Hanya lampu belajar yang menjadi penerangku malam ini. Lampu kamar sengaja kumatikan. Entahlah apa gerangan, aku lebih menyukai lampu belajar yang tidak menyakitkan mataku. Dan sekarang bokong tercintaku ini sudah duduk manis dikursi belajar. Kembali memimpikan apa yang terjadi dengan berandai - andai. Buku catatanku masih tertinggal sedikit lagi yang belum berisi. Bukan buku catatan tapi lebih menjurus kepada buku diaryku.
"Kakak, ayah pulang kak" ucap ibu berteriak. Aku hanya mendengarnya tidak terlalu jelas. Dan aku beranjak dari duduk. Berjalan ke pintu kamarku.
"Apa bu" teriakku dari lantai dua.
"Ayah pulang sayang" ucap ayah menggema dari ruang tamu. Dan aku baru tersadar. Aku keluar dari kamar. Termeliganyata Ghania sudah lebih dulu mencuri star dariku. Dia lebih dulu memeluk ayah dan menyalaminya. Aku sampai di lantai bawah mengerucutkan bibirku. Berharap ayah melihat kearahku dengan raut wajah yang seperti ini. Didalam sana, aku menertawakan sikapku yang seperti ini. Kekanakan sekali. Tapi ini untuk ayah.
Tapi, ayah tidak melihat kepadaku. Ayah sibuk dengan Ghania yang terus bercengkrama dengan ayah. Kenapa aku harus cemburu dengan ghani sih rutukku.
"Kakak sini" ucap ayah, memecah lamunanku dan melambaikan tangannya. Aku mendekat kearah ayah. Menyalami ayah dan ayah merentangkan tangannya. Untuk apa?. Aku hanya termenung melihat ayah seperti itu.
"Ayah tadi liat bibir kamu manyun manyun ga jelas, ayo peluk ayah, pasti rindu kan sama ayah" ucap ayah membanggakan dirinya. Dan aku langsung memeluk ayah dengan erat.
"Dari awal kita pindah kesini, ayah ga dirumah udah langsung ketempat kerja ayah, ayah sibuk banget ya, sampai lupa sama kakak" ucapku lagi merajuk kepada ayah.
"Udah kita makan dulu" ucap ibu. Menghilangkan jawaban yang ingin kudengar dari ayah. Dan kami bertiga perhalan menuju ruang makan. Menu makanan malam ini terutama bukan terutama tapi memang yang utama adalah sayuran. Kami memang suka sayur. Dan terbiasa dari dulu memakan beras merah. Dan aku sudah terbiasa dengan itu.
Dentingan piring, sendok dan garpulah yang menghiasi ruang makan keluarga nan harmonis ini. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Semuanya larut dalam kenikmatan menyantap makanan. Aku juga heran melihat adikku makan biasanya dia yang paling heboh jika sudah berkumpul bersama.
"Ohiya kakak besok udah bisa masuk sekolah" ucap ayah, masih menyuapi makanan kedalam mulutnya.
"Kakak sekolah di SMA Xaver, besok pas disekolah kakak langsung saja pergi ke ruang kepala sekolahnya" lanjut ayah lagi. Aku masih mencerna apa yang ayah katakan.
"SMA Xaver dimana yah?" Tanyaku kepada ayah.
"Deket kok dari sini" balas ayah.
"Ayah besok yang ngantarin kakak ya yah" ucapku memelas.
"Iya, sekalian besok ayah mau beli sepeda" tambah ayah lagi.
"Horeee, tapi ayah mau beli sepeda buat siapa" tanyaku.
"Buat kakak lah, kalau adek biar sama ayah pergi sekolahnya" jawab ayah.
"Laahh, ayah kok cuma adek yang diantar, kakak juga mau lah yah, kapan lagi kan"
"Iiih kakak kan udah gede, masa masih diantar ayah"
"Iyadeh yah" pasrahku. Dan mengakhiri makan malamku. Aku beranjak dari dudukku. Menuju ke wastafel meletakkan piring kotor sehabisku makan. Rambutku ku biarkan terguarai lepas.
"Kakak, prepare buat besok, besok lembaran baru kakak, manatau ada yang baru" ucap ibu meledekku.
"Aah ibu jangan cerita" ucapku berlari menuju kamarku diatas.