tentang Christopher Chandra Wijaya

293 67 16
                                    

"Terimakasih."

Almamater kebanggaan universitasnya masih terbungkus rapi dengan plastik, bersamaan dengan petugas administrasi yang menyodorkan sebuah kertas berisi identitas seseorang.

"Berterimakasihlah pada dia."

Felix menganggukkan kepalanya lugu. Sambil berjalan, dia membaca kertas yang diberikan oleh petugas administrasi tadi. Itu berisikan profil seseorang yang dengan sengaja diambil dari website universitasnya.

Foto yang tertera dalam profil itu mengingatkan Felix pada lelaki yang kemarin menabrak dan mempermalukannya(meski Felix tahu itu adalah sebuah ketidaksengajaan). Felix sadar jika ada orang yang akan lewat, tapi karena dia masih fokus membaca, alhasil dirinya salah memperkirakan jarak dan menyenggol pundak orang itu, membuat almamater serta kertas yang dibacanya jatuh.

"Eh maaf maaf!"

"Eh, maaf juga ya.."

Keduanya merasa tidak asing dengan suara masing-masing. Namun Felix memilih untuk bergegas mengambil almamaternya, dengan sosok itu yang mengambil kertasnya. Ketika pandangan mereka bertemu, Felix dan sosok itu terperanjat.

"Felix!"

"Peter!!"

Teman satu kosnya ternyata.

Jujur saja, Felix jarang melihat Peterㅡatau tepatnya Han Jisungㅡsekedar rebahan di kos setelah ospek usai. Mereka sibuk dengan dunia masing-masing, di mana Felix sibuk dengan himpunan mahasiswa jurusan sedangkan Jisung fokus dengan unit kegiatan mahasiswanyaㅡyang tidak Felix ketahui detailnya.

"Kamu kok punya profilnya Bang Chris? Buat apa?"

"Loh? Peter kenal dia?"

Lawan bicaranya mengangguk. "Seniorku. Jadi kamu punya profil dia buat apa?"

"Itu.. dia bantuin aku nebus almamater?"

"..."

"..."

"Astaga Ya Tuhan Felix sayang, kenapa ga bilang sama aku?? Aku pinjemin almamaterku! Aku bayarin juga! Kamu bisa pake semua uangku!"

Felix menundukkan kepalanya dengan wajah merah. Dia menarik Jisung ke gazebo yang agaknya sedang sepi. Jisung hanya menurut saja ketika Felix menarik tangannya dengan buru-buru.

"Jangan berisik!"

"Iya maaf," jawab Jisung sambil mengelus lembut rambut hitam Felix. "Aku cuma dikasih istirahat limabelas menit, coba ceritain detailnya."

"Kemarin aku nyoba nebus almamaterku pake dollar yang dikasih Mama. Kata Mama, kasih aja buat nebus almamaternya. Aku bingung mau nuker uang gimana. Peter, 'kan sibuk sama organisasi, pulang jam sepuluh malem keliatan capek. Aku gamau ngerepotin. Yaudah aku ngikutin cara Mama."

Jisung meringis dengar penjelasan polos Felix. Dia merasa bersalah telah mengabaikan teman satu kosnya ini. Felix selalu perhatian, memasak untuk mereka berdua, merapikan kosnya, membereskan kertas-kertas Jisung yang berserakan, semua pekerjaan dilakukan Felix tanpa mengeluh. Jadi tentu Jisung tidak tega melihat Felix dalam kesulitan.

"Terus? Kok bisa dapet profil Bang Chris? Pake kop surat universitas lagi."

"Itu.." Felix agak ragu untuk menjawab. "Aku lagi nyoba bayar, cuma ditolak. Pas mau balik, dia ga sengaja nabrak aku. Aku ngerasa malu banget gara-gara dia bikin aku jatuh sampe dollarnya jatuh semua. Maluuuuuuuu," wajahnya berkaca-kaca. "Cuma pas hari ini aku balik, kata si Bapak, dia yang bayarin almamaterku."

"Nggak heran sih. Bang Chris mah beasiswanya sedabrek," komentar Jisung sambil menatap ke arah gedung fakultasnya. Dia mengernyitkan alis ketika melihat teman satu UKM-nya berlarian. Dia melihat jamnya lalu panik melanda seketika.

"Semenit lagi aku masuk." Tupai itu beranjak dari tempatnya, melompat-lompat panik. "Lix, jam 6 nanti aku istirahat, kita tukerin duit kamu ya! Aku mau masuk dulu ke rps, dadah babyyyyyy. Kita chatan aja!"

Felix merasa bersalah melihat wajah Jisung, namun dia menganggukkan kepalanya dengan sebuah senyuman di bibir. Jisung bergegas lari ke samping gedung fakultasnya, diikuti dengan Felix yang kepo melihat Jisung yang terburu-buru. Jisung memasuki sebuah pintu kaca berlogo Fakultas Hukum. Di depannya ada seorang senior yang bersidekap sambil memperhatikan ke depan, seakan menunggu mangsa.

Tatapan Felix dan senior itu bertemu.

ㅡ Itu Christopher Chandra Wijaya.

:::

Karena pertemuan mereka sore tadi, Felix yakin Jisung belum makan. Dia pulang ke kosan, untuk menaruh almamaternya dan kembali ke gedung Fakultas Hukum membawa sebuah rantang. Di samping gedung itu, ada tempat yang sepertinya disediakan khusus untuk nongkrong. Felix duduk di salah satu meja yang langsung mengarah ke bangunan rpsㅡRuang Pengadilan Semuㅡberharap Jisung segera keluar karena setengah jam lagi adalah jam 6. Terimakasih pada pintu kaca yang terbuat di sana, Felix bisa melihat jelas siapa saja yang akan keluar.

Namun bukannya Jisung yang keluar, malah senior yang kemarin menabrak Felix. Sosok yang dipanggil Bang Chris oleh Jisung itu membuka pintu dengan wajah lelah. Ada laptop dan sebuah charger di tangan kirinya. Dengan setengah mengantuk, dia berjalan ke arah Felix, membuat pemuda Australia itu panik.

Nyatanya sosok itu tidak sadar dengan apapun dan melewati Felix begitu saja. Dia mengambil meja dekat dinding yang ditempeli dengan stop kontak. Felix bisa bernapas lega. Meski begitu, dia tetap memperhatikan bagaimana sosok itu mengisi daya baterai laptopnya dan mulai mengetik dengan gesit.

Sosok itu terlalu fokus pada pekerjaannya jika saja ponsel yang diletakkan di atas meja tidak bergetar. Dia mengangkat panggilan itu tanpa melihat namanya.

Hening sesaat.

"Santuy, gue kerjain putusannya. Salam buat BamBam,moga cepet sembuh. Gue gamau liat lu pada sakit hahaha. By the way, bilangin Mingyu buat ambil printer, sama suruh si Jaehyun buat ambil cap. Gue kelarin semua berkas hari ini. Besok tinggal ngejilid. Anak cewek udah gue suruh pulang daripada tubir."

"..."

"Oke sip. Gue tutup ye,"

Setelah panggilan itu selesai, ekspresi lelah jelas kentara. Felix bahkan bisa merasakan jenuhnya pemuda itu namun tetap memaksakan dirinya untuk terjaga dan kembali bekerja. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Felix membawa botol minuman miliknya dan duduk di hadapan pemuda itu.

"Kak Chris udah makan? Ayo istirahat dulu?"

Chan mendongakkan kepalanya bingung. Matanya bertemu pandang dengan Felix yang tersenyum cerah.

rantau | chanlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang