh habis ini kamu juga udah gak di Indo", mama selalu meledekku seperti itu. Aku menerima beasiswa ke London, Sinta yang mendaftarkan aku waktu itu. Waktu itu aku bimbang, aku ingin mendapat beasiswa, tapi aku tidak ingin meninggalkan Sinta. Sinta juga bilang waktu itu tidak mau ditinggal olehku, tapi dia mau aku mendapatkan beasiswanya dan bisa membanggakan kedua orangtuaku. Aku belum bilang pada Sinta kalau aku diterima beasiswa ini. Aku masih menunggu waktu yang tepat untuk bilang kepadanya.
Keesokan harinya, mama Sinta ke rumahku bercerita sambil menangis dengan mamaku. Katanya Sinta tidak pulang semalam. Mama langsung menyuruhku untuk mencari Sinta. Aku langsung mengambil jaketku dan langsung keluar mencari Sinta. Tanpa aku sadari aku mengeluarkan sepeda ontelku dan bergegas pergi, di perempatan komplek aku baru sadar dan langsung kembali ke rumah.
"Kenapa balik Sat?" tanya mama heran.
"Salah bawa sepeda maa", jawabku sambil mengegas sepedaku.
"Ih kamu ada-ada aja, buruan cari Sinta" ujar mama yang kesal.
"iyaa ma berangkat, Assalamualaikum zheyang"
"Waalaikumsalam hati-hati Sat"
Tujuan pertamaku adalah cafe yang sering mereka berdua kunjungi, aku tau cafe ini karena aku pernah tidak sengaja bertemu mereka disitu. Ku dengar juga kalau cafe ini milik Rey. Cafe ini, diatasnya ada bar, yaa kalian tau lah bar itu seperti apa. Dan benar, ada mobil Rey disana.
Aku langsung mendobrak pintu cafe yang dikunci dari dalam. Aku menemukan Sinta dalam keadaan tidur seperti habis mabuk. Aku tidak menemukan Rey diruangan manapun di cafe itu. Aku langsung berusaha menyadarkan Sinta, dan setelah dia sadar aku langsung membawanya keluar.
Sepanjang perjalanan kita berdua hanya diam, sampai aku memberhentikan sepedaku disebuah pom bensin. Kemudian aku membelikan kaos dan celana dan aku menyuruh Sinta mandi tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Setelah selesai Sinta selesai mandi, aku langsung menanyainya apa yang terjadi padanya. Sinta menjawab dia hanya ingat diajak ke bar bersama Rey dan diberi minuman yang Sinta tidak tau kalau itu minuman beralkohol. Aku sangat marah padanya, aku juga melarang Sinta untuk dekat-dekat lagi dengan Rey. Sinta pun mau dan menyetujuinya. Teleponku tiba-tiba berbunyi,
"Gimana Sat? Sinta udah ketemu?"
"Sebentar lagi aku pulang ma", jawabku singkat.
Sesampainya di rumah, Sinta langsung dipeluk oleh mamanya. Mamanya menangis dan bertanya dia habis darimana. Dia menjawab kalau habis menginap di rumah temannya dan hpnya lowbat dan lupa mengabari mamanya. Aku yang mendengarnya hanya menatapnya dengan kesal.
Malam sebelum tidur, Sinta tiba-tiba whatsaap aku menyuruh untuk keluar di balkon. Kita cerita banyak dan bercanda seperti dulu. Kemudian aku bilang padanya kalau beasiswaku diterima. Dia marah, dia bilang
"Nanti kalo kamu pergi siapa yang jagain aku disini" ringiknya.
Aku hanya membalasnya dengan senyum. Akhirnya kita berdua tidur. Besok paginya, saat aku menjemput Sinta, dia keluar dengan muka cemberut.
"Gamau banget ya aku tinggal?" aku meledek Sinta.
"Ihh apaan sih sat, males banget liat muka kamu"
"Yaudah aku pergi sekarang dehh", jawabku.
"Gamauu Saat", Sinta tiba-tiba menangis.
"Udah dong jangan nangis, setelah aku pikir-pikir kayaknya aku mau ambil kuliah di Indonesia aja. Papa juga nyuruh aku kuliah di Indonesia aja, sambil temenin mama soalnya papa kayaknya bakal sering kerja diluar kota."
Wajah Sinta langsung senang.
Seminggu kemudian, aku memberanikan diri untuk menembak Sinta. Dan Sinta mau!
Akhirnya, setelah sewindu menunggu kini dia jadi milikku. Dan dihari jadian itu, kita melaksanakan wisuda bersama untuk yang ketiga kalinya. Kita juga diterima di perguruan tinggi negeri yang sama. Rasanya senang sekalii, ternyata ini yang dinamakan indah pada waktunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SewinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang