Chapter 1

19 6 2
                                    

Diantara keheningan malam, di dalam sebuah apartemen kecil terdengar suara ketikan keyboard yang terus bersautan. Sosok gadis yang membuat suara itu dengan lincah menggerakkan tangannya di atas keyboard untuk mengetik kalimat-kalimat yang saling melengkapi satu sama lain.

Sampai ketika jemari mungil gadis itu terhenti dan gadis itu memperbaiki duduknya yang membungkuk. Gadis itu meregangkan badannya yang pegal dan kaku, dan menghela nafas panjang.

Kini jam di dinding menunjukkan pukul 01:34 dini hari. Bagi sebagian orang waktu ini adalah waktu dimana mereka tengah berada di dunia mimpi, namun berbeda dengan gadis yang berwajah lesu itu.

Ia terus melanjutkan aktifitasnya yang tertunda walaupun kantung matanya menunjukkan bahwa gadis itu membutuhkan istirahat dari menatap layar laptop di depannya itu.

Vinka Priantina, itulah nama gadis yang sibuk berkutat dengan laptop berwarna putihnya itu. Setiap malam ketika dia tidak bisa tidur, dia mengetik novelnya. Walaupun gadis itu terlihat menyedihkan, namun penghasilan yang ia dapatkan dari menerbitkan buku tidaklah sedikit. Setidaknya ada beberapa bukunya yang Best Seller.

Maka dari itu dia jarang sekali keluar dari apartemen yang terlihat sempit dan menyesakkan itu. Dia hanya keluar ketika harus mendapatkan inspirasi dan melakukan aktifitas mendesak lainnya.

Inspirasi itu berasal dari perasaan orang-orang yang melintas. Dia bisa merasakan emosi dan kesakitan fisik orang lain, atau mungkin orang sebut dengan Synaesthesia.

Namun yang membuat Vinka merasa yakin bahwa dia tidak mengalami Synaesthesia biasa itu karena tanpa melihat seseorang disekitarnya pun, Vinka tetap bisa merasakan perasaan dan rasa sakit fisik orang itu.

Tapi tentu saja keluarganya hanya percaya bahwa dia mengalami Synaesthesia, itu saja.

Vinka lebih suka mengurung diri dan tidak suka keramaian. Karena dengan keramaian makin banyak perasaan yang akan Vinka rasakan, dan itu dapat membuatnya kebingungan dan terlihat seperti orang gila.

Tentu saja Vinka tidak ingin berakhir tinggal di rumah sakit jiwa. Karena dia tidak gila, hanya saja kemampuannya ini yang dapat membuatnya gila. Apalagi akhir-akhir ini Vinka dapat merasakan ada perasaan ingin membunuh di sekitar apartemennya. Sampai-sampai Vinka pun secara tidak sengaja menambah unsur thiller dalam novelnya.

Vinka tidak tahu siapa orang itu, jadi Vinka terus bersikap waspada dan semakin terus berdiam diri di apartemennya.

"Kak Vinka!"

Suara panggilan itu membuat mata Vinka yang asalnya tertutup rapat menjadi terbuka lebar. Tidur nyamannya terganggu oleh suara nyaring yang terdengar riang dari balik pintu apartemennya.

Sosok pengganggu itu lagi! Vinka mendengus kesal dan berjalan dengan malas menuju pintu apartemennya.

"Kak Vinka! Ayo jalan-jalan ke taman." Sosok itu begitu riang sampai Vinka pun rasanya ingin tersenyum lebar, namun Vinka tahan dan berusaha untuk terdengar ketus.

"Kenapa mengajakku?" Vinka berkata dengan nada ketus walaupun perasaannya begitu senang karena dampak dari gadis di depannya ini.

"Kakak harus keluar apartemen sesekali. Tidak baik berdiam diri terus di apartemen sumpek ini." Ujar gadis itu dengan nada menasehati. "Ayolah kak~ aku bosan, sekarang tidak ada matkul. Hanya kakak yang bisa aku ajak keluar." Gadis itu kembali berbicara kali ini dengan nada memelas yang membuat Vinka menjadi tidak tega.

Uh. Kemampuan menyebalkannya ini terus saja menyusahkan dirinya. Apalagi perasaan gadis di depannya ini sangat kuat dan sulit untuk dilawan.

"Baiklah, tapi jangan lama." Akhirnya Vinka pun menyerah dan mengikuti gadis riang yang mengajaknya itu.

Vinka akui ia memang membutuh udara segar. Namun semua perasaan yang terus berkecamuk di sekelilingnya itu lebih menyesakkan daripada berdiam diri di apartemen sempitnya. Apalagi hari ini banyak sekali orang yang berada di taman. Padahal biasanya tempat itu tidak begitu ramai, sehingga Vinka sesekali bisa berdiam diri dan mendapatkan inspirasi dari emosi-emosi di sekitarnya.

"Kak Vinka kenapa?" Tanya gadis itu memecah keheningan antara mereka. Terlihat dari mata bulatnya, gadis itu tampak mengkhawatirkan Vinka. Jelas, Vinka merasakan perasaan khawatir gadis walaupun banyak perasaan yang bercampur aduk di sekelilingnya. Vinka hanya menggeleng sebagai balasan dan tersenyum canggung.

"Akira!" Sosok gadis lain melambai ke arah Vinka dan gadis di sebelahnya itu. Gadis di sebelah Vinka pun balas melambai ke gadis yang baru saja memanggilnya. "Lisna!"

Setelah gadis bernama Lisna itu berada tepat di hadapan Akira, dia mulai membuka mulutnya untuk berbicara. "Kau sedang berjalan-jalan ya? Siapa dia?" Lisna menunjuk Vinka yang hanya diam mematung menatap kedua gadis yang lebih muda dari Vinka itu.

"Dia tetanggaku di apartemen, namanya kak Vinka. Kak Vinka ini temanku Lisna." Akira terlihat bersemangat mengenalkan Vinka dan Lisna. Vinka kembali merasakan perasaan senang walaupun sebenarnya ia pun merasakan kembalikannya.

"Salam kenal kak." Lisna mengulurkan tangannya dan Vinka pun membalas uluran tangan Lisna dengan senyuman canggung. "Aku ingin mengobrol lebih lama tapi aku ada urusan, aku pergi dulu ya. Dah Ra dan kak Vinka." Lisna pergi meninggalkan Vinka dan Akira dengan senyuman.

Vinka dari tadi hanya berdiam diri tanpa mengatakan sepatah katapun karena merasakan rasa sebal dan dapat Vinka yakini itu adalah perasaan Lisna. Terkadang manusia itu sangat pintar bersandiwara. Terlihat dari ekspresi Lisna yang riang padahal perasaannya terdapat perasaan sebal yang entah karena apa.

Namun berbeda dengan Akira yang terlihat ceria dan memang perasaannya pun ceria. Vinka sempat merasakan perasaan sebal namun perasaan itu kembali ceria oleh Akira. Akira benar-benar gadis yang memiliki emosi kuat.

Dan karena itu Vinka rasanya tidak ingin berada dekat dengan gadis di sampingnya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Feel What U FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang